Oleh Agus Wahyudi *)
PWMU.CO – Pekerjaan besar perlu dibuktikan Aisyiyah pascaperhelatan Tanwir I Aisyiyah di Universitas Muhammadiyah Surabaya, 19-21 Januari 2018 lalu. Aisyiyah dituntut mampu mewujudkan harapan meningkatkan harkat dan martabat perempuan yang berdikari dan memiliki kesejahteraan lebih baik.
Tanwir telah merumuskan 13 rekomendasi. Antara lain meneguhkan posisi dan peran Aisyiyah sebagai gerakan perempuan progesif, mampu menyelesaikan pemenuhan hak-hak perempuan, memperkuat basis akar rumput anggota, menangkal pernikahan anak, peran aktif pemberdayaan ekonomi, dan mendorong proses politik berkualitas.
Sejak didirikan pada 19 Mei 1917, Aisyiyah sebagai organisasi otonomi Muhammadiyah, merupakan pilar penting yang bisa mendorong kemajuan dan mampu menangkap tanda-tanda zaman. Karena itu, Aisyiyah harus bisa memainkan peranan penting dengan mengimplementasikan program-program strategis yang manfaatnya bisa dirasakan langsung oleh kaum Hawa di Indonesia.
Hasil-hasil penting memang selalu disampaikan Aisyiyah terkait peran dan kiprahnya dalam meningkatkan dan memperluas kerja, serta memajukan harkat perempuan. Seperti lahirnya amal usaha yang terdiri atas ribuan sekolah taman kanak-kanak, sekolah dasar, perguruan tinggi, rumah sakit, balai, panti asuhan, dan sebagainya.
Dengan begitu, Aisyiyah ingin membuktikan diri bukan sebagai organisasi kerumunan perempuan. Aisyiyah merupakan motor perubahan. Organisasi dengan jati diri yang kuat, serta mampu merekatkan tali ikatan dalam sebuah jamaah. Komitmen tersebut diwujudkan juga dengan loyalitas dan integritas dalam menjalankan peran dakwah yang diusung lewat gerakan Islam berkemajuan.
Tentu saja, premis tersebut tidak cukup untuk menjawab kegelisahan publik. Di mana Aisyiyah harus menatap tantangan dan peluang ke depan yang makin complicated dan disruptif. Pasalnya, jika Aisyiyah tidak bisa adaptif dengan perubahan, bukan tidak mungkin Aisyiyah bakal tertinggal dan ujungnya bisa mengalami degenerasi.
Itu sebabnya, melalui tema “Gerakan Pemberdayaan Ekonomi Perempuan Pilar Kemakmuran Bangsa”, Aisyiyah perlu memformulasikan dan meneguhkan sikap yang berbasis perencanaan matang dalam memperjuangkannya. Hal itu disebabkan pemberdayaan ekonomi yang jamak disampaikan ke publik sejatinya tidak akan banyak berdampak jika hanya berhenti pada slogan atau memenuhi kalender kegiatan dalam momentum tahunan seperti Tanwir. Publik butuh bukti nyata jika Aisyiyah mampu menjadi pelopor garda depan pemberdayaan ekonomi perempuan.
Sejatinya, hingga kini, peran perempuan masih menjadi isu seksi yang terus menggelinding dan menjadi perhatian publik. Bukan hanya di level lokal, nasional, tapi juga internasional. Kita bisa melihat betapa besar kampanye media sosial terbesar dunia, Facebook.
Sejak tahun 2017, Facebook gencar memgampanyekan dukungan untuk pengusaha perempuan di dunia, termasuk di Indonesia.
Lewat program #SheMeansBusiness yang dirilis bertepatan pada Hari Perempuan Internasional 2017 lalu, Facebook meneguhkan keyakinan jika keberhasilan perempuan sangat penting, bahkan diartikan sebagai kemenangan bersama. Program yang telah diluncurkan di 15 negara ini memberikan pelatihan langsung kepada 8.000 pengusaha dan pelatihan online untuk 52 ribu pengusaha di seluruh dunia.
Sikap afirmatif terhadap pelaku usaha perempuan tersebut dilatarbelakangi oleh riset dari Facebook (Riset YouGov), di mana 9 dari 10 perempuan di Indonesia ingin membangun usaha sendiri. Sebanyak 58 persen dari para perempuan tersebut memulai bisnis yang akan memiliki pengaruh sangat besar terhadap ekonomi. Hal tersebut bisa membuka kesempatan pada 3.836 juta bisnis baru, 1.175 juta lapangan kerja baru pada 2021 mendatang.
Di sisi lain, riset juga menjabarkan tantangan yang acap kali menghampiri kaum perempuan yang ingin menjadi pengusaha. Yakni sebanyak 36 persen kurang akses finansial, 30 persen kurang percaya diri, 32 persen kurang informasi untuk memulai usaha, 26 persen tidak ada tempat untuk menjalankan bisnis seperti ritel atau kantor.
Hal-hal apa saja yang membuat lebih banyak perempuan mampu mengubah ide mereka menjadi bisnis yang sukses juga tak luput dari riset ini. Di mana 40 persen memiliki akses untuk perangkat digital yang tepat dan mendapat dukungan, 63 persen dukungan dan sarana untuk memahami bagaimana menjangkau dan memiliki pelanggan, 53 persen jaringan atau dukungan dan saran komunikasi, 55 persen akses untuk dukungan dan saran finansial seperti pemberian pinjaman.
Infrastruktur usaha
Kiprah pasca-Tanwir I Aisyiyah ini bakal menjadi pembuktian, apakah Aisyiyah layak memosisikan diri sebagai organisasi sentral dalam memberdayakan ekonomi perempuan di Tanah Air? Atau sebaliknya, leverage (pengaruh) Aisyiyah tidak kelewat besar kurang memahami spirit berkemajuan Muhammadiyah yang memberikan kontribusi riil kepada bangsa Indonesia lewat pemberdayaan kaum perempuan?
Makanya, Aisyiyah perlu segera menyusun agenda-agenda implementatif pasca-Tanwir I yang dibuka Wakil Presiden Jusuf Kalla itu. Salah satunya, menyiapkan dukungan untuk berkarya bagi perempuan. Tepatnya, menyiapkan infrastruktur usaha yang kuat.
Ada beberapa skema yang bisa dijalankan untuk menumbuhkan kesempatan berusaha dan kemandirian bagi perempuan. Pertama, adanya ruang berekspresi dan komunikasi bagi perempuan untuk bisa berusaha tanpa harus meninggalkan rumah. Mereka ini dilatih untuk menghidupkan “mesin kedua” ekonomi keluarga.
Tujuannya untuk menghasilkan pemasukan tambahan bagi keluarga untuk kesejahteraan lebih baik. Aisyiyah juga bertanggung jawab menyadarkan orientasi usaha parempuan dengan prinsip bergotong-royong. Prinsip ini diyakini akan memperkuat peran Aisyiyah di masa depan.
Kedua, peran pemberdayaan difokuskan dengan melibatkan banyak komunitas perempuan. Aisyiyah harus menyadari tantangan generasi yang melahirkan banyak idea generator, entrepreneurial mindset-nya memandu kehidupan.
Lahirnya generasi yang memulai dengan kebersamaan dengan ketekunan bereksperimen dalam komunitas. Generasi dengan semangat membantu orang yang kesulitan dan mendorong terobosan tanpa pernah melihat asal-usul dan keturunan.
Ketiga, pengembangan usaha lewat peningkatan produk, kapasitas produksi, serta perluasan pasar. Untuk hal ini bisa diberikan pascatercukupinya distribusi pengetahuan yang mengasah kompetensi. Mereka yang terlibat harus merasakan betul manfaat dari transfer pengetahuan dan keterampilan yang diberikan.
Dukungan ini bisa menjadi modal besar yang bisa menghadirkan kelompok sadar belajar dan menjadi dirinya sendiri.
Keempat, upaya kreatif dan inovatif dengan mendorong usaha kaum perempuan mampu bersaing di level lebih tinggi. Faktor penting dari kegiatan berusaha adalah masalah mentalitas.
Para perempuan harus punya kepercayaan diri dalam berusaha. Mereka juga dituntut perfeksionis dalam menjalankan usaha. Tidak cukup hanya dorongan untuk kerja keras, tapi bisa melihat kebutuhan pasar yang makin kompleks.
Kelima, memberikan pembekalan literasi keuangan. Kaum perempuan harus melek finansial untuk menjalankan roda usaha. Hal itu dibutuhkan agar mereka bisa memahami perencanaan dan pengelolaan keuangan serta mengenali suatu risiko yang akan dihadapinya.
Pada gilirannya, mereka bisa well informed terhadap semua instrumen keuangan dan investasi. Dengan bekal tersebut, keuntungan yang diraih bakal lebih cepat dan peluang meningkatkan usaha menjadi lebih besar.
Pada ujungnya, mendorong dan mengembangkan kualitas ekonomi perempuan merupakan agenda mendesak bangsa. Terlebih di tahun politik sekarang. Bangsa ini butuh banyak kehadiran perempuan yang memiliki ketrampilan dan bisa menciptakan peluang usaha.
Hal ini memang bukan semata menjadi beban yang dipikul Aisyiyah dalam mengemban tugas-tugas persyarikatan. Akan tetapi, komitmen, kerja nyata, dan kontribusi nyata Aisyiyah sangat dinantikan oleh masyarakat. (*)
*) Agus Wahyudi, Wakil Ketua Lembaga Informasi dan Komunikasi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur.