PWMU.CO-Betapa gembiranya siswa-siswi kelas 4 SD Muhammdiyah 9 Malang saat berangkat menuju Museum Panji di Desa Slamet, Kecamatan Tumpang, Kamis (1/2/2018). Dalam perjalanan rombongan empat kelas yang berjumlah 108 anak ini saling bertanya ada benda apa saja yang dipajang di museum.
Tiba di museum, didampingi 8 ustadz-ustadzah dan pemandu, ratusan siswa menelusuri setiap sudut ruang mengamati beragam benda dan mempelajari berbagai peninggalan budaya itu. Setiap sudut museum yang dijajaki selalu dapat memukau siswa.
Baca juga : Mahasiswa UMJ Studi Banding Pendidikan ke SDM 9 Malang
Rasa penasaran yang selama ini menyelimuti mereka kini telah dapat mereka patahkan dari kunjungan itu. Di sudut ruang pertama museum tampak puluhan arca tertata rapi menyambut para siswa.
Raut muka kagum sangat tampak saat melihat benda-benda itu. Antar tema mereka saling diskusi corak barang lama itu. Para siswa mendekat dan mencatat beberapa informasi penting dari pemandu, belum selesai dengan rasa kagum pada arca, para siswa digiring ke sudut ruang yang lain di mana puluhan wayang kulit tertata rapi. Di sebelahnya juga terdapat mata uang kuno peninggalan kerajaan-kerjaan di Indonesia zaman dulu.
Tidak berhenti sampai di situ, di ruang selanjutkan para siswa seperti dihipnotis oleh beberapa miniatur peristiwa penting dalam sejarah. Salah satunya adalah miniatur perang Babat yang berukuran cukup besar. Para siswa terkagum-kagum tanpa henti. “Waah… serasa kita ikut perang ya kalau lihat ini!” ujar salah satu siswa.
Masih dengan ekspresi heran dengan situs peninggalan sejarah dan beberapa kebudayaan tanah air, siswa diajak bermain beberapa permainan tradisional, di antaranya lompat tali, engkek, tapak gunung. Setelah lelah terbuai dengan berbagai macam permainan, siswa disuguhi dengan makanan tradisional khas daerah Tumpang yaitu nasi pecel pincuk yang sekaligus menjadi acara puncak dari kunjungan tersebut.
Fadhil Hermawan, salah satu ustadz yang mendampingi menjelaskan kunjungan itu sebagai praktik materi pelajaran di kelas. Tujuan khususnya agar siswanya dapat mengenal dengan baik situs dan budaya peninggalan leluhur. “Jika hanya dijelaskan di kelas mereka bosan. Berbeda jika diajak langsung ke tempatnya. Siswa mudah sekali menyerap materinya,” katanya. (Loresta Nusantara)