PWMU.CO – Forum Group Discussion (FGD) Pancasila di Kantor Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim (21/2/18) kemarin juga mengundang dosen Universitas Paramadina sekaligus perwakilan The Asia Foundation, Dr Budhy Munawar Rachman. Dia dikenal sebagai pemikir Islam progresif, ‘murid’ Nurcholish Madjid.
Menurut Budhy Munawar, jangan sampai preseden buruk indoktrinasi Pancasila seperti halnya di Orde Baru terulang. Dulu, Pancasila diperjuangkan untuk menumpas lawan-lawan. ”Yang seharusnya memperjuangkan Pancasila menjadi memperjuangkan kekuasaan,” katanya.
Budhy Munawar mengungkapkan, Pancasila adalah kontrak sosial antara pemerintah dan rakyatnya. Pancasila juga menjadi jalan tengah dari beberapa paham yang mengemuka di dunia.
”Tidak semua negara punya yang seperti Pancasila. Amerika saja tidak punya,” ucapnya.
Dia mengatakan, soal Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia ini, Mahfud MD, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), dalam sebuah kesempatan pidato pernah menyampaikan bahwa negara Indonesia ini bukan negara agama, juga bukan negara sekuler. Para founding father Indonesia mencari jalan tengah yang kemudian bermaujud dalam Pancasila.
Budhy Munawar melanjutkan, Pancasila memang khas Indonesia, dari bahasa Melayu–induk bahasa Indonesia. Tidak ada yang menyebutkan ideologi dunia seperti komunisme, liberalisme, bahkan kata demokrasi saja tidak tercantum.
Dia menegaskan bahwa ada 40 hak konstitusional bagi setiap warga dari penjabaran butir-butir Pancasila. Di antaranya ada hak atas kewarganegaraan, hak atas hidup, hak kemerdekaan pikiran dan kebebasan memilih, hingga hak kehidupan yang layak. Hak-hak itulah yang harus diketahui rakyat sehingga Pancasila, jika diamalkan secara sungguh-sungguh, akan sangat terasa manfaatnya.
”Itu di Indonesia. Kalau sudah mencakup global ada Sustainable Development Globals, yang salah satu poinnya menghapus kemiskinan dan mengurangi kelaparan,” jelasnya.
Pendiri Nurcholish Madjid Society (NCMS) tersebut menggarisbawahi, dari lima sila Pancasila, hanya satu yang sudah cukup optimal, yaitu sila ketiga. ”Persatuan Indonesia sebagai sila ketiga salah satunya terwujud dalam NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia),” jelasnya.
Selain satu yang optimal, masih ada sila yang masih sial. “Kalau kata Buya Syafi’i Maarif, sila yang paling sial adalah sila kelima”,” sahut Zuly Qodir, anggota Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP PIP) yang juga menjadi nara sumber dalam FGD tersebut.(Achmad San)