PWMU.CO – Pada tanggal 25 April, 70 tahun silam, Ketua (Umum) Pengurus Besar (sekarang Pimpinan Pusat) Muhammadiyah, KH Mas Mansur wafat ketika dalam tahanan penjajah Belanda. Ada juga yang menyatakan beliau wafat sehari sebelumnya, karena memang tidak ada yang menunggui saat peristiwa itu. Mas Mansur wafat dalam usia relatif muda, belum genap 50 tahun. Dia telah menjadi pelopor kebangkitan pemuda Muslim sejak berusia belasan tahun, dan wafat pun dalam usia yang muda.
Mas Mansur lahir pada hari Kamis, 25 Juni 1896, dari pasangan KH Mas Ahmad Marzuqi dan Raudhah. Meski lahir dari kalangan berada dan terhormat, bukan berarti Mansur kecil berleha-leha dalam menjalani hidup. Setelah belajar agama pada ayahnya sendiri, dia yang masih berusia 10 tahun dipondokkan ke Pondok Pesantren Kiai Kholil di Demangan, Bangkalan, Madura.
Dua tahun berlalu, Mansur kecil menunaikan ibadah haji dan belajar di Makkah. Situasi politik di Saudi memaksanya ‘terusir’, dan ayahnya meminta Mansur kembali ke Indonesia. Dalam usia 16 tahunan, Mansur ternyata sudah punya keteguhan prinsip. Dia memilih ber-thalabul ilmi ke Mesir tanpa persetujuan ayahnya, yang menganggap Kairo sebagai kota yang dipenuhi kemaksiatan. Ketidaksetujuan itu berkonsekuensi pada kehidupan Mansur yang pahit dan sulit karena tidak lagi mendapat kiriman uang dari orangtuanya.
Sikap orangtuanya berubah setelah mendapat laporan dari seorang famili ayahnya yang sempat menengok Mansur di Mesir, seusai menjalankan ibadah haji. Mansur ternyata benar-benar belajar dan kehidupannya sangat memprihatinkan, sehingga setiap sore harus memberi upah satu ceret teh kepada gurunya sebagai ganti biaya studi. Sejak itu Mas Mansur mendapat jatah kiriman seperti sewaktu di Makkah.
(Baca: KH Mas Mansur, Sehari Khatamkan Minimal 1 Juz dan 5 Cerita Kedekatan Soekarno dan Mas Mansur)
Ketika pulang ke Indonesia, Mansur menikah dengan Siti Zakiyah, yang masih bertetangga. Dia juga menikah dengan Halimah pada 1937, tetapi istrinya ini wafat dua tahun kemudian. Selain menikah, langkah awal yang dilakukan Mansur adalah bergabung dalam Syarikat Islam (SI) hingga dia dipercaya sebagai Penasehat Pengurus Pusat dalam usia kurang dari 30 tahun.
Keberadaan SI ternyata mengilhami organisasi-organisasi Islam di Surabaya: Nahdlatul Wathan (NW), Taswirul Afkar, Nahdlatul Tujjar dan Perikatan Wataniyah. “Organisasi-organisasi di tingkat lokal ini digerakkan oleh tokoh-tokoh muda yang berusia sekitar 20 tahunan. Diantaranya Mas Mansur dan Abdul Wahab Hasbullah,” jelas peneliti sejarah dari Universitas Airlangga Surabaya, Arya Wanda Wirayudha.
Ikut Lahirkan Nahdlatul Wathan, cikal bakal Nahdlatul Ulama (NU)… halaman 02…