PWMU.CO-Tugas polisi sekarang ini tidak sekadar menangkap maling, tapi juga menjaga demokratisasi negara. Karena itu polisi dituntut lebih cerdas menghadapi sesuatu dan harus gemar membaca sehingga menjadi profesional.
Hal itu disampaikan Prof Dr Hermawan Sulistyo saat bedah buku berjudul Democratic Policing yang dilaksanakan di Gedung Gema Unesa, Jumat (9/3/2018). Acara ini diadakan oleh Forum Silaturahmi dan Komunikasi Alumni BEM se-Nusantara.
Baca Juga: Din Syamsuddin Desak Polisi Ungkap Kasus Serangan Orang Gila
Selain Hermawan, juga hadir panelis lain seperti Sekjen Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara Dr Himawan Estu Bagijo dan Karopenmas Divhumas Mabes Polri Brigjen M. Iqbal.
Hermawan mencontohkan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian sebagai polisi cerdas, gemar membaca, dan profesional. Dia mengatakan, buku Democratic Policing yang ditulis Tito Karnavian ini buktinya meskipun dia juga ikut membantu. ”Pak Tito ini polisi yang sangat baik dalam sisi akademik terbukti dari gelarnya yang lengkap sampai PhD<’ kata Kiki, sapaan akrabnya.
Dia menuturkan, motivasinya membantu Kapolri Tito menulis buku tersebut ingin mendidik polisi agar lebih cerdas menghadapi masalah. ”Menjadi polisi itu bukan okupasi, melainkan sebuah profesi. Dulu, polisi kalau mau naik pangkat harus setor ke atasan. Sekarang, kalau ingin naik pangkat, polisi mesti mengabdi dan bekerja,” tuturnya.
Profesionalitas atau tidaknya polisi tampak dari menghadapi sebuah masalah, Kiki menggambarkan, misalnya di tengah malam ada maling kemudian warga lapor ke polisi. Polisi itu bilang, lapornya besok saja ya, sekarang sudah malam. Saya polisi lalu lintas. ”Ya tidak bisa begitu, itu memandang polisi sebagai pekerjaan,” kata pria yang sudah menulis 130 buku.
Jika polisi sebagai profesi, sambung dia, keahlian yang tunduk pada aturan etika, sedangkan okupasi hanya diartikan sebagai pekerjaan semata.
Pendapat senada disampaikan oleh Karopenmas Brigjen M Iqbal. Fungsi penegak hukum bagi polisi hanya 25 persen. Selebihnya, 75 persen, adalah pengayom masyarakat. ”Polisi itu bukan hanya water cannon, pistol, borgol. Fungsi sebagai pengayom masyarakat lebih besar,” tegas pria kelahiran Palembang, 4 Juli 1970 itu.
Karena itu, tambah dia, polisi kini lebih mengedepankan fungsi preventif. Untuk mendidik kecerdasan sekarang segenap anggota Korps Bhayangkara diwajibkan membaca buku tulisan Kapolri Tito dan Hermawan ini. Buku pertama berjudul Polri dalam Arsitektur Negara juga diwajibkan dibaca. (Achmad San)
Discussion about this post