PWMU.CO – Tulisan “Shalat Jum’at Ditunda” yang terpasang di papan depan masjid telah berusia hamper 2 hari. Namun, pada Jum’at ini (30/3), tulisan di depan Masjid Ihyaul Qulub akhirnya dihapus. Penghapusan dilakukan setelah diadakan kordinasi mendadak sebagian takmir masjid, aktivis Muhammadiyah setempat, dan aparat.
Putusan hasil kordinasi itu adalah, Masjid Ihyaul Qulub yang berlokasi di Perumahan Tirtasani Royal Resort Boulevard no 1A Karangploso Kabupaten Malang itu, memulai Jum’atan untuk pertama kalinya. Masjid yang sudah beraktivitas hampir satu tahun dengan jamaah melimpah itu hampir tidak bisa mengadakan shalat Jumat lagi.
Sebab, 2 hari menjelang shalat Jum’atan yang direncanakan beberapa hari sebelumnya, mendapat “larangan” dari pemerintah, (28/3). Tepatnya pihak kecamatan Karangploso. Salah satu dari 3 poin surat itu adalah meminta pihak Masjid Ihyaul Qulub menunda atau membatalkan rencana pelaksanaan shalat Jum’at pada hari Jum’at, 30 Maret 2018 ini.
Kepada PWMU.CO, salah seorang Takmir Masjid, Aiptu Hairil Anwar mengatakan jika cita-cita menyelenggarakan shalat Jum’at di masjid itu sudah lama dinanti. “Sebenarnya kami sudah lama ingin mendirikan shalat jumat di masjid ini. Tapi kemudian ada surat dari Kecamatan untuk dibatalkan,” jelasnya.
Lantas mengapa harus ada surat dari pihak kecamatan yang meminta untuk tidak diselenggarakan Jum’atan? “Setelah saya konfirmasi, ternyata ada laporan negatif dari oknum warga tentang kami. Alhamdulillah ini ada dukungan dari berbagai pihak, bismillah kita akan laksanakan Jumatan kali ini,” ujar Hairil.
Pria yang berdinas di Polresta Malang itu melanjutkan bahwa dia tidak bisa membayangkan antusiasme warga untuk ber-Jum’atan. Maklum saja, tidak sedikit jamaah yang mempertanyakan kenapa harus ada penundaan shalat Jum’at dari rencana yang telah disusun sebelumnya. “Wah kalau benar hari ini kita laksanakan Jum’atan, saya yakin warga sudah tidak bisa dibendung lagi,” ujarnya dalam rapat Jum’at pagi jelang siang itu.
Ternyata benar. Sepanjang pantauan PWMU.CO, orang yang melintas lansung menuju masjid. Meski ada juga yang ragu dan putar haluan. Namun, begitu khutbah dimulai, satu persatu warga datang hingga masjid penuh. Baik di lantai 1 maupun 2.
Usai Jum’atan berlangsung. ketua Lembaga Dakwah Masjid, Mansyur, tak dapat menahan rasa harunya hingga meneteskan airmata. “Saya ucapkan terimakasih banyak atas dukungan teman-teman. Benar saya tadi menangis,” ujarnya dengan senyum yang terus mengembang.
Dalam kesempatan yang sama, pengacara Edi Rudianto yang juga Jum’atan di Masjid Ihyaul Qulub, juga ikut mengomentari apa yang terjadi di tempat itu. Menurutnya, surat “penolakan Jum’atan” dari pemerintah yang dalam hal ini kecamatan, sesungguhnya salah alamat. “Surat penolakan itu salah alamat, karena pemerintah tidak berhak melarang orang beribadah. Orang beribadah itu dilindungi Undang Undang,” katanya.
“Kebebasan memeluk agama dan beribadah merupakan hak asasi setiap manusia. Pelarangan ibadah sangat menciderai kebebasan beribadah masyarakat dan jelas tidak dibenarkan dalam Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia dan ajaran agama apa pun. Lebih fatal lagi hal tersebut dilakukan oleh aparatus negara,” jelas pria yang juga aktif di Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) itu.
Bukannya “menenangkan”, tambah Edi Rudianto, apa yang dilakukan pemerintah ini justru meresahkan masyarakat. Terlebih dalam lapangan, sebenarnya tidak ada masalah apa-apa. “Adanya surat itu justru meresahkan masyarakat. Untuk itu, kami akan memberikan bantuan hukum secara total jika tetap ada pelarangan dari pemerintah terhadap aktivitas masjid ini,” tegas Rudi.
Berita lain tentang kasus ini juga bisa dibaca di tautan ini: Diminta Pemerintah agar Ditunda: Jum’atan Bersejarah, meski Rencana Jamuan Jamaah Gagal. Melihat kejadian ini, sungguh sulit dinalar bagaimana kok masih ada aparat pemerintah yang berwawasan kurang bermutu. (uzlifah)