
PWMU.CO-Berkemah dan api unggun merupakan dua hal melekat dan tidak bisa dipisahkan. Tidak lengkap rasanya bila berkemah tidak pasang api unggun. Demikian juga yang dilakukan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Pemuda Krian ketika menggelar kemah sejak 10-12 April 2018. Puncaknya Rabu (11/4) malam, digelar atraksi pentas seni yang dimeriahkan dengan api unggun.
Hal yang unik dari api unggun ini justru terletak pada cara menyalakan api unggun. “Kami punya rangkaian sendiri dalam prosesi menyalakan api unggun,” terang Ramanda Saheri yang menjadi pembina Hizbul Wathan (HW).
Untuk menyalakan api unggun dilakukan upacara sebagaimana upacara lainnya. Ada petugas protokoler, pemimpin upacara, pembaca kalam ilahi, dirijen, dan pembina upacara. Tak lupa juga disiapkan satu satu pleton pasukan terdiri 10 orang untuk menjadi pembawa obor.
Upacara pun dimulai. Diawali persiapan, peserta berbaris membentuk lingkaran atau tepatnya Ellips karena tanahnya berbentuk memanjang. Setelah semua siap, pembina upacara memasuki lapangan upacara, dan dilakukan penghormatan.
Pembacaan ayat al Qur’an langsung dikumandangkan oleh Afif Muhtar Ridho. Suara siswa kelas XI ini cukup merdu menirukan suara gaya Imam Masjidil Haram, hingga membuat suasana malam itu terhening sejenak mendengarkan suara Afif membacakan surat Al-Fiil. Suasana kian khidmat begitu lagu Sang Surya dan Mars HW dinyanyikan bersama, bahkan tak sedikit dari mereka meneteskan air mata karena haru. Lagu Sang Surya benar-benar masuk ke dalam lubuk hati hingga menyadarkan mereka.

Ramanda Mohammad Ernam yang bertindak sebagai pembina upacara berpesan agar HW senantiasa mengesakan Allah SWT, tidak berlebih-lebihan, dan mencintai sesama. “Sebagai pandu kita harus mengesakan Allah SWT, api unggun hanya sarana penerang dalam kegelapan dan mengusir hawa dingin. Tak usah berlebih-lebihan sehingga menjadikan syirik,” tegas Ramanda yang juga Sekretaris Kwarda Sidoarjo ini.
Usai upacara, para pembawa obor langsung berlari mengitari tumpukan kayu bakal api unggun, dan berisiap menyulut. Eh belum, ternyata mereka membaca Undang-undang pandu HW. Satu orang membaca satu point undang-undang, jadi 10 orang lengkap 10 point undang-undang pandu HW. Setelah pembacaan Undang-undang HW selesai, masing-masing meletakkan obor yang dibawa dan meninggalkan arena. Api unggun sudah menyala, pentas seni dimulai, sambil membakar ketela dan jagung. (R6)