![](https://i0.wp.com/pwmu.co/wp-content/uploads/2018/04/IMG-20180428-WA0056.jpg?resize=696%2C464&ssl=1)
PWMU.CO – Di tengah Rapat Terbuka Senat Universitas Muhammadiyah Surabaya dalam Rangka Wisuda Ke-42 Program Sarjana dan Pascasarjana, Sabtu (28/4/18), Rektor Dr dr Sukadiono secara simbolis menandatangani “Petisi Mendesak Pengesahan Perda Mihol”.
Selain dokter Suko—panggilan akrabnya—ikut menandatangani petisi pada spanduk putih tersebut adalah beberapa tokoh Muhammadiyah seperti Anggota Majelis Dikti Litbang PP Muhammadiyah. Prof Dr Hj Siti Muslimah Widiyastuti, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur Drs Nur Cholis Huda MSi, Badan pengurus Harian UMSurabaya Drs M Sulthon Amien MM dan Drs Noto Adam SE MM, serta beberapa perwakilan wisudawan.
Beberapa poster juga diacungkan para wisudawan sebagai pesan moral antimiras berbahasa Suroboyoan, seperti Tutupen Botolmu Emanen Nyawamu, Oplosan Garai Tuman meski Sepisan, atau Mending Mendem Pelajaran Ketimbang Mendem Oplosan.
Tak ayal, acara tersebut seperti suasana demo anti-miras. Apalagi di tengah-tengan ‘demo’ itu terdengar lagu dangdut berjudul Oplosan—dipopulerkan Wiwik Sagita—yang dibawakan UKM Paduan Suara UMSurabaya.
Dokter Suko menjelaskan, petisi itu dibuat mengingat peredaran minuman keras (miras), termasuk miras oplosan, semakin marak dan telah menimbulkan jatuh korban.
Sementara Kota Surabaya, ujar dr Suko, belum memiliki regulasi yang mengatur pengendalian minuman keras seperti pembatasan penjualan dan peredaran minuman miras atau mihol (minuman beralkohol).
“Sebagai kampus milik Persyarikatan, Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya) mempunyai kewajiban untuk mengatasi problematika di masyarakat, termasuk maraknya peredaran minuman keras dan penyakin sosial lainnya,” ujarnya sambil menyampaikan bahwa petisi akan diserahkan DPRD dan Pemerintah Kota Surabaya.
Di Surabaya, minuman keras oplosan telah merengut 15 nyawa warga kota, terhitung sejak Jumat hingga Rabu (20-25/4/18). Sebanyak tujuh orang meninggal di RSUD dr Soetomo, tiga orang meninggal di RS Soewandhie, dan lima orang meninggal di rumah masing-masing.
![](https://i0.wp.com/pwmu.co/wp-content/uploads/2018/04/IMG_20180428_165707_376.jpg?resize=696%2C434&ssl=1)
Selain membuat petisi, UMSurabaya juga menerjunkan mahasiswa untuk menjadi relawan untuk pemberdayaan masyarakat di 34 titik yang tersebar di Kota Surabaya. Di antaranya Kenjeran, Keputih, dan Jembatan Merah.
Tiga wilayah itu termasuk garapan Komunitas Sahabat Keluarga, bentukan Fakultas Ilmu kesehatan yang fokus terjun di daerah Surabaya Utara.
Selain Sahabat Keluarga, komunitas lainnya adalah Komunitas Rumah Baca, Komumintas Relawan Matematika, Komumintas Rumah Pintar, Pusat Studi Anti-korupsi dan Penguatan demokrasi, dan Komunitas Cahaya Bunda.
Penerjunan relawan tersebut ditandai dengan penyerahan sapu lidi dan penyematan scraft (slayer) warna kuning pada enam mahasiswa oleh Rektor UMSurabaya.
“Sapu lidi ini sebagai simbol untuk membersihkan lingkungan dari sampah, baik dalam pengertian fisik maupun sosial,” ujarnya. (Budi/MN)
Discussion about this post