PWMU.CO-“Sekolah kami nyaris tutup, tinggal 8 siswa. Empat putra dan empat putri. Ini pertaruhan yang sangat besar dan sangat berat,” kata Abdullah Mukti, kepala SMP Muhammadiyah 1 Depok (SMP Musade), Sleman, Yogyakarta.
“Jika kami tidak bisa mendapat 20 siswa, maka pilihannya sekolah ini tinggal melanjutkan 8 siswa ini sampai lulus. Tak boleh terima murid baru lagi. Dengan kata yang lebih sopan, sekolah ini harus tutup,” sambung Abdullah Mukti mengawali presentasi di depan dua juri dari P4TK Bahasa.
Dalam Lomba Best Practices Nasional Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah, dan Widyaiswara Kemendikbud tahun 2018 ini, Abdullah Mukti terpilih sebagai kepala sekolah inspiratif.
Acara ini digelar Jumat-Selasa (4-8/5/2018) bertempat di Hotel Swiss-Bell-Residence Kalibata Jakarta. Peserta lomba 563 orang. Kemudian disaring tinggal 123 finalis.
“Sekolah kami pernah berjaya, bahkan menjadi sekolah favorit di Depok. Tapi tahun 2008 siswanya tinggal 8 orang. Lebih banyak gurunya dari pada muridnya,” paparnya lagi.
Dihubungi via WA siang tadi, dia menjelaskan banyak faktor yang menyebabkan kemunduran sekolah ini sebelumnya.
Misalnya, krisis kepemimpinan berlarut-larut, sumber daya manusia tidak berkembang, memudarnya idealisme di kalangan sivitas akademika, dan salah manajemen.
“Puncaknya tidak berfungsinya pembinaan PDM Sleman, PCM Depok, dan PRM Maguwo sehingga tidak ada komunikasi yang efektif dan komunikatif untuk membangun sinergi bersama memajukan sekolah, ” tuturnya.
Kondisi ini berjalan lama sehingga bangunan sekolah mulai kusam dan hampir roboh.
Begitu dia mendapat kepercayaan sebagai kepala sekolah,, Abdullah Mukti langsung konsolidasi dengan PDM, PCM, dan PRM untuk mendapat dukungan dalam pengembangan sekolah.
Lantas dia membangun jejaring dengan berbagai pihak, termasuk dengan perguruan tinggi seperti Universitas Ahmad Dahlan dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta serta Kemendikbud.
“Setiap malam saya bersama guru-guru silaturahmi kepada tokoh-tokoh pendiri SMP Musade, PDM, PCM, dan PRM, serta tokoh masyarakat di luar Muhammadiyah,” cerita Mukti.
Dia mengurai berbagai konflik yang terjadi, juga pendekatan kepada SD sekitar sekolah untuk menjaring murid, dan mencari donatur atau orang tua asuh bagi anak-anak yang bersedia sekolah di Musade.
“Hal ini sudah kami siapkan karena yang masuk Musade rata-rata menengah ke bawah,” papar pria berkacamata ini.
Berkat ketekunan, kerja keras, dan jejaring, SMP Musade lambat mendapat kepercayaan masyarakat lagi. Saat ini setelah sepuluh tahun siswa yang belajar di sekolah ini mencapai 309 anak.
“Kami mengembangkan tiga hal sebagai modal utama. Pilar perubahan yang kami lakukan adalah base on pendidikan karakter, networking atau jejaring, gerakan dan persyarikatan,” ujar anggota Majelis Pendidikan Kader PWM DIY ini.
Berkat modal itu sekolah kini sekolah sudah banyak memperoleh prestasi nasional dan internasional bidang akademik maupun non akademik.
Sekarang berbagai predikat telah diraih SMP Musade. Sebagai percontohan nasional penguatan pendidikan karakter (PPK) Kemendikbud tahun 2016, sekolah rujukan pusat sumber belajar Pustekkom Kemendikbud RI tahun 2017, dan pengembangan pembelajaran sejarah berbasis PPK Direktorat Sejarah Kemendikbud RI tahun 2018.
Abdullah Mukti yang sudah dua periode menjabat kepala sekolah berharap penggantinya nanti mampu mengembangkan sekolah lebih maju lagi. Jangan sampai terulang kisah memilukan sekolah hampir mati lagi. (Ernam)