
Kepala Smamda Wigatinngsih usai menyematkan tanda peserta Baitul Arqam kepada perwakilan siswa.
PWMU.CO-Suasana Auditorium Ki Bagus Hadikusumo SMA Muhammadiyah 2 (Smamda) Sidoarjo tampak sibuk. Siswa berbusana putih abu-abu mamadati ruang itu. Duduk berbaris dalam shaf-shaf yang lurus. Mereka adalah siswa-siswi yang mengikuti pembukaan Baitul Arqom 1, Senin (28/5/2018).
“Baitul Arqom 1 ini diikuti 500 peserta dari kelas X MIPA, IPS, IBB, dan sebagian kelas XI yang mengulang,” papar Ketua Panitia Kanda Iwanta saat memberikan sambutan pembukaan.
Ia meminta seluruh peserta mengikuti kegiatan ini dengan serius agar lulus dan tak perlu mengulang tahun depan. “Semua peserta harus lulus, jika tidak lulus mengulang tahun depan bersama adik kelas,” tegas guru olahraga ini disambut tepuk tangan peserta.
Kriteria kelulusan sebenarnya sederhana. Mengikuti seluruh kegiatan dan menaati aturan. juga ikut pretest dan postest dengan sistem computer base test (CBT).
Mengusung tema Penguatan Kompetensi Keilmuan dan Keislaman untuk Mewujudkan Kader Persyarikatan yang Beriman, Berilmu, dan Bertaqwa menjadikan pengelolaan Baitul Arqom 1 harus serius dan tepat sasaran.
Kepala Smamda Wigatiningsih MPd mengatakan, peserta Baitul Arqam ini Generasi Z yang langsung berhadapan dengan berbagai tantangan lokal dan global. ”Ada dua hal yang harus diperhatikan oleh Generasi Z. Yaitu bonus demografi dan generasi milenial,” katanya.
Bonus demografi, sambung dia, merupakan kondisi di mana usia produktif lebih banyak dari pada usia non produktif. Usia produktif sampai 70 tahun, kondisi itu akan diisi oleh para peserta Baitul Arqom di masa mendatang. Oleh karena itu perlu disiapkan generasi yang beriman dan berilmu.
“Generasi beriman, berilmu, dan bertakwa merupakan ciri generasi unggul, khoiru ummat. Generasi yang siap memikul amanah, menyeru kepada yang makruf mencegah kepada yang mungkar,” ujar perempuan yang juga pendekar Tapak Suci ini seraya mengutip surat Ali Imron ayat 110.
Sedangkan maksud generasi zaman millenial atau akrab disebut Gen Z, kata dia, merupakan generasi yang lahir tahun 90-an sampai hari ini. Generasi yang luar biasa, sangat cepat menerima, melakukan perubahan yang ada kaitannya dengan teknologi.
“Namun harus diingat, teknologi sedahsyat apapun tidak bisa membentuk kepribadian anak. Hanya dengan guru, anak-anak mengembangkan karakter. Hal yang tidak baik akibat teknologi bisa diluruskan dengan bimbingan bapak ibu guru dan orang tua di rumah,” papar Bu Wigati. (Ernam)