PWMU.CO – Jangan salah paham bahwa shalat Jumat itu belum pernah dilaksanakan saat Nabi Muhammad saw berdakwah di Mekkah. Selama 13 tahun berdakwah di Makkah, Nabi Muhammad saw belum bisa melakukan shalat Jumat. Jangankan shalat Jumat, bahkan shalat munfarid saja susah. Sebelum akhirnya perubahan besar itu terjadi usai Nabi Muhammad saw berhijrah dari Makkah ke Madinah.
Demikian salah satu poin ceramah DR Zainuddin MZ dalam Kajian Subuh di masjid An-Nur Muhammadiyah Sidoarjo, Ahad (3/6). Mengawali ceramah, Zainuddin justru menceritakan bagaimana perjuangan Nabi untuk mendirikan shalat sendirian di dekat Kakbah. “Saat melihat Nabi shalat di dekat Kakbah, para kafir Quraisy berbisik-bisik: siapa yang berani meletakkan kotoran unta di tubuh Rasulullah akan mendapatkan hadiah.”
Usai bisik-bisik itulah muncul tokoh antagonis yang bernama Abdullah bin Umay. Dia yang meletakkan kotoran unta di tubuh Rasulullah Rasul sehingga Rasul tidak bangun-bangun. “Rasulullah baru bangun setelah putrinya Fatimah datang marah-marah terhadap orang kafir dan membersihkan kotoran unta yang melekat di badan Rasulullah,” jelas Zainuddin.
“Hal ini berbeda sekali dengan setelah beliau hijrah. Begitu kondusif, bahkan ditunggu-tunggu,” lanjut Zainuddin membandingkan kondisi masyarakat Makkah dan Madinah dalam menyambut dakwah Nabi. Kedatangan Rasulullah disambut luar biasa oleh penduduk Yatsrib.
“Rasulullah terkejut setelah mengetahui bahwa orang Yahudi punya hari istimewa untuk ibadah yaitu Sabtu. Nasrani juga punya hari istimewa untuk beribadah yaitu hari Kamis. Lha Islam belum punya hari istimewa untuk ibadah”, lanjut pakar hadits kebanggaan Indonesia yang sedang berkhidmah di Universitas Madinah itu.
Saat Rasulullah tiba di Yatsrib (kemudian berubah menjadi Madinah), Nabi menginap di Quba. Baru keesokan paginya, Nabi meneruskan perjalanan menuju pusat kota. Namun, baru berangkat sekitar 1 km dari Quba, turun ayat 9 dari surat al-Jumu’ah yang memerintahkan shalat Jumat.
“Yaa ay-yuhaal-ladziina aamanuu idzaa nuudiya li-shshalaati min yaumil jumu’ati faas’au ila dzikrillahi wadzaruul bai’a dzalikum khairun lakum in kuntum ta’lamuun, yang terjemahan bebasnya Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan shalat pada hari Jum’at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
“Beliau langsung mendirikan masjid, langsung melaksanakan shalat Jumat,” jelas Zainuddin tentang sejarah awal pendirian shalat Jum’at di kalangan umat Islam. Meski mendirikan masjid, kata Zainuddin MZ, sudah tentu jangan dibayangkan masjid yang dibangun pertama kali itu seperti bangunan-bangunan masjid kekinian.
“Masjid yang didirikan Rasulullah hanya dikelilingi pelepah kurma setinggi 50 centimeter,” papar dosen UIN Surabaya itu. Jadi, cukup sederhana tapi sangat fungsial, bukan? (ernam)