PWMU.CO – Lahwun adalah perkataan sia-sia dan semisalnya yang tidak berfaedah sedangkan Rofats adalah istilah untuk setiap hal yang diinginkan laki-laki pada wanita atau dapat pula bermakna kata-kata kotor. Demikian tausiyah yang disampaikan oleh pendiri Rumah Tahfidz Darul Khuffat Surabaya Syahrul Mukarrom MSi, dalam kajian Ahad sore Ramadhan di Masjid Remaja, Jl Kalilom Lor 3/41 Kenjeran Surabaya, Ahad (10/6).
Syahrul Mukarrom, menyampaikan bahwa ada 4 hal yang merusak amalan ibadah puasa umat Islam. Pertama, puasa dilakukan tanpa Ilmu. “Orang yang beramal tanpa ilmu bagai orang yang berjalan tanpa ada penuntun. Sudah dimaklumi bahwa orang yang rusak karena berjalan tanpa penuntun tadi akan mendapatkan kesulitan dan sulit bisa selamat,” jelasnya.
“Siapa yang terpisah dari penuntun jalannya, maka tentu ia bisa tersesat. Tidak ada penuntun yang terbaik bagi kita selain dengan mengikuti ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,” lanjutnya lagi.
Perusak kedua, kata dia, masih meneruskan maksiat. “Nabi saw bersabda betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga saja,” lanjut Syahrul. Di hadits lain juga disebutkan barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.
Kemudian ada hadits dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah bersabda. “Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan lahwun dan rafats. Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya: Aku sedang puasa, aku sedang puasa.”.
“Lahwun adalah perkataan sia-sia dan semisalnya yang tidak berfaedah. Sedangkan rafats adalah istilah untuk setiap hal yang diinginkan laki-laki pada wanita atau sebaliknya. Rafats juga dapat bermakna kata-kata kotor,” jelas Syahrul.
Masih kata Syahrul, perusak puasa yang ketiga adalah pelit dengan harta. “Padahal di bulan Ramadhan adalah waktu terbaik untuk berderma.
Disebutkan dalam riwayat Ali bin Abu Thalib, bahwa Nabi Muhammad saw bersabda. “Sesungguhnya di surga terdapat kamar-kamar yang mana bagian luarnya terlihat dari bagian dalam dan bagian dalamnya terlihat dari bagian luarnya.” Lantas seorang Arab Baduwi berdiri sambil berkata, “Bagi siapakah kamar-kamar itu diperuntukkan wahai Rasululullah?” Nabi menjawab: “Untuk orang yang berkata benar, yang memberi makan, dan yang senantiasa berpuasa dan shalat pada malam hari diwaktu manusia pada tidur.”
Terakhir, sambung Syahrul, perusak keempat, puasa tetapi tidak shalat. Puasa yang dilakukan oleh orang yang meninggalkan shalat tidaklah diterima karena orang yang meninggalkan shalat berarti kafir dan murtad. Dalil bahwa meninggalkan shalat termasuk bentuk kekafiran” adalah firman Allah Ta’ala yang berbunyi. “Faintaabuu waaqaamusshalaata waatawuzzakaata faikhwaanukum fiddiini wanufasshilulayaati liqaumin yaklamuuna.
”Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka mereka itu adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui. Alquran Surat At-Taubah ayat 11,” jelas Syahrul.
“Alasan lain adalah sabda Nabi saw bahwa pembatas antara seorang muslim dengan kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat,” jelas Syahrul. Karena itu, shalatlah kemudian tunaikanlah puasa. “Adapun jika engkau puasa namun tidak shalat, amalan puasamu akan tertolak karena orang kafir sebab meninggalkan shalat tidak diterima ibadah darinya,” pungkasnya mengakhiri ceramah. (habibie)