PWMU.CO – Kerut di wajah tanda usianya yang renta tak menyurutkan semangat Mbah Rasumi. Salah satu korban banjir lumpur di Desa Alas Malang, Kecamatan Singojuruh, Kabupaten Banyuwangi, itu mengumpulkan puing-puing perkakas rumahnya yang masih tertinggal bercampur lumpur, Jumat (29/6/2018).
“Wes ra siso, Nduk. Boto karo pasir iki lho. Ya Allaaahhh, syukur anak putu taksih lengkap (Sudah tidak bersisa, Nduk. Batu bata dan pasir ini saja lho. Ya Allah, bersyukur anak cucu masih lengkap),” tuturnya sembari mengambil beberapa baju yang tertimbun lumpur.
Rasumi menyampaikan, pasca bencana, setiap pagi dirinya mengeluarkan lumpur yang memenuhi rumahnya hingga ke atap.
“Yo direwangi relawan-relawan. Wingi nggih mboten saget mlebet, Nak. Pasir banyu sak menten (Ya dibantu relawan-relawan. Kemarin ya tidak bisa masuk, Nak. Pasir air segini),” ujar Rasumi menunjuk ke atap rumahnya.
Dia bercerita, Jumat (22/6/2018) jam 02.00 dini hari, kantor pengairan yang terletak di belakang rumahnya sudah menginfokan ada banjir dari atas Gunung Raung.
“Yo tak enteni. Mboten saget tilem. Nyawang kali mawon ngentosi banyu mili. Tak pikir yo banjir biasa. Lha kok jam songo banyu gedhe campur pasir langsung teko. Allaaahu Akbar! Allaaahu Akbar! Mlayu mboten iling anak putu. Wes pasrah karo Gusti Allah (Ya saya tunggu. Tidak bisa tidur. Lihat sungai saja menunggu air mengalir. Saya pikir ya banjir biasa. Lha kok jam sembilan air besar bercampur pasir langsung datang. Allaaahu Akbar! Allaaahu Akbar! Lari tidak ingat anak cucu. Sudah pasrah sama Gusti Allah),” jelasnya sembari mengusap air mata yang membasahi pipi keriputnya.
Sementara itu, Iwan Sugiawan, putra kedua Rasumi, membenarkan detik-detik kedatangan bencana itu.
“Banjir pertama itu tidak tinggi, Mbak. Cuma dua jengkal lah. Jadi mudah mengeluarkan endapan lumpurnya. Baru kali ini yang seperti ini. Saat itu yang ada di pikiran saya cuma lari ke arah gudang garmen karena lebih tinggi. Anak saya yang kecil itu digendong anak SMP ndak tahu siapa. Semua orang berteriak-teriak Allahu Akbar,” ungkapnya.
Iwan, sapaannya, mengaku tak bisa berkata apapun ketika melihat endapan lumpur memenuhi rumahnya yang terletak di belakang rumah ibunya.
“Rumah kami ini singkur-singkuran (bertolak belakang). Rumah saya yang hadap ke sungai langsung. Setelah air surut, saya dan warga lainnya itu cuma bisa ketenggengen (termenung) di depan. Rumah yang hanya terlihat atapnya saja,” ucapnya.
Selain Mbah Rasumi dan sang anak, turut membersihkan puing-puing bekas banjir lumpur ini adalah relawan Nasyiatul Aisyiyah Jawa Timur. Tidak terkecuali, Ketua Pimpinan Wilayah NA, Aini Sukriah, ikut terjun langsung sebagai relawan. (ria eka lestari)