PWMU.CO – Sebagaimana yang dikabarkan PWMU.CO, terdapat 11 warga Sumberagung, Desa Senduro, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, secara berjamaah menjadi muallaf, (29/6). Dipimpin oleh Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Senduro, Joyo Wiyoto, mereka resmi menjadi Muslim dan Muslimah. (Berita yang dimaksud: Keunikan Rombongan 11 Warga Sumberagung Masuk Islam, Duo Muallaf Bacakan Lantunan Ayat al-Quran)
Di balik peristiwa itu, ternyata ada semacam “Abu Thalib”sebagaiamana zaman Nabi Muhammad saw, yang mendorong mereka masuk Islam. Ke-11 saudara-saudari baru dalam Islam itu adalah Satunyar, Slami, Ema Permana, Sutono, Jumana, Satumi, Emelia Ratna Ayu Trisnawati, Siti Julaiha Putri, Atim Wahyu, Rahmadani Sekarsari, dan M Rafli Kurniawan. Uniknya, mereka semua masih merupakan anggota keluarga besar Samian, sesepuh dan tokoh agama Hindu setempat.
Saat ditemui PWMU.CO, Samian yang juga turut menghadiri acara ikrar 2 syahadat itu, memberi jawaban yang mengejutkan. “Aku seng ngongkon anak, mantu, putu, mlebu Islam. Ben kabeh keluargaku selamet, aku ijek tetep Hindu (saya yang mendorong anak, menantu dan cucu-cucu agar masuk Islam. Biar semua keluargaku selamat, dan saya masih tetap Hindu),” ujar Samian.
Sontak pernyataan pak Mian, panggilan karib Samian membuat yang hadir kaget. H Joyo Wiyoto, pun tidak bisa menahan perasaannya, dengan menyinggung nama Abu Thalib bin Abdul Muthalib dalam perjuangan awal Nabi Muhammad saw menyebarkan agama Islam. “Ternyata masih ada Abu Tholib di zaman sekarang ini,” ujar Joyo memberikan sambutan sebelum membimbing pengucapan dua kalimat syahadat
“Semoga Pak Mian diberi hidayah oleh Allah subhanahu wa ta’ala,” sambung Joyo sembari mengusap air mata yang menetes di pipinya. Serentak hadirin pun ikut mengamininya.
Menurut Samian, sebenarnya agama mayoritas penduduk setempat asalnya Muslim. Hal itu juga tampak dari nama-nama penduduk setempat yang hampir semuanya beraroma Islam. Termasuk nama dirinya, yang sebenarnya juga berasal dari bahasa Arab dan salah satu dari 99 asmaul husna.
Samian menceritakan bahwa perpindahan agama di daerah tersebut awalnya karena persoalan politik. Peristiwa itu terjadi di sekitar tahun 1960-an. “Kabeh mergo politik. Warga keweden, terus podo pindah agomo sekitar tahun suwidaan (Semua karena politik. Warga pada ketakutan sehingga pindah agama pada tahun 60-an),” kenang Samian sembari membimbing PWMU.CO menuju kediamannya.
Dan, Alhamdulillah, setelah hampir 60 tahun, kini terjadi perubahan. Tanpa paksaan, apalagi intimidasi, 11 warga “kembali” ke pelukan agama Islam. (uzlifah)