PWMU.CO – Muhammadiyah lahir sebelum Indonesia lahir. Perjuangan menuju Indonesia merdeka tak lepas dari peran serta Muhammadiyah. Di tiap proses perjuangan tersebut, hampir selalu ada tokoh Muhammadiyah di dalamnya. Untuk itu, tak berlebihan rasanya jika Muhammadiyah adalah ‘ibu’ yang turut melahirkan bangsa ini.
Hadir mengisi tabligh akbar rangkaian Syawal Expo dan Halal Bihalal Muhammadiyah kota Malang pada Ahad (29/7), Hajriyanto Y. Thohari. Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyebut kader Muhammadiyah hingga bagian akar rumput harus memiliki semangat dan terlibat aktif menyelenggarakan negara.
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) 2009-2014 tersebut mencontohkan tokoh-tokoh Muhammadiyah yang secara praktis terlibat dalam penyelenggaraan negara tersebut. Adalah Ki Bagus Hadikusumo yang aktif menjadi bagian BPUPKI. “Ia-lah yang menjawab pertanyaan Radjiman Wedyodiningrat tentang dasar negara.”
Ada pula Jenderal Soedirman, mantan ketua Hizbul Wathan yang menjadi panglima TNI. Pula Ir Juanda, kepala SMP Muhammadiyah Kramat, Jakarta Pusat yang menjadi perdana menteri pertama. Jasanya besar, yakni perluasan wilayah Indonesia melalui Deklarasi Juanda tahun 1957.
Hajriyanto merumuskan lima alasan sehingga Muhammadiyah harus terlibat aktif dalam penyelenggaraan negara. “Yang pertama adalah faktor historis. Melihat sejarah kemerdekaan bangsa ini, banyak tokoh Muhammadiyah yang berperan langsung. Ada Ki Bagus Hadikusumo, Kahar Muzakkir, Jenderal Sudirman, Kasman Singodimejo, Insinyur Juanda. Mereka adalah pewaris bangsa ini. Jadi kita tidak boleh jauh-jauh dari penyelenggaraan negara,” ujar Hajriyanto di hadapan ribuan warga Muhammadiyah di hall dome UMM.
Kedua, ialah faktor teologis. Negara ini, lanjut Hajriyanto, lahir dari Muhammadiyah. “Maka, terlalu tua dan dewasa kalau Muhammadiyah diajari cinta NKRI,””kelakarnya disambut tawa seisi dome.
Ketiga ialah faktor teleologis. Artinya, Muhammadiyah punya tujuan untuk menegakkan Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Selain itu, faktor psikologis dan pragmatis adalah dua hal yang mendorong Muhammadiyah untuk andil dalam penyelengaraan negara.
“Kalau Muhammadiyah terlalu jauh dari penyelenggaraan negara, maka kader akan merasa teringgirkan. Akan terjadi deprivasi kalau sampai seperti itu,”” katanya.
Terkait faktor pragmatis, tujuan ini bisa dicapai salah satunya melalui silaturrahim.”Silaturrahim sangat penting. Kalau Muhammadiyah kurang kohesivitas sosial, maka kerekatan akan berkurang. Halal bihalal semacam ini penting sebagai intensivikasi dan ekstensivikasi. Banyak tujuan tercapai kalau kita juga banyak bersilaturrahim,” pesan pria berkacamata ini. (isna)