PWMU.CO – Kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) haruslah punya karakter ulul albab. Tidak malah terlibat arus. Demikian dikatakan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah DR Haedar Nashir saat membuka Muktamar XVIII IMM di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Selasa (1/8).
“Kader IMM itu harus berkarakter Ulil Albab. Punya kemampuan berfikir dan berdzikir, mampu mengolah setiap paradigma, perspektif, pendapat yang kemudian diambil yang terbaik,” jelas Haaedar tentang tipe ideal kader IMM. “Tidak malah ikut arus!” tegasnya menyambung.
“Kader IMM harus menjadi kader yang berkualitas,” lanjut dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini tentang kader yang mempunya cara pandang luas dalam melihat persoalan. Kualitas ini, kata Haedar, juga harus diperkokoh dengan budi pekerti yang baik. “Nah kader berkualitas itu memiliki akhlakul karimah yang kokoh.”
Untuk menjadi kader berkarakter ulul albab, Haedar berpesan setidaknya harus ada 5 keunggulan yang harus dimiliki kader IMM. Pertama, keunggulan idealism yang berprinsip pada ideologi dan manhaj Muhammadiyah.
“Di dalam forum boleh melakukan perdebatan, namun harus berada dalam batasan-batasan yang ada,” pesannya untuk menjadikan Muktamar IMM sebagai permusyawaratan tertinggi yang tulus, hati yang bersih dan kecerdasan dalam mengambil setiap keputusan.
Kedua, perkuat keunggulan organisasi. “Perlu digaris bawahi bahwa IMM bukanlah suatu paguyuban, bukan tempat arisan melainkan IMM adalah organisasi modern seperti bapaknya yakni Muhammadiyah,” tegas Haedar.
Dengan sedikit berseloroh, Haedar memberi tamsil organisasi modern atau sebaliknya. “Muhammadiyah itu organisasi modern. Tandanya adalah sesuatu yang ruwet bisa menjadi simple. Kalau yang simpel menjadi ruwet, itu tandanya masih tradisional,” paparnya memberi contoh.
Ketiga, kekuatan personal yang berasal dari Trilogi Kompetensi IMM sendiri, yaitu Religiusitas, Intelektualitas dan Humanitas. “Jangan pernah sekali kali mengejar jabatan atau amanah. Tapi kalau dikasih amanah, jangan ditolak,” tegasnya tentang konteks religiusitas IMM dalam praktik.
Kekuatan humanitas yakni sikap manusiawi terhadap sesama, tampil sebagai kader yang santun, menyejukkan, dan memberi solusi. Untuk memperkuat intelektualitas, tegas Haedar, kader IMM harus meningkatkan gerakan Iqra’ sebagai bahan referensi yang harus dimiliki. “Kembalikan budaya membaca, seorang akademisi harus punya banyak referensi,” pesannya.
Keempat, kekuatan sinergi. Dalam hal ini IMM tidak dapat berdiri dan berjalan sendirian, maka harus memperluas sinergi dengan berbagai pihak. Kelima, kekuatan peran. Dalam peran ini perlu dilakukan dengan landasan trilogi gerakan sebagai gerakan keislaman, kemahasiswaan dan kemasyarakatan. (nia/uzlifah)