PWMU.CO – Setelah tahu dari media bahwa saya masuk calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari Jawa Timur, mantan Ketua KPU Jatim Wahyudi Purnomo menanyakan kepada saya, “Sampean sudah menyiapkan modal berapa miliar?”
Mendengar pertanyaan itu, saya bengong. Tidak ngerti harus jawab apa, karena memang tidak pernah terpikirkan sama sekali. “Saya hanya punya modal sosial pak!,” jawab saya sekenanya.
“Masak bisa. Lawan sampean keuangannya tangguh-tangguh lho,” sangkal dosen FISIP Unair tersebut. Sejak itu, pembicaraan terhenti.
Tapi, selama tiga bulan terakhir, saya menjumpai banyak orang dengan kerelaan hati. Tanpa dibayar menyediakan waktu, tenaga dan dana untuk menyukseskan jihad politik Muhammmadiyah.
Di setiap kota dan kabupaten terbentuk Tim Pemenangan. Setelah dikukuhkan, mereka langsung bergerilya mengumpulkan dana sebagai modal awal untuk kegiatan sosialisasi pemenangan.
Di Jember misalnya, setelah Tim yang dikomandani drh Puput Rijalul Wijaya dikukuhkan bersamaan acara Halal Bihalal (8/7), semua anggotanya berlarian mendekati audien dengan membawa benda apa saja yang bisa dipakai untuk tempat uang. Kurang dari sepuluh menit, terkumpul tujuh juta rupiah.
Di Trenggalek juga demikian (11/7). “Sudah saatnya Muhammadiyah turun gunung memperbaiki kondisi bangsa melalui jalur politik. Tiada pilihan lain kecuali harus mendukung,” tutur Rohmat, Ketua PDM Trenggalek, diikuti pembentukan Tim Pemenangan.
Setelah dikukuhkan, Tim yang diketuai Feri Bagus Setiawan, itu langsung menggali dana dari audien. Dalam tempo 5 menit, terkumpul dua juta lima ratus ribu rupiah.
Demikian pula ketika MKKS (Musyawarah Kelompok Kerja Sekolah) menggelar Syawalan bersama guru dan karyawan Muhammadiyah se-Sidoarjo (12/7). Setelah dibentuk Tim beranggotakan para kepala sekolah, yang diketuai Ahmad irjik, mereka langsung berhamburan menarik dana dari audien. Dalam tempo lima menit, terkumpul enam juta rupiah.
Kerelawanan juga muncul dalam bentuk yang berbeda. Di Lamongan misalnya, masyarakat rela urunan aneka makanan untuk konsumsi peserta konsolidasi yang dilakukan per-daerah pemilihan (Dapil). Dari 5 Dapil, setiap Dapil dihadiri lebih dari 700 peserta.
“Ketika saya ditanya, dari mana dananya? Urunan sesuai kemampuan masing-masing, baik berupa uang, maupun makanan,” jawab Mat Iskan, Ketua Tim Pemenangan Lamongan.
Menurut dia, memilih pemimpin berdasarkan isi tas akan mempercepat tenggelamnya Negara Indonesia. Bagi dia, gerakan partisipatoris dari warga Persyarikatan untuk penyuksesan calon pemimpin bangsa adalah niscaya. Sebab, ini adalah ikhtiar Muhammadiyah untuk memperbaiki kondisi perpolitikan di negeri ini, bukan keinginan pribadi.
“Jika kita dalam memilih calon pemimpin bangsa masih berharap amplop berisi Rp 50 ribuan, maka itu sama saja kita ikut mempercepat ‘tenggelamnya’ negara ini,” tandasnya.
Acara sosialisasi bukan saja dilakukan oleh Tim Pemenangan. Setiap Cabang dan Ranting se-Jatim juga berebut melakukan hal yang sama, dikemas dalam bentuk pengajian dan aneka pertemuan lainnya. Tentu biayanya tidak kecil. Menariknya, semua dilakukan dalam suasana gembira dan penuh keakraban.
Menanggapi fenomena tersebut, DR Abdul Mu’ti, memuji warga Muhammadiyah Jawa Timur. “Ini contoh praktik berdemokrasi yang benar. Masyarakat yang membiayai calon yang diusung, bukan calon yang menyuap masyarakat untuk dipilih,” komentar Sekretaris PP Muhammadiyah itu.
Fenomena ini memberi harapan baru, bagai titik terang di tengah kegelapan malam. Ternyata di tengah hiruk pikuk politik yang serba mengedepankan isi tas, masih banyak orang yang haus akan aktivitas kerelawanan, ikhlas tanpa pamrih melakukan kerja-kerja politik tanpa dibayar, demi tujuan mulia, memajukan bangsa.
Bagi mereka, niat menjadi relawan adalah ladang amal shaleh untuk ber-fastabiqul khairat. Itulah relawan sejati. Maka jika ada yang menawarkan diri menjadi relawan dengan berharap isi tas, itu salah alamat.
Memang, kerelawanan dan kedermawanan di lingkungan Muhammadiyah itu hal biasa. Tapi dalam konteks politik, sepertinya baru terjadi. Antara lain dipicu oleh kegemasan terhadap situasi politik yang dinilai kurang kondusif bagi tegaknya politik nilai.
Saya terharu dan merinding menyaksikan kekuatan arus bawah yang begitu dahsyat. Semoga Allah meridlai langkah kita dan memberi kemenangan. (*)
Kolom ditulis oleh Nadjib Hamid MSi, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur