PWMU.CO – Perasaan campur aduk dirasakan oleh Muhammad Naufal Firdaus, siswa SMA Muhammadiyah 2 Surabaya (Smamda), begitu pesawat mendarat di Bandar Udara Navegantes, sebuah kota pesisir di negara bagian Santa Catarina, Brasil, Jumat (24/8/2018).
Ini pertama kali dia menginjakkan kaki di benua Amerika. Perjalanan panjang selama 33 jam dari Bandara Juanda ke Jakarta terus transit Doha. Kemudian sambung ke Sao Paulo, Brasil, terbang melintasi Samudra Atlantik. Dia ke Brasil mengikuti pertukaran pelajar yang disponsori Rotary.
“Terbang keluar negeri tanpa ada keluarga for first time, pasti deg-degan ditambah lagi penerbangan ke Brasil sekitar 33 jam,” katanya. Begitu mendarat di Navegantes hatinya lega karena kota yang dituju sudah dekat. Meskipun masih menempuh jalan darat lagi menuju kota kecil, Ascurra, selama 1,5 jam. Di kota yang nyaman dan indah inilah dia akan tinggal.
Siswa kelas 12 IPS 1 ini menceritakan, perjalanannya sangat lama sekali. Sempat merasakan kebosanan dan jetlag selama perjalanan. Ini menjadi pengalaman yang berharga baginya. “But I have something really good in my flight from Jakarta to Doha, ” katanya.
Ada peristiwa lucu yang dialami Naufal saat di pesawat. Misalnya, penerbangannya dari Doha menuju Brasil kegiatan yang bisa dilakukan tidur dan nonton film. Anehnya, setiap mau tidur selalu saja ada gangguan. “Gangguan itu seperti pramugari membangunkan saya untuk menawarkan minum, entah orang sebelah saya mau ke toilet, atau membangunkan cuma mau nanya,” ceritanya.
Lucunya lagi, orang itu bertanya hanya memakai bahasa isyarat karena tidak bisa bahasa Inggris sama sekali. Akhirnya dia bisa tertidur juga. Tapi sejenak kemudian dibangunkan lagi. ”So i didn’t sleep for 8 hours flight. Pas waktu saya bangun, kali ini pramugari tidak menawarkan apa-apa, kan gregetan,” sambung Naufal dengan gelak tawa.
Naufal juga menceritakan kepanikannya saat di Sao Paulo untuk lanjut flight domestik ke Navegantes. Banyak gate di Bandara Sao Paulo membuatnya kebingungan. Bertanya kepada petugas bandara, ternyata petugasnya tidak bisa bahasa Inggris.
Ia menelepon ke house family-nya Mr Kleberson Staloch. Tapi mendapat jawaban, dia juga belum pernah ke Sao Paulo sehingga tidak bisa memberi info. “Saya panik. Harapan saya cuma semoga ada yang menolong saya waktu itu,” ujarnya.
Dia putar-putar berkeliling di bandara ini. Akhirnya ketemu juga gate penerbangan yang dicari. Tapi dia salut sama orang Brasil yang sangat mencintai bahasanya, bahasa Portugis. Sedikit sekali yang bisa bahasa Inggris.
Tak lama kemudian pesawat mendarat di Bandara Victor Konder Kota Navegantes. Sudah tengah malam pukul 23.30 waktu setempat. Begitu turun menuju pintu keluar, Naufal mendapat kejutan. Banyak orang menyambut kedatangannya dengan meriah. Jumlahnya mencapai 25 orang. Tua muda, lelaki perempuan. Lengkap bawa spanduk dan poster ucapan selamat datang.
Ada house family-nya Kleberson Staloch bersama istrinya Adriana Suchara Staloch dan anaknya, Erich Suchara. Juga ada teman-teman sekolah dan anggota klub Rotary. Mereka memberi Naufal kaos jersey kesebelasan Brasil nomor punggung 18 bertuliskan nama Naufal.
“Well welcoming mereka keren sekali, 25 orang menunggu saya di bandara. Mereka sampai menyewa bus buat menjemput saya,” katanya.
Naufal tinggal di Rua Santa Ana. Dia mengaku menangis haru karena mendapat keluarga baru yang sangat baik. Tinggal di rumah orangtua Tais Suchara Staloch yang sekarang juga mengikuti pertukaran pelajar di Smamda.
“Saya sangat bersyukur bisa mendapatkan keluarga baru seperti mereka. Terima kasih ya Allah, sudah memberi keluarga yang baik hati,” ujarnya. (Masitha)