PWMU.CO-Mulut gang Kalimas Udik IC sangat sempit. Hanya cukup untuk lewat satu sepeda motor. Tapi selepas memasuki mulut gang itu terdapat jalan yang sangat lebar. Di sebelah kiri terletak bangunan sangat tua berlantai dua. Bentuknya memanjang.
Di situ ada ruang untuk Masjid At Taqwa. Ruang lainnya disekat-sekat dengan kayu untuk kelas belajar SD Islam Mufidah. Di lantai satu dan dua ada enam kelas. Pojok barat bangunan ada bekas rumah yang sekarang dipakai untuk TK. Berhadapan dengan bangunan ini terdapat rumah bercat kuning.
Di dua bangunan inilah KH Ahmad Dahlan pernah menginap yang dijamu oleh tuan rumahnya KH Mas Mansur. Pertemuan dua tokoh besar di kampung Kalimas Udik ini mewarnai pergerakan dakwah Islam di tanah air. Terutama gerak Persyarikatan Muhammadiyah.
Menurut beberapa sumber, suatu saat KH Ahmad Dahlan datang ke Surabaya tahun 1920 untuk mengisi pengajian di Pondok Pesantren Pabean Cantikan pimpinan Haji Ali. Oleh panitia pengajian Kiai Dahlan hendak diinapkan di hotel. Namun Mas Mansur menawarkan menginap di rumahnya saja. Ternyata Kiai Dahlan setuju.
Setahun setelah peristiwa itu berdirilah Cabang Muhammadiyah Surabaya yang diketuai Mas Mansur pada 1 November 1921. Kiai Dahlan datang lagi untuk meresmikan berdirinya cabang Surabaya ini.
Rofik (58), warga Kalimas Udik yang masuk SD Mufidah tahun 1968, menceritakan, masjid dan gedung sekolah ini peninggalan KH Mas Mansur. Zaman dia sekolah masih lesehan. Menulisnya di dampar.
”Rumah di depannya ini dulu pernah ditempati Ibu Zakiyah, istri KH Mas Mansur,” kata Rofik ditemui Ahad (30/9/2018). ”Rumah Ibu Zakiyah sudah dijual. Sekarang ditempati orang lain.”
Memang Rofik tidak mengenal KH Mas Mansur yang meninggal tahun 1946 saat menjadi tahanan Belanda di penjara Kalisosok. ”Tapi saya mengenal Ibu Zakiyah dan anaknya, Pak On yang menjadi kepala sekolah Mufidah ini,” tuturnya.
Pak On yang dia maksud itu adalah Aunurrofik, anak kedua Mas Mansur. Pak On juga dikenal sebagai kiai dan aktivis Muhammadiyah. Makamnya berdampingan dengan ayahnya di sebelah timur kompleks Masjid Ampel.
Antara Kiai Dahlan dengan Mas Mansur seperti ada chemistry yang senyawa tentang pemahaman Islam. Keduanya sama-sama lulusan Mekkah tapi dalam kurun waktu yang beda. Namun keduanya sama-sama mengalami situasi perkembangan pemikiran Islam di Timur Tengah. Mendapatkan pencerahan yang sama.
Saat Mas Mansur sepakat masuk Muhammadiyah dengan membuka cabang di Surabaya, Kiai Dahlan langsung berkomentar, ”Sudah kita pegang sapu kawat Jawa Timur.”
Ya, Mas Mansur dijuluki sapu kawat oleh Kia Dahlan. Julukan itu menggambarkan kekuatan pikiran dan tekadnya untuk menyebarkan pembaruan pemahaman Islam yang tertutup oleh tradisi.
Tokoh-tokoh lain yang membantu Mas Mansur menghidupkan Muhammadiyah di Surabaya antara lain KH Ali, H Ashari Rawy, H Ali Ismail dan Kiai Utsman.
Selain mengendalikan Muhammadiyah, Kiai Dahlan dan Mas Mansur juga aktif mengisi pengajian dan diskusi politik di Sarekat Islam pimpinan Tjokroaminoto. Masjid Plampitan VIII sebagai salah tempat pengajian yang mempertemukan banyak tokoh pergerakan. Kiai Dahlan dan Mas Mansur juga diangkat menjadi penasihat Sarekat Islam.
Mas Mansur lahir dan hidup dalam lingkungan pesantren. Ibunya Raudhah, berasal dari keluarga Pesantren Sidoresmo. Ayahnya KH Mas Ahmad Marzuqi mendirikan pesantren di Kalimas Udik ini. Bangunan panjang yang dipakai masjid dan SD Mufidah itu peningalan ayahnya.
Saat kecil dia mondok di Pesantren Sidoresmo dengan Kiai Muhammad Thaha. Menginjak usia sepuluh tahun, dikirim ayahnya ke Pondok Pesantren Demangan, Bangkalan,berguru kepada Syekhona Kholil.Selepas itu dia naik haji dan sekolah di Mekkah. Kemudian pindah ke Al Azhar, Kairo.
Muhammadiyah Surabaya saat itu langsung berkembang. Mendirikan Majelis Penolong Kesejahteraan Umum (PKU) berupa Balai Kesehatan di Sidodadi dengan menggandeng dr Soetomo.
Peresmiannya dilakukan 14 September 1924 dihadiri Pengurus Besar Muhammadiyah seperti KH Syudja dan Ki Bagus Hadikusumo. Direktur CBZ Simpang dr Tamm. Balai Kesehatan Muhammadiyah ini pertama kali yang dibangun oleh orang pribumi di Jawa Timur.
Kemudian balai ini pindah ke Karang Tembok tahun 1925. Empat tahun kemudian pindah lagi ke Kampemenstraat 180-182 Surabaya hingga sekarang menjadi RS PKU Muhammadiyah Surabaya. Setelah wafatnya Mas Mansur, Kampemenstraat berubah nama menjadi Jl. Mas Mansur.
Saat mendirikan SD Mufidah peninggalan Mas Mansur ini bukan sekolah milik Muhammadiyah. Perguruan ini dikelola oleh Yayasan KH Mas Mansur. Logo yayasan ini sangat mirip dengan logo sekolah Muhammadiyah. Berupa sinar matahari, di tengahnya ada bangku sekolah.
Ketua Yayasan Junus Ghurus menjelaskan, sekolah peninggalan Mas Mansur ini ada rencana dipugar. Rumah di ujung barat yang terakhir ditempat cucu Mas Mansur, Mbak Etik, sudah diwakafkan.
”Gedung ini perlu dipugar agar fasilitas sekolah dan masjid layak untuk zaman sekarang,” katanya. “Tahun depan mulai digambar rencana pemugarannya.”
Masjid Taqwa memang sempit. Menyatu dengan ruang kelas. Jika hari Jumat sekat ruang kelas dan bangku dipindahkan agar ruang itu longgar menampung jamaah shalat Jumat. Khusus hari Jumat siswa belajar lesehan. Jumlah siswa saat ini mencapai 260 anak. (sgp)