PWMU.CO – Apa hubungan menulis berita dan ngrumpi—mengobrol dengan teman dalam kelompok kecil? Jawabannya ada dalam forum Pelatihan Jurnalistik yang diselenggarakan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Komisariat FKIP Universitas Muhammadiyah Gresik (UMG) di Gedung Sang Pencerah UMG, Jumat (2/11/18).
“Menulis itu mudah, semudah ngrumpi,” ucap Mohammad Nurfatoni, redaktur PWMU.CO, yang siang itu menjadi pembicara tunggal dalam pelatihan yang diikuti oleh 25 peserta dari IMM Komisariat FKIP, Komisariat Tehnik, Komisariat Psikologi, dan Komisariat Ekonomi UMG.
Untuk meyakinkan ‘teorinya’ itu, pria yang biasa dipanggil Fatoni ini memberikan contoh sebuah dialog dua mahasiswa dalam sebuah rumpian. Dialog ringan dengan bahasa sehari-hari tentang sebuah kegiatan di kampus itu kemudian diubahnya dari gaya bahasa lisan menjadi bahasa tulisan.
Maka rumpian itupun menjadi sebuah straigth news alias berita langsung, yang singkat serta memenuhi unsur 5W1H (what/apa, who/siapa, when/kapan, where/di mana, why/mengapa, dan how/bagaimana).
“Sebenarnya, sehari-hari kita ini sudah terbiasa membuat berita. Hanya saja masih disampaikan dalam bentuk lisan. Jarang yang kita tulis. Padahal, sebenarnya, sama mudahnya,” ungkapnya. “Tinggal soal kebiasaan.”
Tapi menurutnya, peristiwa yang ditulis itu—dibanding yang dirumpikan—memiliki banyak keunggulan. “Karena tulisan itu mudah menyebarluas, apalagi di zaman medsos ini,” ucapnya.
Karena itu Wakil Ketua Lembaga Informasi dan Komunikasi (LIK) Pimpinan Wilayah Muhamamdiyah (PWM) Jawa Timur ini memotivasi agar mahasiswa rajin menulis berita.
“Sebab selain dikenal, kegiatan yang kita lakukan akan menginspirasi orang banyak. Tembok ruangan ini akan menembus dunia luar karena kita menulis dan menerbitkan beritanya,” papar dia.
Namun begitu, Pemimpin Redaksi Buletin Jumat Hanif ini mengingatkan agar berita yang ditulis punya kredibilitas sehingga dipercaya orang. “Jangan menulis yang bisa dipersepsikan sebagai berita hoax,” dia mengingatkan. “Misalnya tidak ada tanggal pristiwa atau tempat kejadian.”
Untuk itu, alumnus Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Surabaya ini wemanti-wanti agar dalam menulis berita diperhatikan fakta dan akurasinya. “Berita itu tidak boleh dikarang-karang. Tapi harus sesuai fakta. Juga tidak boleh memasukkan opini atau pendapat pribadi si wartawan,” pesannya.
Soal akurasi, di samping benar dalam penulisan pernyataan, nama, dan jabatan narasumber, Fatoni juga menggingatkan jangan salah ketik. “Orang yakin atau tidak pada berita Anda, di antaranya dilihat dari keseriusan penyajiannya. Jika banyak salah ketik atau typo, maka bisa rendah tingkat kepercayaan pembaca,” urainya.
Fatoni bercerita, sebagai redaktur PWMU.CO, dia dan redaktur lainnya berusaha menjaga agar portal milik PWM Jatim itu memiliki kredibilitas yang tinggi.
“Insyaalah kami jaga itu. Dan terbukti setiap berita human interest yang diturunkan, selalu mengundang simpati netizen sehingga banyak yang memberikan bantuan pada korban,” jelasnya.
Putra asli Lamongan ini juga memberi tips bagaimana pengambilan gambar yang baik. “Jangan mengambil gambar seperti sedang terjadi gempa. Gambarnya penceng (miring),” ujarnya memberi contoh yang disambut tawa peserta.
Bekas guru SMA Muhammadiyah 1 Babat Lamongan ini menegaskan, foto adalah salah satu fakta yang menguatkan berita. Sayangnya, banyak jurnalis warga dan media komunitas yang abai soal itu.
“Bahkan kadang antara foto dan teks berita itu bertolak belakang,” ungkapnya. Dia memberi contoh tentang isi berita yang mendeskripsikan peserta suatu acara sedang menangis, tapi foto yang ditampilkan sedang tersenyum semua. “Ini tidak tepat mengambil momennya,” ucapnya.
Di sesi akhir Fatoni memberikan tugas kepada peserta untuk membuat berita tentang kegiatan yang menjadi program Rumpi akronim Rumah Pena IMM ini.
Seperti yang diharapkan, ternyata beberapa peserta berhasil menulis berita itu dalam waktu yang ditentukan. “Benar kan, menulis itu semudah ngrumpi,” ujarnya mengomentari hasil tulisan peserta. Dia pun memberi hadiah sebuah T-shirt untuk satu berita terbaik yang dimenangi Fatma Hajar Islamiyah.
Menurut Ketua Komisariat FKIP Nur Hakiky program, program Rumpi bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kader IMM dalam menulis berita. “Supaya kegiatan-kegiatannya IMM UMG bisa diketahui masyarakat luas, tidak hanya kader IMM sendiri,” ujarnya.
Klop deh! Mengubah kebiasaan ngrumpi menjadi berita di program Rumpi! (Hafidzah/NH/FHI)