PWMU.CO – Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Dr Haedar Nashir menekankan empat hal penting yang perlu diperbicangkan dalam Rembuk Nasional Forum Guru Muhammadiyah.
Pertama bagaimana agar rembuk nasional bisa membangkitkan kembali idealisasi tentang guru. Sebab, sosok yang memperoleh tempat dalam sejarah hidup seseorang itu adalah guru, di samping orangtua.
“Hampir semua orang yang sukses dalam karir maupun mendapatkan peran-peran penting, selalu kembali pada guru. Di samping pada orang tua,” ujarnya ketika membuka acara di Aula Mohamad Djazman Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Jumat (9/11/18).
Haidar menegaskan, idealisasi guru sebagai harga yang sangat mahal, sebagai mutiara dan mozaik dalam perjalan hidup umat manausia.
“Maka rawatlah idealisme itu, dan bangun kembali untuk menghadirkan oase ketika bangsa ini kering sosok-sosok yang memberi teladan dan mencerahkan,” ujarnya sambil menyebut film Laskar Pelangi.
Karena itu, Haidar meminta guru-guru Muhammadiyah menjadi guru yang unggul, yakni guru yang punya kualitas diri di atas rata-rata. Bukan hanya memiliki kemampuan atau skill mendidik atau mengajar saja. Tapi juga unggul dalam karakter diri.
“Etos sebagai seorang pendidik, dalam keadaan apapun, tidak boleh pernah pudar. Selalu harus menjadi suluh bagi muridnya, bagi masyarakatnya dan bangsanya,” pintanya.
Kedua, guru adalah sosok pendidik, bukan hanya seorang pengajar. Haedar menyebutkan, Islam mengajarkan umatnya untuk menjadi pendidik sebenarnya, yang membawa risalah.
“Jadi guru Muhammadiyah bukan hanya sebagai pengajar ilmu pengetahuan saja. Tapi juga menjadi dai dan pembawa risalah,” pesannya.
Ia mengingatkan agar guru Muhammadiyah tidak hanya fokus mendidik sesuai dengan disiplin ilmunya. Jangan pula mengisolasi diri seakan-akan tidak punya peran dakwah.
“Ajarai anak-anak kita nilai yang elementer. Juga sesuatu yang abstrak tentang kehidupan. Mari kita perbincangkan nilai ideal kita sebagai guru dan pendidik,” urainya.
Ketiga, lanjutnya, guru adalah pilar untuk melahirkan generasi bangsa yang utama. Sebab guru adalah pemimpin dan elit bangsa. Begitu pula sebaliknya, pemimpin bangsa dan para elitnya juga menjadi guru.
“Saya yakin Indonesia tidak akan menjadi negara berkemajuan dalam kontruksi Muhammadiyah, atau negara yang dicita-citakan ole pendiri bangsanya, yakni negara yang berdaulat, adil dan makmur, jika tanpa guru,” tegasnya.
Keempat fokus berbicara tentang peningkatan kualitas dan jejaring. “Tidak perlunya guru Muhammadiyah mengeluhkan terkait kondisi bangsa Indonesia,” pintanya.
Nah, nilai-nilai inilah yang sesungguhnya perlu menjadi perhatian kita bersama. “Saya percaya rembuk nasional ini akan membuat kita bangga menjadi guru Muhammadiyah yang ungul, maju, dan mencerahkan. Majulah Muhammadiyah di tangan guru-guru Muhammadiyah,” ujarnya. (Aan)