PWMU.CO-Keberanian Sindu, tokoh utama, mengungkapkan kebenaran di tengah arus kejahatan besar telah ia sadari membawanya pada risiko besar. Matanya pun terluka hampir buta akibat kepungan teror yang diterimanya.
Cuplikan ini adalah sejumput kisah yang ditulis Agus Dwi Prasetyo pada novel terbarunya, Teror Mata Abdi Astina. Novel ini diresensi dalam acara Bedah Buku Jurnalis Jawa Pos dalam momen peringatan Hari Anti Korupsi di Aula Teknis UMM, Jumat (14/12/2018).
Banyak peserta acara ini berpendapat, kisah yang dituangkan dalam novel ini mengingatkan pada kasus yang menimpa salah satu penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan.
Agus Dwi, wartawan yang kesehariannya bertugas meliput di lembaga antirasuah ini mengakui, nama Sindu yang menjadi tokoh utama dalam novel tersebut dikiaskan seperti Novel Baswedan yang hingga saat ini belum terungkap siapa pelaku penyerangan air keras terhadapnya.
”Secara pribadi saya tidak mau mengatakan, cerita yang say atulis ini menggambarkan kisah Novel Baswedan. Biarkan publik yang menilai,” ujar Tyo, panggilan Agus Dwi Prasetyo.
Sebagai dongeng yang disajikan dengan menyerempet fakta menguak sejarah jihad melawan korupsi, Ketua Prodi Magister Hukum, Mokhammad Najih, memaparkan bagaimana sastra dapat menjelaskan fakta peristiwa dengan alur kisah dalam konteks dari novel ini.
“Novel ini membuat siapa pun dapat mengingat kembali peristiwa yang terjadi saat ini,” papar Najih. Penulisnya dan pembaca bisa berimajinasi apa yang sebenarnya sedang terjadi berdasarkan fakta, bukti dan informasi.
Najih menilai, penulis sangat piawai mengangkat beberapa fakta yang saat ini terjadi. Terlebih menjadikannya sebuah karya fiksi. ”Karya fiksi dipilih sebagai upaya mengungkap peristiwa yang belum bisa diungkap dalam dunia nyata,” kata Najih.
Febri Diansyah, juru bicara KPK yang juga hadir sebagai pembicara, mengapresiasi kegiatan ini sebagai sebuah bentuk implementasi melawan lupa.
Ia menuturkan, hal yang paling sulit untuk dikalahkan oleh manusia adalah lupa.”Kehadiran kita hari ini, di sini, adalah sebuah jihad untuk melawan lupa atas diri kita sebagai manusia,” tuturnya. (Izzudin)