PWMU.CO – Di pengujung 2018 Amien Rais menyepi selama lima hari. Hasilnya adalah refleksi yang dituangkan dalam buku berjudul Hijrah, Selamat Tinggal Revolusi Mental, Selamat Datang Revolusi Moral.
Jumat (11/1/19) buku itu dilaunching oleh Amien Rais. Natalius Pigai, Khusnul Mar’iyah, dan Drajad Wibowo menjadi pembahas.
Amien Rais menyitir Prof Umar Seno Adji bahwa there is no law without morality and no morality without religion. Hukum tidak akan bisa tegak tanpa moralitas, dan moralitas tidak bisa berdiri tanpa agama.
Amien Rais memberi ilustrasi, dia yang Muslim dan Natalius Pigai yang Nasrani bisa mempunyai banyak kesamaan visi. Itu terjadi karena mereka adalah penganut agama Ibrahimi, agama yang diturunkan dari langit kepada anak turun Ibrahim. Agama menjadi sumber moralitas sosial dan politik yang kemudian mempertemukan visi Amien dan Pigai.
Agama melahirkan etika akhlak yang harus dipegang secara konsisten dalam berbagai hal dan sudah menjadi kebutuhan dan kebiasaan seperti makan dan minum.
Revolusi mental Jokowi awalnya bagus. Bung Karno pernah menganjurkan perlunya mental reconstruction di awal-awal kemerdekaan. Tapi, tidak ada dokumen resmi revolusi mental yang bisa menjadi referensi sejarah. Beda dengan konsep Bung Karno mengenai nation and character building yang bisa dilacak pada karya-karya Bung Karno seperti Di Bawah Bendera Revolusi.
Amien menyebut konsep revolusi mental tidak mempunyai kerangka berpikir maupun kerangka filosofis yang konkret. Amien menyebut revolusi mental buta nilai.
Mental itu sikap. Misalnya, orang yang plonga-plongo menunjukkan follower mentality. Sebaliknya seorang pemimpin yang risk taker berani ambil risiko itu menunjukkan punya leaderahip mentality. Pemimpin harus mandiri bukan kepanjangan tangan atau kacung dari siapa pun. Itulah mentalitas pemimpin.
Ada lima poin revolusi mental Jokowi yang sekarang seperti tinggal menjadi monumen saja karena tidak ada implementasi maupun hasilnya sama sekali.
Yang pertama adalah “Gerakan Indonesia Melayani”. Alih-alih melayani rakyat sekarang malah melayani rakyat negara lain. Mental kita menjadi pelayan negara lain. Coolies among nations, nations among coolies.
Unsur kedua adalah “Gerakan Indonesia Bersih”. Bersih dari apa? Bersih fisik penting, tapi bersih dari mentalitas korup jauh lebih urgen.
Unsur ketiga revolusi mental adalah “Gerakan Indonesia Tertib”. Kita tahu bukan ketertiban yang muncul tapi kekacauan. Aturan sering ditabrak dan birokrasi terlihat acak adut. Seseorang sudah siap dilantik tiba-tiba batal karena si bos terbang ke Lampung. Itu hanya satu contoh.
“Gerakan Indonesia Mandiri” adalah unsur keempat dari revolusi mental. Percayakah kita bahwa Indonesia mandiri. Sekarang ini ketergantungan Indonesia terhadap produk asing begitu besar dan utang luar negeri begitu mengkhawatirkan.
Slogan kelima adalah “Gerakan Indonesia Bersatu”. Yang dipamerkan malah mental memecah belah. Aku Pancasila, aku Bhinneka, kalian beda pendapat berarti kalian bukan Pancasila bukan Bhinneka.
Revolusi mental menjadi slogan kosong karena miskin konsep dan nir penghayatan. Jangankan melaksanakan, memahami saja tidak mampu karena memang konsep itu buatan orang lain.
Saatnya say goodbye kepada revolusi mental yang tinggal jadi monumen kosong. Selamat datang revolusi moral.
Moral bersumber dari agama dari nilai-nilai Allah langsung untuk bisa membedakan yang hak dan yang batil, baik dan buruk, sesuai nilai kemanusiaan.
Moralitas memberi penunjuk semacam kompas moral. Kalau tidak ada kompas moral maka yang terjadi adalah standar moral yang rendah, kebohongan adalah hal yang biasa, bahkan pengkhianatan adalah hal yang biasa dilakukan. Inilah yang terjadi di era Jokowi sekarang.
Indikator gagalnya revolusi mental adalah cara berpikir yang dangkal. Bangunlah infrastrktur dengan utang dan perintahkan BUMN untuk menggarap proyek, setelah proyek selesai juallah kepada swasta. Inilah contoh kedangkalan berpikir.
Janji memberantas mafia ternyata kosong. Mafia impor bergentayangan. Mafia monopoli makin gemuk dan subur. Mafia hukum dan peradilan makin merajalela.
Rezim ini menampilkan kebohongan yang sudah menjadi industri. Rezim sangat menyukai kepalsuan dan bahkan terjangkit sindrom keraja-rajaan sehingga berkostum dan bertingkah bak raja-raja. Raja bohong dipuja-puja. Di masyarakat lahir new culture yaitu budaya tipu-tipu, cheating culture and lie culture.
Fenomena ketakutan berlebihan terhadap Islam menjalari rezim. Islam sengaja dipotret sebagai momok menyeramkan yang harus diberantas.
Media yang seharusnya menjadi the fourth pillar of democracy luntur karena lunturnya idealisme. Media malah menjadi pelayan penguasa dan menjadi bagian dari industri kebohongan. Tak heran kalau kemudian masyarakat kehilangan kepercayaan kepada media arus utama dan beralih ke media sosial.
Sekaranglah saatnya mengucap selamat tinggal kepada revolusi mental yang tidak jelas konsepnya. Selamat datang revolusi moral yang bersumber dari nilai-nilai keilahian.
Natalisu Pigai
Saya termasuk korban media arus utama, tidak boleh wawancara saya sampai selesai pilpres. Saya tidak biasa memproduksi kebohongan di depan publik.
Pak Amien mengubur revolusi mental dan memunculkan konsep revolusi moral yang lebih bermartabat dan berdaulat. Ketika dengar revolusi mental saya kaget. Darimana dia bisa memunculkan ide itu. Dia bukan orang filsafat dan bukan orang politik kok tahu revolusi mental dari mana?
Secara referensi saya sudah menguasai teori. Revolusi mental lebih ke arah praktik kerja. Dunia pendidikan, keterampilan, mentalitas, mental kerja, jujur, rajin, tidak rakus. Untuk mengubah Indonesia harus mengubah moralitas yang berdadar pada nilai-nilai ketuhanan dari Kitab Suci.
Membangun Indonesia dengan nilai spritualitas adalah keniscayaan. Jadi jangan alergi dengan spritualitas. Pancasila adalah nilai moralitas karena ada sila pertama ketuhanan sebagai sumber moralitas.
Revolusi mental itu hanya ada pada level praksis pekerja tukang. Harus ada perubahan mental mindset melalui revolusi moralitas. Kita fikir waktu itu ada kerangka filosofis atau kerangka berpikir. Tapi tidak pernah ada karena tidak original dari Jokowi. Perbuatan nyata adalah ekspresi jiwa dari seseorang. Kenapa gagal? karena bukan ekspresi jiwanya, tidak orisinal dan karenanya gagal.
Saya ikuti dari masa ke masa, saya simpulkan bahwa pada 2016 Jokowi sudah takut bicara revolusi mental. Siapa pusat kebohongan dengan segala instrumennya. Salah satu instrumen kebohongan adalah media. Media besar di Palmerah menulis Jokowi bangun jalan tol di Papua, padahal itu kampung saya, tidak ada pembangunan itu. Media besar hanya menjadi artikulator dan akselerator kepentingan penguasa melalui framing.
Islam menjadi salah satu korban framing digambarkan sebagai ekstrem kanan. Kekuatan ini diberangus untuk menghancurkan pilar civil society.
Pesan saya mulai hari ini stop bicara revolusi mental dan ayo bicara revolusi moral. Amien Rais telah menghancurkan benteng kebohongan rezim Jokowi. Mari kita mulai berdiskursus soal revolusi moral yang bersumber dari sang kausa prima yang tidak pernah mengajarkan kebohongan.
Khusnul Mariyah
Apakah ini bagian dari siklus 20 tahun? Leadership with vision. Tidak perlu dibahas lagi buku ini tinggal kita turunkan ke praktik.
Terjadi distorsi nilai kebangsaan. Tiba-tiba mereka mengklaim saya Pancasila, kalau yang mengkritik presiden bukan Pancasila. Saya Bhinneka, yang bicara kritis soal kemajemukan dianggap bukan Pancasila.
Kalau bicara soal Islam dianggap bukan Pancasila, padahal nasionalisme indonesia adalah nasionalisme religius. Lihatlah di pembukaan UUD 45 yang disebut adalah Ketuhanan Yang Maha Esa bukan Pancasila.
Kedaulatan wilayah dan negara sudah terbentuk dan sekarang tinggal merebut kedaulatan ekonomi. Tapi kita sudah terjajah. Kita adalah bangsa mayoritas Islam dan harusnya Islam memainkan peran dominan. Tapi Islam justru dimarjinalkan. Hanya di era revolusi mental sekarang inilah terjadi islamopobia yang luar biasa. Ketika gerakan 212 muncul terjadilah ketakutan yang luar biasa dan gerakan itu dianggap sebagai ancaman terhadap kebangsaan.
Keadaban publik menjadi problem besar ketika kebohongan muncul dari sumber teratas. Sekarang terjadi buta huruf moral, morality illiteracy, dari kalangan presiden sampai ke pejabatnya.
Global politik terjadi impor tenaga kerja asing. Tiap hari puluhan TKA masuk imigrasi lewat jalur warga Indonesia. Trump yang kita sebal saja sangat melindungi tenaga kerjanya. Jumlah anak muda pengangguran Indonesia menjadi yang terbesar di ASEAN.
KPU sebagai penyelenggara pemilu harus mandiri. Gerakan jujur anggota KPU saya mulai dengan gerakan baca Alfatihah, bukan Alpatekah ala Jaenudin Ngaciro. Inilah prinsip moralitas. Prinsip pemilu adalah bebas dan jujur. Kalau demokrasi jujur bangsa kita akan dapat berkah dari langit.
Ini adalah fabricated election dan juga machiavellian democracy dan kebohongan. Kecurangan pemilu banyak sekali. Ingat hisab malaikat sangat akurat dan sudah punya aplikasi khusus pemilu. Problem ini harus diatasi lewat revolusi moral bukan revolusi mental.
Fungsi media adalah pembangun opini dan chronicle of events. Kalau Anies melanggar cepat sekali opini terbangun, tapi kalau kepala daerah lain dibiarkan saja. Inilah problem moral bagi Bawaslu dan media.
Soal chronicle of events, bagaimana jutaan orang berkumpul tidak menjadi even yang perlu dikronikel. Ini problem moral.
Vox populi vox dei, suara rakyat suara Tuhan, tapi bagaimana kalau dibayar Rp 20 ribu suara bisa berubah. Kok suara Tuhan cuma 20 ribu perak. Jangan-jangan rakyatnya tidak punya Tuhan.
Di era revolusi mental inilah Islam dimarjinalisasi dan ulama dipersekusi. Karena itu harus ada revolusi moral yang menjadi tugas kenabian. Muhammad diutus untuk menyempurnakan ahlaq yang bobrok. Sekarang kita merevitalisasi tugas-tugas kenabian itu melalui revolusi moral.
Sindrom feodalisme keraja-rajaan lalu berpakaian seperti raja. Pencitraan yang berlebihan membuat produk kepalsuan menumpuk. Revolusi moral adalah tugas kenabian.
Drajad Wibowo
Dari perspektif ekonomi revolusi mental melahirkan kemandekan. Inilah Achilles Heels utama Jokowi. Ketimpangan merajalela. Ambisi yang luar biasa di pembangunan infrastruktur membuat potensi pertumbuhan terhambat.
Dana rakyat disedot lewat penghapusan subsidi BBM sehingga daya beli melemah di kalangan kelas bawah. Kemudian kelas menengah disedot lewat pengampunan pajak dan semuanya digelontorkan untuk infrastruktur yang hanya dikerjakan oleh BUMN.
Konsumsi menurun dan dipakai infrastruktur maka pertumbuhan macet di posisi 5 persen. Penciptaan lapangan kerja juga tidak berkualitas selain kualitas infrastruktur yang juga rendah. Mengherankan kalau ternyata yang banyak adalah sektor tenaga kerja informal yang kurang berkualitas.
Problem revolusi mental membuat dana kesehatan pun tersedot untuk infrastruktur. Dalam revolusi moral lawan utama adalah memberantas ketimpangan dan ketidakadilan. Dalam sejarah dunia ketimpangan ekonomi ini menjadi pemicu revolusi baik di Prancis maupun di negara-negara lain.
Utang BUMN leverage rasionya sudah di atas 60 persen sehingga sulit untuk mendapatkan pinjaman.
Revolusi mental mengatakan harus mandiri tapi kalau BUMN kondisinya terseok-seok karena utang maka yang diwariskan bukan sekadar piring kotor tapi kebangkrutan ekonomi. (*)
Catatan oleh Dhimam Abror Djuraid, wartawan senior.