PWMU.CO – Saat ini perkembangan teknologi membawa pengaruh besar terhadap sikap dan model perilaku anak, khususnya pada usia remaja 13-16 tahun. Oleh karena itu orangtua perlu mengetahui model pengasuhan yang tepat bagi anaknya.
“Men-support segala kebutuhan anak belum tentu bermanfaat,” kata Salis Yuniardi MPsi PhD yang menjadi narasumber utama pada kegiatan Parenting Day Kelas VIII – Mendidik Remaja di Era Milenial di SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik, Sabtu (19/1/19)
Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang itu menjelaskan empat tipe model pengasuhan anak.
Pertama, tipe permisif yaitu orangtua tidak men-support dan tidak pula menuntut anak. “Jadi pola ini orangtua cenderung membiarkan saja anak berkembang dengan sendirinya. Dampaknya anak kehilangan arah dan tidak teroptimalkan potensinya,” jelasnya.
Kedua, tipe otoriter. “Kecenderungan orangtua menuntut anak lebih besar dari pada memberikan support,” tuturnya. Akibatnya, sambung dia, anak merasa tertekan dan beban dengan target-target atau keinginan orangtuanya.
Salis mencontohkan jika anak happy (senang) saat menjalankan atau diajak shalat maka itulah porsi yang pas dalam pengasuhan orangtua. “Akan tetapi bila tidak senang maka berarti demand (tuntutan orangtua) dianggap lebih besar,” jelas dia.
Salis berkesimpulan, indikator keberhasilan pola pengasuhan adalah perasaan happy saat anak menjalankan kewajiban.
Tipe ketiga adalah pemperd/appeasers (memanjakan), di mana orangtua banyak memberikan dukungan terhadap keinginan anak daripada menuntut. “Hal yang akan terjadi bila tipe ini dilakukan sebagai orangtua, maka anak kurang memiliki tanggung jawab dan cenderung bergantung kepada orang lain. Jadi kurang mandiri,” terang lulusan S3 Institute of Neuroscience, Newcastle University, United Kindom ini.
Oleh karenanya, sambung Salis, orangtua harus paham bagaimana porsi yang seimbang antara memberikan support dan tuntutan terhadap anaknya. Apalagi zaman now anak remaja punya pengaruh lingkungan yang besar termasuk pengendalian terhadap bahaya Android.
“Informasi apapun bisa diakses, mulai berita kecanggihan teknologi, kenakalan remaja, prostitusi, narkoba, budaya, dan bahkan punya sabahat maya. Jangan sampai orangtua tidak tahu menahu maunya menuntut saja,” pesan dia.
Salis menghimbau agar para orangtua bisa open minded (berpikiran terbuka) supaya bisa mengimbangi kepuasan pelayanan (services) terhadap pengasuhan remaja zaman now.
Tipe keempat adalah autoritatif. Orangtua dengan gaya ini dianggap lebih demokratis karena memberikan keseimbangan antara tuntutan yang diharapkan dengan pemberian support terhadap kemauan anak.
Salis menganalogikan pada services yang ada di warung atau swalayan saat ini. “Rasa bagi anak tidaklah penting, asal bisa akses wifi walaupun dua jam makan mi,” kata dia.
Menurutnya, interaksi sosial melalui medsos sudah mewabah bagi anak remaja. “Orangtua harus banyak dialog dengannya dan pengasuhan anak tidak hanya menjadi tanggung jawab ibu. Ayah pun punya peran yang sama,” tegasnya.
Waka Kesiswaan SMPM 12 GKB Yugo Triawanto MSi menaruh harapan besar agar dengan keikutsertaan orangtua dalam kegiatan ini dapat meningkatkan sinergisitas antara sekolah dengan orangtua dalam meningkatkan prestasi dan membangun karakter positif siswa di manapun dia berada. (Anis Shofatun)