PWMU.CO – Menurut Dosen Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya Dr Syamsuddin MA, doa para nabi yang paling banyak disebut dalam Aquran adalah doa Nabi Ibrahim.
“Di antara doa yang diabadikan terdapat dalam surat Ibrahim, surat ke-14 ayat 35-37,” terangnya dalam Pengajian Ahad Pagi di Masjid At Taqwa Wisma Sidojangkung Indah, Meganti, Gresik, Ahad (3/2/19).
Dalam pengajian yang dihadiri sekitar 200 jamaah itu, Syamsuddin mengupas secara menarik doa yang terdapat dalam ayat 35, “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa, ‘Ya Tuhan, jadikanlah negeri ini (Mekkah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku agar tidak menyembah berhala.'”
Menurut Syamsuddin, ayat tersebut mengandung prinsip pendidikan, bahwa lingkungan aman akan berpengaruh pada pembentukan generasi tauhid. “Ada hubungan antara penggalan awal dengan penggalan akhir,” ucapnya.
Tauhid, ujarnya, mengacu pada Nabi Ibrahim, sosok yang hanifan musliman. Dia menerangkan, hanif adalah sosok dengan prinsip tauhid yang jernih. “Tidak ada 1/2 tauhid dan 1/2 syirik. Tauhid itu murni, hitam putih,” ujarnya.
Nabi Ibrahim juga dikenal sebagai sosok muslim karena sikap pasrahnya pada Allah. “Maka semua perintah Allah dijalankan, termasuk menempatkan anak dan istrinya di lembah gersang yang bernama Bakkah (Mekkah),” ungkapnya.
Kepasrahan Nabi Ibrahim juga terlihat dari kepatuhannya ketika mendapat perintah untuk mengorbankan anaknya, Ismail. Menurut Syamsuddin, kepatuhan itu sekaligus membuktikan tauhid Nabi Ibrahim. “Dia sangat cinta pada Ismail, anaknya yang lama ditunggu-tunggu kelahirnnya. Tetapi cintanya kepada Allah melebihi cintanya kepada anaknya,”
Itulah manifestasi tauhid Nabi Ibrahim yang di dalam ayat tersebut berdoa agar dia dan keturuannya dijauhkan dari menyembah berhala. “Apa ya mungkin seorang nabi menyembah berhala? Tak mungkin. Tapi ternyata Nabi Ibrahim berdoa seperti itu,” ujarnya.
Menurut Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur itu, dalam konteks ini berhala bukan hanya dalam bentuk benda-benda yang disembah seperti patung, matahari, gunung, laut, dan sebagainya.
“Asnam adalah kata jamak berasal dari sana, yaitu berhala, sesuatu yang disembah selaian Allah,” ucapnya. Tetapi menurut Syamsuddin, berhala itu tidak sesederhana itu. “Sesuatu yang melalaikan manusia dari Allah, itulah berhala.”
Maka, menurut Syamsuddin, anak, istri, atau harta bisa jadi berhala jika semua itu melalaikan dari Allah. Dalam hubungan ini, maka ketaatan Nabi Ibrahim, juga Nabi Ismail, untuk pasrah menerima perintah penyembelihan adalah bagian dari manifestasi tauhid yang murni.
Dan Nabi Ibrahim tidak menawar perintah itu. Sebab, kata Syamsuddin, kalau misalnya dia menawar perintah dengan meminta tangguh sampai punya 10 anak, berarti kecintaan Ibrahim pada Ismail melebihi cintanya pada Allah. Itulah salah satu berhala yang dihindari oleh Nabi Ibrahim.
Berkaitan dengan penggalan pertama ayat di atas, yaitu soal lingkungan yanga aman, Syamsuddin mengatakan, “Yang dimaksud aman dalam ayat tersebut adalah segala hal yang bisa mengganggu bahkan menggagalkan proses transformasi atau pewarisan nilai-nilai tauhid dari generasi ke generasi.”
Menurut dia, saat ini hal-hal yang membuat lingkungan tidak aman adalah maraknya peredaran narkorba, minuman keras, pornografi, dan pornoaksi.
Untuk itu, Syamsuddin mengharapkan semua pihak ikut sadar dan bertanggung jawab pentingnya menjaga anak-anak dari pengaruh lingkungan yang tidak aman.
Dia pun memberi contoh kehidupan masa kecilnya. Saat itu jika ayahnya melarang dia menonton ludruk, misalnya, cukup mengunci semua pintu. Tetapi sekarang, pengaruh-pengaruh negatif masuk melalui HP. “Bagaimana menguncinya?” tanyanya.
Syamsuddin juga menekankan pentingya keteladanan orangtua. “Orangtua tak perlu berteriak-teriak menyuruh anak shalat jamaah ke masjid. Cukup dia memberi contoh,” ujarnya. (MN)