PWMU.CO – Anggota Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abu Deedat Syihabuddin mengajak mubaligh Muhammadiyah untuk mewaspadai gerakan-gerakan yang bisa melemahkan umat Islam Indonesia.
Deedat menyampaikan hal itu dalam materi “Tantangan Dakwah Kontemporer” di hadapan peserta Silaturahmi dan Refreshing Mubaligh Muhammadiyah Regional III di Universitas Muhammadiyah Ponorogo, Sabtu (2/2/19)
Salah satu yang harus diwaspadai adalah stigma-stigma negatif yang dialamatkan pada Isla. “Mereka suka sekali menuding Islam sebagai agama intoleran atau radikal, tapi tidak melakukan hal yang sama pada agama lain,” kata Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah, Bekasi, ini.
Dia mencontohkan, Setara Institute for Democracy and Peace, sebuah lembaga yang berpusat di Jakarta, pada tahun 2017 melakukan survei di 94 kota di Indonesia untuk mengetahui kota dengan kategori toleran dan intoleran.
Hasilnya, 10 kota yang memiliki skor intoleran terendah ternyata didominasi kota-kota yang mayoritas ke-Islamannya kuat. “Ternyata, mereka menganggap intoleran jika mereka menolak beribadah bersama, menolak LGBT, persamaan agama, dan sejenisnya,” urai pria yang juga pengisi rubrik Kristologi di Majalah Tabligh.
Ahli Kristologi ini juga memaparkan panjang lebar tentang strategi misionaris dalam menjalankan programnya di Indonesia, mulai dari ekonomi, pengaburan ibadah, dan pernikahan.
“Untuk itu diperlukan dai-dai Muhammadiyah menguasai materi Kristologi. Caranya perluas pengetahuan, miliki buku-bukunya,” tuturnya.
Abu Deedat juga menyoroti gencarnya upaya kristenasasi di area bencana dan kampung-kampung miskin. “Mereka memiliki modal besar. Apapun akan dilakukan. Inilah tantangan abadi yang tidak akan pernah usai. Mubaligh Muhammadiyah tidak boleh alergi dan surut untuk membentengi akidah umat Islam ini,” ujarnya. (Mohamad Suud)