PWMU.CO – Suhu politik menjelang Pileg dan Pilpres saat ini mulai panas. Para kandidat mulai melakukan kampanye untuk menarik simpati masyarakat. Tak ketinggalan para pendukung dan tim suksesnya yang terus bergerak mempromosikan calonnya.
Sayangnya, di tengah kegiatan kampanye itu selalu terselip sikap permusuhan di antara para pendukung. Pertentangan itulah yang dikhawatirkan akan menimbulkan perpecahan di kalangan masyarakat.
Bagi warga Muhammadiyah, perhelatan politik itu harus disikapi secara dewasa. Tidak perlu larut dalam perseteruan di antara para pendukung kandidat. Muhammadiyah bukan partai politik, tidak akan terlibat langsung dalam proses politik yang sedang berlangsung saat ini.
Meskipun demikian, warga Muhammadiyah tidak boleh pasif. Mereka harus aktif dalam ajang politik lima tahunan ini, baik sebagai pemilih maupun sebagai calon legislatif. Saat hari pencoblosan nanti warga Muhammadiyah harus datang ke TPS untuk menggunakan hak pilihnya.
Warga Muhammadiyah harus menggunakan hak pilihnya secara aktif. Memilih calon yang dianggap baik, punya rekam jejak yang baik. Selain itu juga ada kader Muhammadiyah yang mencalonkan diri menjadi wakil rakyat dalam berbagai tingkatan.
Untuk itu warga Muhammadiyah harus tahu siapa kader Muhammadiyah yang menjadi caleg. Para kader Muhammadiyah yang jadi caleg itulah yang harus diprioritaskan untuk dipilih agar mereka menjadi wakil rakyat yang baik.
Keterlibatan aktif warga Muhammadiyah dalam perhelatan politik ini sangat penting, baik sebagai caleg maupun sebagai pemilih agar para wakil rakyat diisi oleh orang-orang baik. Ini merupakan salah satu tanggung jawab Muhammadiyah untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik.
Saat ini sudah banyak kader Muhammadiyah yang menjadi caleg di berbagai tingkatan. Inilah yang harus menjadi prioritas untuk dipilih warga Muhammadiyah. Saya lihat di Malang sudah mulai disosialisasikan para kader Muhammadiyah yang menjadi caleg.
Warga Muhammadiyah tidak hanya berkewajiban untuk memilih mereka, tapi juga punya tanggung jawab moral untuk mengampanyekan kepada orang lain. Mengenalkan dan kemudian mengajak orang lain untuk memilihnya agar semakin banyak kader Muhammadiyah yang duduk di lembaga legislatif.
Menyita Energi
Perhelatan politik pemilihan presiden lima tahunan ini benar-benar menyita energi dari semua kalangan. Bahkan masyarakat awam pun ikut terlibat langsung mendukung masing-masing calon. Mereka terpecah dalam dua kubu.
Perpecahan kemudian berkembang menjadi permusuhan terbuka. Meskipun belum sampai pada konflik horizontal, tapi perpecahan itu mengkhawatirkan.
Masyarakat bawah mati-matian mendukung salah satu calon meskipun untuk itu harus berlawanan dengan keluarga atau sahabat. Mereka mendukung calonnya mati-matian agar bisa terpilih. Begitu kerasnya dukungan itu, seolah-olah kalau tidak terpilih akan kiamat.
Dukungan itu terlalu berlebihan. Buktinya, yang kalah dalam pemilihan lima tahun lalu juga tidak kiamat.
Meskipun Muhammadiyah minta agar warganya aktif dalam pemilu kali ini, tapi diharapkan tidak sampai menjadi pendukung fanatik. Para pendukung capres boleh panas saling serang, tapi warga Muhammadiyah tetap adem ayem.
Pemilihan itu jangan sampai memecah belah bangsa. Pilihan politik boleh sama, tapi harus tetap dalam satu kesatuan bangsa. Perpecahan terbuka terlihat jelas di media sosial ketika masing-masing pendukung bukan hanya mengunggulkan calonnya, tapi juga menyerang dan merendahkan calon lawan. Warga Muhammadiyah diharapkan tidak terlibat dalam perang dukungan yang bisa memunculkan perpecahan tersebut.
Boleh berbeda dukungan, tapi harus tetap adem ayem. Dukungan dan pilihan kepada caleg dan capres dilakukan secara ikhlas tanpa mengharap imbalan agar tercipta kehidupan demokrasi yang lebih baik.
Warisan KH Ahmad Dahlan
Ini sejalan dengan sikap pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan yang mendedikasikan hidupnya untuk keberlangsungan Muhammadiyah. Semua yang dimiliki digunakan untuk kepentingan Muhammadiyah.
Pendiri Muhammadiyah itu sama sekali tidak meletakkan saham yang kelak bisa dilanjutkan oleh anak keturunannya. Kalau kita lihat, tidak ada keturunan KH Ahmad Dahlan yang mewarisi Muhammadiyah dari orang tuanya. Tidak ada anak cucu KH Ahmad Dahlan yang menjadi pengurus Muhammadiyah. Ini bukan berarti mereka—anak cucu KH Ahmad Dahlan—tidak menjadi kader Muhammadiyah, tapi karena keinginan agar Muhammadiyah tidak menjadi warisan. Anak cucu beliau tetap aktif menjadi kader Muhammadiyah tapi tidak menjadi pimpinan.
Ini sudah menjadi sikap KH Ahmad Dahlan sejak kali pertama mendirikan organisasi ini. Apa saja yang dibuat pada awal berdirinya Muhammadiyah, semuanya diserahkan untuk organisasi.
Beliau mendirikan beberapa sekolah di Yogyakarta dan beberapa daerah yang semuanya diserahkan sepenuhnya untuk kepentingan organisasi. Sampai saat ini sekolah-sekolah yang beliau dirikan untuk masih dan dan terus berkembang. Sama sekali tidak ada nama beliau dan keluarga di dalamnya.
Sikap KH Ahmad Dahlan itu kemudian menjadi pegangan organisasi sampai saat ini. Ketika mendirikan amal usaha Muhammadiyah (AUM), sama sekali tidak terpikir hanya dimanfaatkan untuk warga sendiri tapi untuk kepentingan masyarakat luas.
Ketika mendirikan rumah sakit, tidak pernah ditanyakan, apakah pasiennya muslim atau bukan, apalagi Muhammadiyah. Amal usaha Muhammadiyah dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan semua lapisan masyarakat.
Memang itulah tujuannya, masyarakat dari semua golongan bisa menikmati layannya. Di Yogyakarta, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) memiliki 23 ribu mahasiswa. Dari jumlah itu hanya 8 persen mahasiswanya dari keluarga Muhammadiyah, selebihnya masyarakat umum.
Bahkan di beberapa perguruan tinggi Muhammadiyah sudah mulai ada mahasiswa non-Muslim. Di Kupang NTT, Muhammadiyah memiliki perguruan tinggi yang cukup besar, mayoritas mahasiswanya non-Muslim.
Begitu juga di Papua, ada dua perguruan tinggi Muhammadiyah yang cukup besar yang sebagian besar mahasisnya masyarakat setempat. Itu belum termasuk lembaga pendidikan di bawahnya mulai TK, SD, SMP, SMA, dan SMK.
Wali Kota Jayapura Dr Benhur Tomi Mano adalah alumni SMP Muhammadiyah setempat. Suatu saat, alumni sekolah tersebut mengadakan reuni besar. Banyak alumni dari semua angkatan yang datang.
Saat itu Pak Wali Kota minta kepada panitia agar dia diberi tugas untuk membacakan doa. Waktu itu panitia sempat bingung, karena beliau non-Muslim, doa apa yang akan dibacakan. Setelah berunding, akhirnya permintaan itu dikabulkan.
Ternyata yang beliau ucapkan adalah Rodhitubillahi robba wabil Islami dina wabi Muhammadin nabiyya warusula. Robbi zidni ilma warzuqni fahma. Allahumma arinal haqqo haqqo warzuknat tibaah waarinal bathila bathila warzuknaj tinaba.
Inilah doa yang biasa diucapkan siswa sekolah Muhammadiyah. Rupanya Pak Wali Kota Jayapura masih hafal doa tersebut. Orang-orang non-Muslim yang sekolah di sekolah Muhammadiyah belajar agama Islam tanpa harus menjadi Muslim. (*)
Disampaikan Dr Agung Danarto MAg Sekretaris PP Muhammadiyah dalam Tabligh Akbar Muhammadiyah Kota Malang, Ahad 24 Rajab 1440/31 Maret 2019. Ditulis oleh Husnun N Djuraid.
Discussion about this post