PWMU.CO – Sebanyak 20 siswa kelas XI IIS SMA Muhammadiyah 10 GKB (Smamio) Gresik melakukan melakukan penelitian di Kelenteng Kwam Hing Kion, Jalan Setiabudi, Gang Klentheng No. 56, Bedilan, Pulopancikan, Gresik, Senin (8/4/19).
Penanggung jawab acara Ayu Dwi K. SSos menjelaskan, kegiatan ini merupakan bentuk pembelajaran sosiologi di luar kelas. Dia menjelaskan, sengaja memilih kelenteng ini karena digunakan oleh tiga agama sekaligus yaitu Budha, Hindu, dan Konghucu. “Siswa-siswi meneliti proses integrasi dan reintegrasi sosial pada masyarakat multikultural,” terangnya.
Humas Kwam Hing Kion Pek Tjoe Kian menjelaskan tentang sejarah kelenteng yang berdiri sejak tahun 1153 itu. Dia juga memamparkan bagaimana cara bertoleransi . “Kelenteng ini merupakan yang tertua di Jawa Timur. Jemaat yang datang pun banyak yang berasal dari luar Gresik.” jelanya.
Di tengah sesi wawancara, Berlian Ajeng, salah satu peserta bertanya tentang cara hidup berdampingan dengan masyarakat yang lain mengingat pemeluk Budha sebagai kaum minoritas. “Kami di sini hidup secara bertoleransi. Misalkan kalau ada adzan Maghrib, kita tidak akan melakukan ibadah yang bisa mengganggu umat Muslim,” terang Pek Tjoe.
Sebagai masyarakat yang multikultural, masing-masing pemeluk agama meminimalisasi adanya konflik yang terjadi agar bisa hidup berdampingan dengan nyaman.
Ketua Forum Masyarakat Cinta Keberagaman (Formagam) Kabupaten Gresik Joko Pratomo, yang turut serta meyambut para siswa menjelaskan tentang integrasi kepada mereka. Dia mengungkapkan, dengan adanya Formagam, diharapkan masyarakat bisa belajar bertoleransi dan menguatkan keberagaman.
“Ada tiga poin penting yang harus dicapai untuk mendukung persatuan. Pertama, sikap keprihatinan, yaitu para muda-mudi yang mudah menebar kebencian dan ketidaktoleransian. Generasi yang seperti itu harus diberi pengertian agar bisa hidup berdampingan dengan masyarakat berbeda agama,” ungkapnya.
Kedua, sambung dia, sikap kerinduan, yaitu menciptakan masyarakat yang rindu akan hidup rukun. “Dan, ketiga sikap kesadaran yaitu sikap yang harus dipunyai oleh seluruh elemen masyarakat di Indonesia. Jangan bicara rasis atau kau tidak akan menjadi bagian dari Negara Indonesia!” tutup Joko penuh semangat.
Di akhir acara, para peserta diajak berkeliling kelenteng oleh Pek Tjoe Kian. “Kalau tidak karena acara seperti ini, kalian tidak akan berkunjung ke dalam tempat ibadah kami.” ungkapnya seraya menjelaskan ruangan yang ada di dalam kelenteng.
Para siswa dipertunjukkan dewa-dewi di dalam kelenteng yang disembah oleh umat Budha di antaranya Dewa Kwan Kong, Dwa Makco, dan Dewi Kwan In.
Selama penelitian, respon sangat baik diberikan oleh seluruh siswa, salah satunya disampaikan oleh Nadira Zakaria. “Jadi tahu cara umat Budha beribadah karena selama ini kita hanya tahu dari luarnya saja,” ujarnya. (Adis)
Discussion about this post