PWMU.CO – Berjalan di sepanjang Jl. Malioboro Yogyakarta serasa hambar kalau belum menikmati wedang ronde hangat di malam hari.
Rombongan keluarga besar Pimpinan Ranting Aisyiyah (PRA) Perumahan Pongangan Indah (PPI) Gresik sudah penat berjalan. Keringat membasahi tubuh. Tapi angin malam Kota Gudeg mendorong untuk menyantap sesuatu yang bisa menghangatkan badan.
Sabtu (20/4/19) malam. Di pedestrian Malioboro cukup ramai orang berlalu lalang. Di sekitar tempat orang berjualan bahkan berdesakan. Maklum long weekend membuat Malioboro penuh dengan lautan manusia.
Setelah membeli beberapa oleh-oleh, langkah kaki pun terhenti saat melihat orang menikmati wedang ronde dengan nikmatnya. Tak pakai lama, segera langkah kaki menuju penjual ronde. Kolang-kaling, roti, kacang, bulatan tepung ketan menyatu dalam wedang jahe yang bau nikmatnya menusuk hidung.
Kepulan asap keluar dari dalam mangkuk. Saya mencoba mencicipi dahulu sambil meniup pelan agar panasnya ronde sedikit berkurang. ”Mmm…baru sedikit saja kuah jahe yang masuk ke dalam mulut ini, rasanya sudah mantap.”
Sambil menunggu hangat, saya mengobrol dengan Wiyono, penjual ronde. Sudah dua tahun dia berjualan ronde. Semenjak jalanan sekitar trotoar dan depan toko diperbaiki. ”Awalnya saya jualan jagung dan kacang berkeliling di sini,” ceritanya.
Kemudian ganti berjualan wedang ronde warisan ayahnya. “Bapak saya dulu ya jualan ronde, keliling gitu,” cerita laki-laki yang sejak umur 12 tahun tinggal di Purwokinanti, Pakualaman ini.
Sambil sesekali nyruput wedang ronde, obrolan saya pun berlanjut. Bagi Wiyono saat liburan seperti ini menjadi berkah. Rondenya laris. Pengunjung berdatangan.
Dia bercerita, berjualan kaki lima di Malioboro hanya sampai pukul 24.00. Setelah jam itu jalanan sekitar trotoar harus bersih dari para penjual. Itu peraturan di Kota Yogya. Titik keramaian pengunjung lantas bergeser ke nol kilometer Malioboro.
Wiyono punya satu putri yang sekarang duduk di kelas 1 SMA ini. Dia mulai berjualan pukul 17.00. ”Meskipun tengah malam jumlah pengunjung Malioboro belum berkurang. Masih ada satu dua orang yang beli,” ujar pria asli Gunung Kidul ini.
Tak terasa wedang ronde yang saya minum sudah tinggal sedikit. Saya pun segera meminum sesendok terakhir air jahe yang menurut saya rasanya pas di tenggorokan. Harganya juga pas. Rp 8000. (Anik)