PWMU.CO – Bagaimana hukum bagi wanita yang mengkonsumsi pil anti-haid agar dirinya bisa berpuasa satu bulan penuh?
Mengkonsumsi pil pencegah haid adalah hal baru yang tidak ditemukan padanannya pada zaman Nabi Muhammad SAW, ataupun sahabat-sahabat beliau. Namun demikian, syariat Islam memiliki prinsip-prinsip yang mampu mengatasi masalah di masyarakat dan memberikan solusi yang terbaik.
Prinsip utama yang diterapkan syariat Islam dalam masalah muamalah atau di luar ibadah mahdhah dalam kaidah: al-ashlu fil asy-yaa-i alibaahah illaa maa dalla ad-daliil ‘alaa tahrimihi. Bahwa hukum asal segala sesuatu adalah boleh sampai ada dalil yang mengharamkannya. Prinsip ini digali dari sejumlah ayat dan hadits. Di antaranya adalah:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kalian.”
(Albaqarah ayat 29).
وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan dia Telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.” (Aljasiyah Ayat 13)
أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً ۗ وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلَا هُدًى وَلَا كِتَابٍ مُنِيرٍ
“Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.” (Luqman ayat 20).
Juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Attirmidzi
سَلْمَانَ قَالَ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ السَّمْنِ وَالْجُبْنِ وَالْفِرَاءِ فَقَالَ الْحَلَالُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ وَالْحَرَامُ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ وَمَا سَكَتَ عَنْهُ فَهُوَ مِمَّا عَفَا عَنْهُ
Dari Salman ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya tentang mentega, keju, dan al Fara (sejenis baju dari kulit).” Beliau lalu menjawab: ‘Halal adalah sesuatu yang telah Allah halalkan dalam kitab-Nya, dan haram adalah sesuatu yang telah Allah haramkan dalam kitab-Nya. Adapun yang Allah diamkan, maka itu adalah sesutau yang Allah maafkan.’” (Sunan Attirmidzi hadits nomor 648).
Berdasarkan uraian di atas, hal penggunaan pil pencegah haid untuk puasa Ramadhan hukumnya dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pertama, penggunaan pil pencegah haid dengan maksud agar dapat melaksanakan puasa Ramadhan satu bulan penuh hukumnya mubah, dengan syarat mendapatkan izin dari dokter yang menyatakan bahwa penggunaan pil tersebut tidak membahayakan kesehatannya baik cepat atau lambat.
Kedua, Jika dokter menyatakan bahwa mengkonsumsi pil anti-haid tersebut dapat membahayakan kesehatannya, maka hukumnya haram. Dalam kaidah fikih ditegaskan, laa dharaara wa laa dhiraaraa (tidak boleh merugikan diri sendiri dan orang lain). Selain itu menjaga kesehatan tubuh adalah salah satu perintah syari’at Islam. (*)
Ditulis oleh Dr Syamsuddin MA, dosen Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya; Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur. Tulisan ini kali pertama dipublikasikan Majalan MATAN, Edisi 119, Juni 2016.