PWMU.CO – Manakah bentuk negara yang terbaik dan cocok untuk Indonesia? Khilafah Islamiyah, kerajaan, negara federasi, ataukah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)?
Ketua Mejelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah H Faturrahman Kamal Lc MSi punya jawabanya. “Perlu belajar dari pandangan Ibnu Taimiyah tentang idealisme Islam tentang negara,” ujarnya.
Kamal menyampaikan hal tersebut dalam Pengajian Ramadhan V 1440 H Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Cabang Muhammadiyah GKB Gresik, di Cordoba Convention Hall, Sabtu (11/5/19), malam.
Mengutip pemikiran Ibnu Taimiyah, seorang pemikir dan ulama Islam dari Harran-Turki, Kamal menyampaikan empat prinsip dasar pemerintahan menurut pandangan Islam.
Pertama, apapun bentuk negaranya harus menegakkan hukum Allah. Kedua, iqamatul adli yang berarti menegakkan keadilan.
Ketiga, almusawath, kesetaraan atau kesamaan. Menurut Kamal sebuah negara secara universal tidak membedakan keadilan hanya berdasar pada perbedaan agama, perbedaan ras, bahkan perbedaan sikap. Tapi, atas dasar kebenaran.
“Kalau pendukung 01 melakukan kesalahan dibiarkan, kalau pendukung 02 ditangkap, itu namanya kedzaliman pemerintahan,” ujarnya.
Prinsip keempat, assyura yaitu menegakan prinsip permusyawaratan.
Melihat empat prinsip di atas, Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini mengatakan tidak menjadi sebuah persoalan berbagai macam bentuk pemerintahan dari suatu negara. Karena bentuk negara itu merupakan hasil sebuah ijtihad dan bukan sesuatu yang bersifat absolut.
“Maka tidak bisa kita mengklaim bahwa bentuk negara A itu lebih Qurani di banding negara B,” terangnya.
Kamal juga menyebutkan ada tiga macam bentuk negara yaitu Darul Islam, negara yang menerapkan Islam secara kafah. Darul Harbi, negara peperangan yaitu negara yang melakukan serangan militer kepada Islam. Dan Darul Ahdi, negara yang terbentuk atas kerjasama dan perjanjian.
Lalu dimanakah posisi bentuk negara kita Indonesia? Menurutnya, Indonesia tergolong sebagai Darul Ahdi, yaitu negara yang terjalin kerjasama atas perjanjian.
“Kalau melihat perjalanan panjang sejarah, Indonesia berdiri atas banyak kelompok, dari unsur nasionalis, komunis, unsur umat Islam dan sebagainya yang ditandai dengan adanya Piagam Jakarta hasil rapat tim 9 tahun 1945,” terangnya
Kamal menjelaskan bentuk negara Republik Indonesia itu sudah benar dan juga tidak ada persoalan yang berarti. “Justru yang menjadi persoalan itu bila menganggap bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah bidah atau menyebut NKRI dengan Negara Kafir Republik Indonesia. Ini yang jadi persoalan,” jelasnya
“Jangan sampai ada warga Muhammadiyah yang menyebut NKRI adalah bidah,” harapnya (Anis Shofatun)