PWMU.CO – Proses penyelenggaraan Pemilu 2019 telah usai. Hasilnya pun sudah diketahui. Lalu bagaimana dengan hasil jihad politik Muhammadiyah (Jipolmu), utamanya terkait dengan calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI nomer 41?
Ternyata politik nilai belum diminati. Politik yang mengutamakan kualitas dan integritas, kalah dengan politik isi tas atau politik uang.
Mengilustrasikan maraknya politik uang, kawan-kawan wartawan berseloroh, “Sampean cari suara eceran Mas. Yo kalah dengan mereka yang beli suara grosiran,” kata mereka. Istilah grosiran dipakai untuk menggambarkan maraknya jual beli suara di tingkat penyelenggara.
Di satu kabupaten misalnya, diketahui ada seorang calon yang perolehan suaranya lebih dari 2/3 DPT (Daftar Pemilih Tetap). Sesuatu yang mustahil tapi nyata adanya. Seolah seratus persen pemilih datang semua, dan surat suaranya sah semua. Di kabupaten berbeda, calon lain juga menggunakan cara yang sama.
Modusnya, bukan hanya mengubah perolehan suara di PPK, tapi yang direkap di KPU Kabupaten sama sekali berbeda dengan hasil Pemilu. Semuanya, dilakukan sangat rapi: terstruktur, sistematis, dan massif, serta melibatkan banyak kekuatan. Sehingga tidak ada yang berani menjadi saksi untuk menggugat pelanggaran tersebut.
Semula, banyak relawan merasa perolehan suara DPD 41 di daerahnya, masuk empat besar. Sehingga sangat terkejut dan kecewa berat ketika diumumkan di tingkat provinsi rankingnya melorot di posisi 8, dengan perolehan 1.007.775 suara.
Saya menyadari kekecewaan para relawan. Karena untuk Jipolmu ini mereka telah berdarah-darah, berhari-hari mengawal suara secara sukarela dengan biaya sendiri ataupun organisasi, mulai dari TPS, PPK hingga KPU Kabupaten/Kota.
Bahkan selama setahun, sejak diputuskan 20 April 2018 hingga 17 April 2019, kami telah berjibaku melakukan sosialisasi ke seluruh penjuru Jawa Timur. Mulai dari ujung timur Muncar, hingga ujung barat Bancar. Dari Bawean hingga Malang Selatan. Dari Kangean hingga Pacitan. Semua bahu membahu, bergerak dan berkeringat mewujudkan spirit jihad.
Atas nama yang mendapat amanah, selain permohonan maaf, saya menyampaikan terima kasih dan apresiasi yang setulus-tulusnya kepada semua yang telah mengerahkan fikiran, tenaga dan keuangan. Semoga semuanya mendapatkan ridla dan maghfirah dari yang Maha Memutuskan.
Saya yakin semua langkah perjuangan kita tidak akan ada yang sia-sia. Bahkan Ketua PWM Jatim Dr M Saad Ibrahim meyakini esensi jihad politik dalam Pemilu 2019 ini seratus persen berhasil. “Kalau kita mau beli suara seperti yang lain, kita bisa. Tapi kita lakukan itu, apa bedanya dengan mereka,” tegas Saad membangkitkan semangat.
Dipesankan, dalam memahami hasil Pemilu ini sebaiknya kita khusnuzhan billah. Ia lantas menceritakan sosok Mukti Ali, yang ketika mau dilantik jadi rektor sebuah perguruan tinggi, mendadak dibatalkan. “Tentu itu membuatnya kecewa. Tapi ternyata Allah punya rencana lain. Berikutnya beliau diangkat jadi Menteri.”
Jihad politik telah menumbuhkan semangat Persyarikatan. Gara-gara jihad politik, Ranting dan Cabang berlomba bergerak sangat mengharukan. Saya juga bisa masuk masyarakat yang selama ini jauh dari sentuhan dakwah pencerahan. Seperti di kawasan perkebunan, perhutanan, pegunungan dan daerah abangan.
Di lereng gunung dan perkebunan Gumitir Jember misalnya, terdapat ribuan penduduk yang jauh dari kemajuan. Kehadiran kami disambut antusias oleh masyarakat. Juga di kawasan pegunungan dan pedesaan Ponorogo, kampungnya sepi dari ingar-bingar pembangunan.
Di Kota Probolinggo, saya dipertemukan dengan pesantren milik keluarga keturunan Arab, dengan tradisi yang berbeda, yang memiliki aneka ragam komunitas. Menariknya, sang kiai sangat terbuka.
Patut disyukuri, berapa pun angka perolehan suara yang didapatkan di masing-masing daerah, semuanya dilaporkan telah melampaui jumlah anggota resmi Muhammadiyah.
Tugas kita selanjutnya, memelihara dan menguatkan soliditas gerakan. Jangan sampai spirit juang yang demikian kuat dari semua komponen dan tingkatan, mereda gara-gara kegagalan, apalagi saling menyalahkan.
Lebih dari itu, para pemilih ideologis yang sudah dalam genggaman, perlu dirawat dan dipayungi oleh dakwah pencerahan. Diikuti perluasan sasaran dakwah yang selama ini terabaikan. (*)
Kolom oleh Nadjid Hamid, Wakil Ketua PWM Jatim.