Bangkit setelah Tak Ada Proses Hukum
Seperti akhir kronologis di atas, tidak ada tindakan hukum atas perobohan masjid itu. Perangkat desa hanya menyidangkan dan membiarkan begitu saja berlalu. Di luar dugaan, Polsek Modo pun tidak memroses laporan ini. Bahkan terjadi pemutarbalikan fakta. Faktanya ada perusakan dan perobohan masjid, tapi dalam surat jawaban dari Polsek Modo, dikatakan tidak ada unsur perusakan. Aneh bin ajaib. Tentang bukti pemutarbalikan fakta itu didownload di link berikut: Surat jawaban tertulis Polsek Modo
Tidak diresponnya laporan itu diduga kuat ada indikasi permainan antara aparat keamanan dan aparat desa dengan para pelaku. Ujung-ujungnya adalah uang. Dengan kekuasaan uang, mereka sanggup membalikkan fakta yang sebenarnya. Sayangnya Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lamongan yang saat itu (periode 1990-1995) diketuai alm KH Abdul Fatah, juga tidak merespon laporan Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Modo. Alasannya, khawatir terjadi konflik sosial yang lebih besar. Tentang bukti otentik kronologi peristiwa bisa didownload di link berikut: Bukti surat PCM Modo kepada PDM Lamongan
Tapi peristiwa perobohan dan tidak adanya proses hukum atas tindakan kriminal itu tidak membuat surut semangat warga Muhammadiyah Pule. Pascaperobohan Masjid Baitul Muttaqin, warga yang berjumlah 15 orang itu untuk sementara melakukan kegiatan ibadah di rumah salah satu pimpinan Muhammadiyah, yaitu rumah Wajib.
Selama 1 tahun dakwah Persyarikatan dan peribadatan dilakukan di rumah yang berukuran 10 x 10 meter itu. Termasuk shalat Jumat dan shalat Ied. Sungguh miris dan menyedihkan. Tapi bersyukur warga Muhammadiyah tetap teguh dan sabar.
(Baca juga: Kisah Pak AR Ajari Mahasiswa Cara Hadapi Kristenisasi dengan Jurus Cerdas)
Satu setengah tahun kemudian, tepatnya Agustus 1994, PRM Pule berhasil membangun masjid dengan ukuran sedikit lebih luas, yaitu 6 x 10 M. Masjid yang dinamai Al Ikhlas ini didirikan di atas wakaf dari Keluarga Wajib, Ketua PRM periode 2010-2015. Lokasi masjid baru ini, 100 meter dari masjid yang dirobohkan.
Semakin hari, Masjid Al Ikhlas semakian dipenuhi jamaah. Bahkan kini tidak muat lagi oleh 40 jamaah yang aktif beribadah di dalamnya. Semua itu tak lepas dari ketangguhan Wajib sebagai Ketua PRM. Ketekunan berdakwah yang dilakukan antara tahun 1994-2016 membuahkan hasil: beberapa tetangga masjid kini sudah menjadi jamaah tetap.
(Baca juga: Bagaimana Anak Cucu KHA Dahlan sampai Tinggal di Thailand dan Dituduh Ahmadiyah? Ini Kisah Cicitnya, Diah Purnamasari)
Bukan itu saja. Sejak tahun 2014 juga berdiri Taman Pendidkan Alquran (TPA) dengan 10-15 santri dari keluarga jamaah. Sebenarnya ada beberapa anak lain yang tertarik ngaji, tapi diultimatum oleh orang agar tidak ngaji di TPA Masjid Al Ikhlas.
Awal Maret 2016, PRM Pule mendapat kepercayaan berupa wakaf tanah berukuran 18 x 27 M dari dua orang simpatisan Muhammadiyah warga pendatang. Pada tanah yang berlokasi di tepi jalan raya poros itu, rencananya akan dibangun masjid baru dan TPA. Sebuah pertolongan dan anugerah dari Allah, sekarang tanah wakaf tersebut sudah dalam proses persertifikatan.
Semua itu tak lepas dari strategi dakwah yang dilakukan oleh Wajib. Ia dikenal gemar bersilaturrahim, meski kepada org yang membencinya, termasuk kapada orang dan keluarga yang dulu ikut merobohkan masjid.
(Baca juga: Memberi Tak Harap Kembali: Kisah Nyata Ketika Din Syamsuddin Bertemu Seorang Ibu di Pesawat)
Wajib juga teguh dalam prinsip dan pemberani utuk membela kebenaran. “Kita berani bukan karena banyaknya anggota. Tapi karena kebenaran yang kita perjuangkan,” katanya.
Strategi jitu lainnya, ia merekrut beberapa anak muda (anak simpatisan) untuk ditempatkan kerja di Klinik Muhammadiyah Modo dan SMK Muhammadiyah 6 Modo. Wajib memiliki prinsip yang sangat bernas. Katanya, “Sedikit tidak apa-apa, yang penting mentes (berisi)”.
Laporan Mohamad Su’ud, dari Modo, Lamongan.