PWMU.CO-Lembaga Penanggulangan Bencana PP Muhammadiyah, yang lebih dikenal dengan sebutan Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC), menghadiri sidang Dewan Pengarah Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Dana Tanggap Darurat Global (Advisory Group United Nation Central Emergency Response Fund/AG UNCERF).
Acara berlangsung di Dublin, Irlandia, Rabu-Kamis (19-20/6/2019). MDMC mengirim Wakil Ketua Dr Rahmawati Husein menghadiri pertemuan itu.
Dosen Fisipol Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini menjadi satu-satunya wakil dari Asia Tenggara. Dia adalah satu dari 19 orang yang dipilih oleh Sekjen PBB untuk jabatan Dewan Pengarah mulai Oktober 2018 hingga Oktober 2021.
Rahmawati Husein menjelaskan, sejak dibentuk CERF pada tahun 2010, baru pertama kali wakil Indonesia terpilih sebagai anggota Dewan Pengarah organisasi ini.
AG UNCERF, sambung dia, dibentuk berdasarkan kesepakatan pada Sidang Majelis Umum PBB ke-60 tahun 2005 melalui resolusi tentang Penguatan Koordinasi Bantuan Darurat Kemanusiaan PBB.
”Dewan Pengarah CERF merupakan kelompok tenaga ahli yang berperan memberikan petunjuk, pandangan, serta rekomendasi untuk mendukung upaya pemanfaatan, manajemen, serta pemulihan pendanaan bantuan darurat kemanusiaan yang tiap tahunnya meningkat kebutuhannya,” tuturnya.
Dana tersebut, kata dia, diberikan ke berbagai negara di seluruh dunia yang warganya mengalami krisis akibat konflik, perang, maupun bencana alam.
”CERF merupakan mekanisme pemberian bantuan kemanusiaan yang bersifat taktis, cepat, serta apolitis, dana dapat disalurkan dalam kurun waktu kurang dari 48 jam untuk merespons situasi darurat,” tandasnya.
Dewan Pengarah CERF bersidang dua kali dalam setahun untuk mengevaluasi pemanfaatan dana yang sudah didistribusikan, memberikan rekomendasi kebijakan maupun strategi serta mendukung pelaksanaan CERF yang efektif.
Pada tahun 2019 ini, pertemuan pertama diselenggarakan di Kota Dublin, Irlandia, yang menjadi tuan rumah. Topik bahasan mengenai pentingnya peningkatan dana kemanusiaan serta pemanfaatan seefektif mungkin.
Bahasan lainnya seperti pembiayaan yang antisipatif tidak harus menunggu dampak krisis yang meluas. Pendekatan antisipatif dalam krisis kemanusiaan terbukti bisa menyelamatkan nyawa lebih banyak dan lebih menghemat pendanaan untuk bencana karena perubahan iklim seperti kekeringan, korban konflik yang sudah mengungsi bertahun-tahun.
Pertemuan dihadiri seluruh anggota yang berjumlah 19 orang mewakili lima benua dan menjadi representasi dari negara donor maupun negara penerima bantuan dana tanggap darurat tersebut.
Dia menerangkan, Indonesia pada tahun 2018 menjadi salah satu negara yang menerima dana darurat untuk merespon kejadian gempa bumi dan tsunami di Sulawesi Tengah.
”Pengalaman Indonesia mengelola dana CERF dapat dijadikan masukan dan bahan perbandingan dan pembelajaran bagi negara lain. Juga keterlibatan organisasi non pemerintah, seperti Muhammadiyah yang bergerak di tingkat nasional maupun lokal, menunjukkan pentingnya peran aktor non negara dalam pelaksanaan bantuan krisis kemanusiaan,” ujarnya.
Rahmawati menegaskan, dana CERF yang dikelola oleh badan-badan PBB seperti WFP, Unicef, UNHCR, UNFPA, perlu dikelola bersama tidak hanya dikerjasamakan dengan pemerintah pusat melalui klaster atau sektor, namun juga perlu dikelola langsung oleh pemerintah daerah maupun organisasi non pemerintah. (Twediana Budi Hapsari)