PWMU.CO – Tidak lolosnya Nadjib Hamid sebagai anggota DPD RI masih menyisakan pertanyaan di kalangan warga Muhammadiyah.
Seperti yang disampaikan Nadjib dalam Pengajian Ahad Pagi yang diselenggarakan Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Kebomas di Masjid At Taqwa Giri, Kebomas, Gresik, Ahad (16/6/19).
Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur itu bercerita, saat mengisi pengajian di Masid Al-Muttaqin Desa Drajat, Baureno, Bojonegoro, seorang jamaah bertanya, “Mengapa Pak Najib kok tidak lolos ke Senayan? Masak kalah kabeh. Pasangan 02 kalah, 41 juga kalah?”
Nadjib, yang dalam Pemilu 2019 berangkat dari Dapil Jatim dengan nomor urut 41, itu lalu menyampaikan beberapa hal terkait gagalnya dia menjadi senator.
Hal itu pula yang ingin didengar secara langsung oleh ratusan jamaah yang antusias memenuhi Masjid At Taqwa Giri. Mulai pimpinan dan anggota PCM Kebomas, organisasi otonom, pimpinan dan karyawan amal usaha Muhammadiyah, serta jamaah masjid.
Sebab, sebelumnya mereka optimis Nadjib akan lolos ke Senayan, mengingat setahun Nadjib bekerja keras menemui konstituen di seluruh Jatim. Warga Muhammadiyah pun sangat bersemangat mendukung pencalonannya, termasuk yang ada di Kebomas Gresik.
“Kalau melihat laporan dari cabang dan ranting, sebetulnya perolehan suara saya sangat signifikan,” ungkapnya. Bahkan, sambungnya, ada daerah tertentu yang memperoleh kenaikan suara 500 persen dari jumlah anggota Muhammadiyah.
“Sehingga saat itu minus Madura, nomor 41 masih ada di urutan ketiga. Tetapi setelah suara empat kabupaten di Madura masuk rekapitulasi, langsung posisi 41 melorot ke urutan ke-8,” jelas Nadjib yang menurut rekapitulasi akhir mendapat 1.007.775 suara.
Melihat kenyataan seperti itu Nadjib berkesimpulan, ternyata tidak mudah melakukan jihad politik. “Walaupun niatnya bagus, tetapi karena masih belum berjalannya politik nilai, harus menerima kenyataan, meskipun tidak enak dirasakan,” kata dia sambil mengutip surat Albaqarah ayat 216.
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah Maha Mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.”
“Tapi kita jangan kendor gara-gara kalah, harus tetap semangat. Ini menjadi pengalaman berharga dan mahal, tetap berdakwah,” pesan Nadjib.
Jadi warga eksklusif
Bapak tiga anak yang asli Paciran Lamongan itu juga memberi catatan pentingnya warga Muhammadiyah membaur dengan warga lainnya. Hal itu juga sangat penting untuk suksesnya jihad politik Muhammadiyah.
“Kita harus bisa menjadi contoh, bukan menjadi warga yang eksklusif, enggan bergaul dengan selain warga Muhammadiyah,” tuturnya.
Nadjib memberikan contoh di lingkungan tempat tinggalnya di Surabaya. “Di daerah saya menjelang awal Ramadhan ada kegiatan yang namanya megengan. Biasanya semua warga mengeluarkan makanan yang sama dalam waktu yang juga sama yaitu makanan ada khasnya apem,” ungkapnya
Tetapi, lanjutnya, saya menyiasatinya dengan makanan yang berbeda, agar lebih bermanfaat. “Maka saya bagikan kurma yang berkwalitas kepada warga sekampung. Dan ada warga yang nyeletuk, ‘Wah bermanfaat ya bisa untuk berbuka satu bulan.’,” cerita dia.
Menurut Nadjib ini salah satu cara supaya orang lain tertarik dengan Muhammadiyah. “Kita ikuti mereka tetapi dengan cara kita, agar tidak ada anggapan bahwa orang Muhammadiyah itu pelit,” ujarnya.
Zakat fitrah beras plus lauk–pauk
Nadjib juga memberi paparan menarik tentang zakat fitrah. “Kita baru saja melewati bulan Ramadhan, kita evaluasi amalan-amalan setelah Ramadhan. Salah satu kewajiban setiap Muslim adalah membayar zakat fitrah sebelum salat Idul Fitri,” ungkapnya sambil mengutip hadits dari Abu Dawud dan Ibnu Majjah.
“Siapa saja yang membayar zakat fitrah sebelum shalat Id maka ia adalah zakat fitrah yang diterima, tetapi siapa saja yang membayar zakat fitrah setelah shalat Id maka ia terhitung sedekah sunah biasa.”
Menurut Nadjib, dalam pembagian zakat fitrah tidak harus dihabiskan jika yang berhak menerima sudah kebagian semua. “Tetapi boleh dibagikan setelah bulan Ramadhan agar bermanfaat, benar-benar tepat sasaran dan bermanfaat sesuai delapan asnaf yang berhak menerima zakat,” jelasnya.
Pemikiran itu didasari oleh banyaknya tengkulak-tengkulak yang menjadi penadah dan siap dengan truk-truknya di dekat masjid-masjid untuk membelinya.
Dia juga mengingatkan, di zaman Nabi SAW zakat fitrah adalah makanan pokok kurma, yang kontennya bisa langsung dimakan. “Untuk lebih hati-hati membayar zakat fitrah dengan beras bisa dilengkapi biaya lauk pauknya supaya bisa dimakan,” pesannya.
Di akhir ceramahnya, Nadjib memberi kesempatan jamaah untuk bertanya. Tiga penanya pertama mendapat hadiah buku. “Wah ternyata yang tanya semua perempuan,” ujarnya. (Nurfadlilah)