PWMU.CO – Jam menunjukkan pukul 20.30 WIB. Mobil Lazismu Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Sragen dan Gresik sampai di tempat parkir depan SMA Trensains Muhammadiyah Sragen Jawa Tengah, Sabtu (27/7/19) malam.
Saat itu suasana sepi dan lengang. Keheningan malam di desa itu terasa sekali. Kondisi yang berbeda tampak saat rombongan Lazismu yang dipimpin Ketua Lazismu Gresik Rojak dan Majelis Dikdasmen PDM Gresik memasuki halaman sekolah.
Tampak para santri beraktivitas secara berkelompok. Ada yang belajar memecahkan soal matematika. Ada yang berlatih Tapak Suci. Ada yang berkarya membuat kerajinan tangan. Ada yang bermain musik ansamble. Ada yang mengakses materi melalui laptop. Ada pula yang membuat rancangan panggung seni.
“Kami kagum melihat komunitas belajar di SMA Trensains Sragen ini. Nuansa akademik terlihat dalam aktivitas siswa. Ghirah para santri SMA Trensains dalam mengasah potensi diri dengan kesadaran diri dan enjoy tampak terlihat,” tanya M Fadloli Aziz, Sekretaris Majelis Dikdasmen PDM Gresik kepada Kepala SMA Trensains Muhammadiyah Sragen, Muhammad Fahrurroni.
Padahal, ujarnya, saat ini sudah cukup larut. Malam Ahad lagi. “Bagaimana cara mengkondisikan para santri agar bisa menumbuhkan nuansa learning community tersebut?” tanya Aziz.
Ustdaz Roni, sapaan Muhammad Fahrurroni, pun menjawab, “Kami punya tips untuk membuat anak-anak nyaman berkegiatan di pondok. Anak-anak bisa enjoy itu perlu dibuat stress satu, stress dua, dan stress tiga.”
Stress di kami, sambungnya, artinya aktif, harus ada kegiatan. Kegiatan satu tuntas diikuti kegiatan yang lain. Jangan dibuat anak-anak tidak ada kegiatan. Tidak hanya kegiatan akademik atau pembelajaran.
“Nanti akan jenuh. Di awal masuk ada pentas atau panggung seni. Ada kegiatan yang membuat para santri enjoy tinggal di pesantren. Sehingga santri kerasan di pondok,” kata Ustadz Roni, panggilan akrabnya.
Pria yang berasal dari Desa Keduyung, Kecamatan Laren, Kabupaten Lamongan ini lalu menceritakan sejarah awal berdirinya sekolahnya. “Awalnya sekolah yang kami miliki bernama SMA Darul Ihsan Muhammadiyah. Harapannya untuk mencukupi kader persyarikatan di Sragen,” kisahnya.
Namun, lanjut dia, siswanya cuma sedikit. Siswa hanya berasal dari panti asuhan. Kurang diminati masyarakat. “Biayanya dari bapak asuh dengan melibatkan bapak-bapak PDM. Tapi berjalan beberapa waktu saja karena ternyata tidak langgeng,” ucapnya.
Kondisi seperti itu membuat siswa tiap angkatan selalu turun jumlahnya, bahkan kurang dari 10 anak. SMA Darul Ihsan kurang diminati karena tidak mempunyai keunggulan khusus. “Akhirnya kami dibimbing Doktor Agus Purwanto kami ubah menjadi SMA Trensains dengan konsep baru yang jadi nilai tawar kepada masyarakat sehingga menjadi diminati,” ungkap dia.
Sebelumnya guru-guru ditraining secara khusus oleh Gus Pur—panggilan akrab Agus Purwanto selama tujuh bulan. “Beliau bergelantungan di bis dari Surabaya ke Sragen setiap Sabtu Ahad untuk melatih kami,” cerita Ustadz Roni.
Sementara Wakil Kepala SMA Trensains Sragen Bidang Humas, Hakim Zanky menyampaikan rasa syukurnya atas perkembangan jumlah siswa SMA Trensains Muhammadiyah Sragen.
“Alhamdulillah, angkatan pertama SMA Trensains jumlah siswa 34 anak tetapi ada proses seleksi sehingga ada siswa yang tidak diterima. Saat ini jumlah siswa SMA Trensains ada 264 siswa. Tahun ini yang daftar sebanyak 244 anak diterima 98 siswa siswi dari 47 kabupaten. Saat ini siswa-siswi kami berasal dari 27 provinsi. Siswa terjauh dari Papua,” paparnya. (*)
Kontributor M Fadloli Aziz.
Editor Mohammad Nurfatoni.
Discussion about this post