PWMU.CO – Bagaimana hukum berkurban dengan cara berutang? Sahkah ibadah kurbannya? Ketua Divisi Tarjih dan Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim Ustad Dr Achmad Zuhdi Dh MFilI menyatakan berkurban dari uang pinjaman hukumnya boleh-boleh saja dan ibadah kurbannya sah.
“Nah, yang perlu dipertimbangkan oleh orang yang berkurban dengan cara berutang adalah apakah ia tidak terbebani dengan utangnya?” katanya dalam Kajian Bulanan Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Jatim di Hall Sang Pencerah Universitas Muhammadiyah Gresik (UMG), Sabtu (3/8/19).
Meski diperbolehkan dan sah, Ustadz Zuhdi—sapaannya—mengingatkan, sesungguhnya meminjam uang atau berutang untuk membeli hewan kurban tidak dianjurkan karena pada saat itu seseorang dipandang tidak memiliki kelapangan. Selain itu utang juga bisa menjadi sebab seseorang tak terampuni dosa-dosanya sehingga terhalang masuk surga.
“Harus diketahui bahwa orang yang sedang berutang itu dalam posisi tertuntut untuk membayarnya,” paparnya sambil mengutip hadits riwayat Ahmad dan At-Tirmidzi dari Abu Hurairah RA, Nabi SAW bersabda: “Jiwa seorang mukmin tergantung kepada utangnya hingga dibayarkan.”
Juga sebagaimana hadits diriwayatkan Shahih Muslim, yakni ada seseorang datang kepada Nabi Saw, lalu berkata: “Ya Rasulullah, bagaimana menurut Anda, jika aku terbunuh di jalan Allah, apakah Allah akan menghapuskan kesalahan-kesalahanku?” Nabi Saw menjawab, “Ya, jika kamu terbunuh di jalan Allah dalam keadaan sabar, mengharap pahala dari Allah, dan maju pantang mundur”.
Kemudian Rasulullah SAW bertanya: “Apa yang kamu katakan tadi?” Lalu orang tersebut mengulangi pertanyaannya: “Bagaimana menurut Anda, jika aku terbunuh di jalan Allah, apakah Allah akan menghapuskan kesalahan-kesalahanku?” Nabi SAW menjawab, “Ya, jika kamu terbunuh di jalan Allah dalam keadaan sabar mengharap pahala dari Allah, dan maju pantang mundur, kacuali (ada tanggungan) utang. Begitulah yang dikatakan Jibril kepadaku.” (HR. Muslim No.4988).
“Jadi, kedudukan utang jauh lebih penting untuk diperhatikan. Siapa yang tidak memiliki jaminan untuk membayarnya, maka hendaklah dia tidak berutang supaya dirinya tidak terbebani di kemudian hari dengan sesuatu yang sebenarnya tidak diwajibkan,” tuturnya.
Sebaliknya, Dosen UINSA Surabaya itu menyatakan, bagi orang yang memiliki jaminan untuk membayarnya seperti gaji tetap, tabungan atau semisalnya, sedang ketika Idul Adha tiba ia tidak mendapati kecukupan harta untuk membeli hewan kurban, maka dia dibolehkan membeli hewan kurban dengan cara berutang atau menyicil untuk berkurban, dan kurbannya sah.
“Jika seseorang berkurban dalam keadaan berutang seperti ini, maka kurbannya sah, tidak ada masalah baginya. Bahkan, sebagian ulama ada yang menganjurkan bagi orang yang tidak mendapati harta saat berkurban supaya ia mencari pinjaman untuk membeli hewan kurban. Tentu dengan catatan ia mampu untuk melunasi utangnya pada waktunya sesuai perjanjian,” tegasnya.
Arisan Kurban
Lalu, bagaimana hukumnya berkurban dengan cara arisan? Menurut dia, status hukum berkurban dengan cara arisan sama halnya berkurban dengan cara berutang. “Orang berkurban dengan arisan tidaklah masuk dalam masalah orang yang tidak punya kelapangan rezeki. Tapi, saat ingin berkurban, ia sedang tidak punya kecukupan harta untuk membeli hewan kurban padahal ia sudah terkena perintah berkurban. Dan, pada kenyataannya ia termasuk orang yang mampu. Maka saat itu hendaklah ia berutang untuk tetap bisa berkurban,” terangnya.
Ustadz Zuhdi menegaskan, pomotongan hewan kurban dengan cara arisan yang dilakukan bersama-sama dengan warga, sehingga setiap tahun bisa memotong beberapa ekor untuk beberapa orang dan selesai dalam waktu sekian tahun, hal ini sah-sah saja. Sepanjang masing-masing mengeluarkan sejumlah uang yang seimbang dengan perjanjian dengan pokok dan jaminan yang seimbang agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
“Arisan yang bersifat demikian, dengan cara tolong menolong untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan yakni ibadah kurban, maka yang demikian adalah merupakan salah satu bentuk sikap ketakwaan,” tandasnya.
Reporter Aan Hariyanto. Editor Mohammad Nurfatoni.