PWMU.CO – Hari Raya Idul Adha 1440 Hijriyah tinggal menghitung hari. Salah satu perintah Allah SWT di hari raya itu adalah kewajiban berkurban bagi umat Islam yang mampu. Lalu, apa saja yang perlu diperhatikan supaya ibadah kurban sah dan diterima Allah?
Ketua Divisi Tarjih dan Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim Ustad Dr Achmad Zuhdi Dh MFilI menerangkan, ada beberapa ketentuan syar’i yang harus diperhatikan oleh pengkurban sebagai syarat sahnya ibadah. Salah satunya dalam memilih hewan kurban.
Pertama adalah jenis hewan yang dapat dijadikan kurban adalah bahimah al-an’am atau binatang ternak. “Adapun ulama mengkategorikan binatang ternak yang dianjurkan untuk kurban adalah unta, sapi (termasuk kerbau),kambing, domba maupun biri-biri,” ujarnya dalam Kajian di Masjid Al Badar Kertomenanggal IV/1 Surabaya, Senin (5/8/19).
Ustad Zuhdi—sapaannya—melanjutkan, syarat yang kedua adalah hewan kurban harus memenuhi usia minimal tertentu yang ditetapkan oleh syariat. Yaitu untuk unta adalah genap berusia lima tahun. Sedangkan sapi berusia genap dua tahun dan kambing berusia genap satu tahun.
“Jika hewan kurban tidak memenuhi usia minimal yang ditetapkan oleh syariat, maka kurban yang dia persembahkan hukumnya tidak sah,” paparnya sembari memaparkan beberapa dalil yang menunjukkan ketidakabsahan berkurban jika hewannya tidak memenuhi usia minimal.
Salah satunya adalah hadits riwayat Bukhari “Sesungguhnya aku masih memiliki jadza’ah dan dia lebih baik daripada dua musinnah. Apakah aku juga harus menyembelihnya untuk berkurban? Beliau bersabda: “Ya, namun hal itu tidak sah untuk orang lain setelahmu.”
Juga HR Muslim dari Jabir Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kamu sembelih hewan untuk berkurban, melainkan musinnah. Kecuali jika itu sulit kamu peroleh, sembelihlah jadza’ah domba.”
Dalam hadits di atas, Rasulullah SAW memerintahkan menyembelih hewan kurban kecuali hewan kurbannya berupa musinnah. Istilah musinnah sama dengan istilah tsaniyyah, yakni hewan dengan usia tertentu yang mencakup unta, sapi, dan kambing. “Tsaniyyah adalah setiap hewan yang tanggal gigi serinya,” jelasnya.
Kemudian Nabi SAW menjelaskan, jika musinnah tidak ada atau sulit didapatkan, maka boleh menyembelih Jadza’ah domba. Rasulullah bersabda, “Kecuali jika itu sulit kamu peroleh, sembelihlah Jadza’ah domba.” (HR Muslim No. 5194)
Dosen Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya itu menambahkan, yang ketiga adalah hewan kurban dari segi fisik juga harus bebas dari cacat. Disebutkan, ada empat cacat utama yang dijelaskan dalam nash yaitu ‘arja’ bayyin (kepincangan yang jelas), ‘awra’ bayyin (buta sebelah yang jelas), marad bayyin (sakit yang jelas), dan ajfa’ (kekurusan yang membuat sungsum hilang).
“Jika hewan kurban terkena salah satu atau lebih dari empat macam aib ini, maka hewan tersebut tidak sah dijadikan sebagai hewan kurban,” tegasnya.
Ustadz Zuhdi menegaskan, adapun cacat-cacat yang semakna dengan hal-hal yang telah disebutkan di atas atau yang lebih parah seperti buta total, lumpuh, bagian tubuh terpotong dan sebagainya juga menjadikan hewan tidak sah digunakan untuk berkurban.
“Jadi syarat-syarat sahnya hewan kurban ada tiga, yaitu berupa bahimah al-an’am, memenuhi usia minimal yang ditetapkan ayariat, dan bebas dari cacat. Juga disunahkan hewan yang akan dijadikan kurban adalah yang gemuk, bertanduk, dan dalam kondisi paling baik,” tandasnya. (*)
Reporter Aan Haryanto. Editor Mohammad Nurfatoni.