PWMU.CO – Majelis Kesejahteraan Sosial (MKS) Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah menyelenggarakan Bimbingan Teknis Akreditasi Panti Asuhan Aisyiyah (PAA) dan Penerapan Standar Nasional Pengasuhan Anak (SNPA) se-Indonesia, Jumat-Ahad (18-20/10/19).
Pada hari kedua, Sabtu (19/10/19), peserta dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok 1 yang terdiri pengurus PAA mengikuti bimtek akreditasi di Hall Taman Sengkaling Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
Kelompok 2 terdiri Ketua MKS Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA), Ketua MKS Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA), dan Ketua PAA yang mengikuti pembahasan organisasi di Hall Lantai 2 Hotel Kapal Sengkaling.
Sekretaris MKS PP Asyiyah Ir Siti Asfiyah MKP menyampaikan MKS mempunyai kebutuhan untuk membenahi pengelolaan Panti Asuhan Aisyiyah.
Menurutnya, panduan yang berjalan selama ini belum sesuai dengan Pedoman Amal Usaha (PAU) yang di keluarkan oleh PP Aisyiyah. “Sehingga perlu mengkaji lagi dengan PWA, PDA, dan PAA bahwa sebelum mengelola amal usaha seperti PAA maka harus paham dengan PAU,” ungkapnya.
Memang ironis, ujarnya, karena PAU yang sudah disampaikan ke PWA saat Rakernas 2016 belum turun ke PDA dan PAA. “Momen pertemuan ini sangat diharapkan oleh PAA. Ternyata pengelolaan amal usaha itu sudah ada aturannya,” ujarnya.
Dia mengatakan, beberapa hal penting dalam PAU adalah tentang istilah ‘pengurus’ dan Badan Pembina Harian (BPH). Di beberapa PAA ada yang memakai pengurus dan BPH. Padahal dalam PAU harus dipilih salah satu.
“Pemahaman tentang pengurus dan pengelola PAA juga belum dipahami. Jadi yang berjalan pengurus ya pengelola. Padahal seharusnya berbeda. Pengelola itu eksekutif, sedangkan pengurus itu legislatif,” tegasnya.
Tentang prosedur siapa yang menentukan dan memilih pengurus PAA, Titik—sapaan Siti Asfiyah—mengatakan, realitas di lapangan, pengurus PAA jumlahnya lebih dari 10 orang. “Padahal dalam PAU hanya lima orang, terdiri satu orang ketua dan empat orang anggota. Selanjutnya dari empat anggota ini dipilih sekretaris, bendahara dan seksi-seksi,” paparnya.
Dia menegaskan, di luar pengurus ada pengelola PAA. Ada ketua PAA yang benar-benar berfungsi atau bertugas untuk mengelola PAA. “Pengelola itu statusnya karyawan amal usaha dan berhak mendapatkan gaji. Pengelola terdiri ketua, pengasuh, pekerja sosial (peksos), juru masak, driver, dan tenaga administrasi,” terang dia.
Selama ini, sambungnya, pengurus yang menangani semuanya. Bahkan ada ketua pengurus yang juga ketua MKS. Ada pula yang pengasuh merangkap ketua MKS. “Ini tantangan bagi MKS PP Aisyiyah untuk membenahi kondisi yang sudah terjadi. Ada hal-hal yang harus dibedakan untuk sebuah ketertiban berorganisasi,” jelasnya.
Dia mengatakan, “Memang tidak ringan, tapi tetap harus dijalankan dengan sebaik-baiknya. Maka ke depan para senior harus menyiapkan kader orang muda yang nantinya menggantikan kita semua untuk memahami aturan organisasi.”
Tutik mencontohkan, ada peserta yang membayangkan kalau harus menggaji pengelola seperti itu apakah dana panti tidak habis, sebab selama ini pengurus tidak menerima honor. “Padahal kalau pengurus (maksudnya pengelola) sudah menerima gaji maka akan bisa diberi target untuk fundraising atau meningkatkan dana pemasukan panti. Tidak pasif menunggu donatur datang, tetapi aktif menjemput bola,” terangnya.
Dia mengungkapkan, panti asuhan itu ada saat tertentu melimpah pendapatannya seperti saat Ramadan. Tetapi di bulan lain bisa sangat minim pemasukannya. “Itulah tantangan bagi pengurus dan bagaimana mereka bisa mengambil peluang,” tuturnya. (*)
Kontributor Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.