PWMU.CO-Menuduh Rasulullah tidak adil terjadi usai penaklukan Mekkah. Tokoh-tokoh Quraisy yang membenci Nabi Muhammad saw akhirnya masuk Islam. Mereka adalah Abu Sufyan bin Harb, Shafwan bin Umaiyah, Harits bin Hisyam, Ikrimah bin Abu Jahal, Suhail bin Amir dan kabilah Arab lainnya. Semuanya diberi amnesti.
Rasulullah juga memperlakukan tokoh-tokoh Quraisy ini agak istimewa karena mereka pemimpin kaumnya. Misalnya ketika terjadi perang Hunain dan Thaif, tokoh-tokoh Quraisy yang ikut berperang mendapatkan ghanimah atau harta rampasan perang sangat besar.
Setelah perang Hunain, Abu Sufyan bin Harb mendapatkan seratus ekor unta. Anaknya, Mu’awiyah, juga memperoleh seratus ekor unta. Shofwan bin Umaiyah, Suhail bin Amir, Uyainah bin Hishn, dan beberapa nama dari kabilah Arab lainnya juga diberi seratus ekor unta. Padahal mereka ini baru masuk Islam. Itu pun boleh jadi karena terpaksa.
Sementara sahabat-sahabat kaum anshar tidak mendapatkan jatah ghanimah. Sampai-sampai ada sekelompok orang mengerubungi dan menyudutkan Rasulullah ke sebuah pohon. mereka menuntut agar harta rampasan perang berupa kambing dan unta diberikan juga kepada mereka.
Rasulullah marah dan berkata,”Hai manusia, demi Allah, seandainya kalian berhak atas hewan ternak sebanyak pohon di Tihamah. Aku pasti membagi-bagikannya. Kalian tidak mendapatiku sebagai orang bakhil, pengecut, dan pendusta.”
Setelah itu Rasulullah mendekati seekor unta, mencabut bulu di punuknya lalu diperlihatkan kepada orang di sekelilingnya. ”Hai manusia, demi Allah, aku tidak berhak atas fa’i kalian. Tidak pula atas harta sebesar bulu ini melainkan seperlimanya saja dan seperlimanya dibagikan kepada kalian,” kata Rasulullah.
”Karena itu kembalikan benang dan jarum sesungguhnya mengambil ghanimah sebelum dibagi adalah aib, api, dan noda di hari kiamat,” sambung Rasulullah lagi.
Mendengar perintah itu, seorang anshar datang sambil membawa gulungan benang dari rambut. ”Ya Rasulullah, aku mengambil benang dari rambut ini dan menggunakan sebagai alas pelana untaku yang telah usang,” kata orang anshar itu.
Rasulullah mengambilnya lantas berkata,”Ini bagianku dari rampasan perang dan sekarang aku berikan kepadamu.”
Orang dari anshar itu tampak kecewa. ”Kalau cuma dapat ini, aku tidak membutuhkannya,” katanya sambil membuang gulungan benang itu.
Muncul Kasak-Kusuk
Ketidakpuasan juga muncul dari orang Bani Tamim. Dzul Khuwaishirah menghampiri lalu lalu menuduh Rasulullah tidak adil dalam membagi ghanimah. Rasulullah berkata,”Kalau keadilan tidak berasal dariku, lalu dari siapa?”
Kekecewaan atas pembagian ghanimah ini akhirnya memuncak menjadi kasak-kusuk yang meresahkan dan membahayakan persatuan umat Islam. Sampai muncul pernyataan dari orang anshar bahwa Rasulullah telah bertemu dengan tokoh-tokoh kaumnya orang Quraisy karena itu dia mengistimewakannya dalam pembagian harta rampasan perang.
Pemimpin kaum anshar, Sa’ad bin Ubadah, khawatir dengan kasak-kusuk membahayakan ini. Dia menemui Rasulullah. ”Wahai Rasulullah, kaum anshar sedih dengan keputusanmu membagi harta rampasan. Engkau membagikan kepada kaummu dan kabilah Arab dalam jumlah besar. Sedangkan kaum anshar sedikit pun tidak dapat bagian,” kata Sa’ad.
Rasulullah menyahut,”Dimana posisimu dalam masalah ini, ya Sa’ad?”
Sa’ad menjawab,”Aku berasal dari kaumku, ya Rasulullah.”
Kemudian Rasulullah memerintahkan Sa’ad mengumpulkan kaum anshar di satu tempat. Setelah semua berkumpul, Rasulullah mendatangi mereka dan berkata,”Wahai kaum anshar, apa maksud ucapan kalian terhadapku? Apa maksud kecaman kalian kepadaku? Bukankah aku datang kepada kalian yang saat itu tersesat kemudian Allah memberimu petunjuk. Kalian miskin lantas Allah memberimu kekayaan. Kalian bermusuhan lalu Allah menyatukan hati kalian.”
”Itu benar, Allah dan Rasulnya yang utama,” jawab orang anshar.
”Lantas apa masalahnya? Kenapa tidak kalian jawab pertanyaanku?” tanya Rasulullah.
”Kami mau menjawab apa? Karena karunia dan keutamaan milik Allah dan Rasulnya,” jawab orang anshar.
Dalam pertemuan itu tidak ada orang yang mau mengungkapkan keluhannya. Rasulullah paham kaum anshar takut berkata terus terang tentang pembagian ghanimah ini.
”Demi Allah, aku tahu kalian pasti akan mengatakan kepadaku, engkau datang kepada kami ketika didustakan orang kemudian kami membenarkanmu, engkau telantar kemudian kami menolongmu, engkau terusir kemudian kami melindungimu dan engkau miskin kemudian kami membantumu,” ujar Rasulullah.
Luluh oleh Doa Rasulullah
Setelah berdiam sejenak lalu Rasulullah menyambung,”Hai kaum anshar, apakah kalian mempersoalkan secuil dunia yang dengannya aku ingin menundukkan hati salah satu kaum agar mereka masuk Islam. Sedangkan aku menyerahkan kalian kepada Islam.”
”Hai kaum anshar, tidakkah kalian rido jika orang-orang pulang membawa kambing dan unta, sedangkan kalian pulang membawa Rasulullah ke negeri kalian? Demi dzat yang jiwa Muhammad berada di tangannya, jika tidak karena hijrah, aku tidak bakal menjadi salah seorang dari kaum anshar,” kata Rasulullah menandaskan
.Rasulullah berkata lagi meyakinkan. ”Jika manusia melewati salah satu jalan dan kaum anshar melewati jalan lainnya, aku pasti melewati jalan yang dilalui kaum anshar.”
Kemudian Rasulullah menadahkan tangannya segera berdoa.”Ya Allah, sayangilah kaum anshar, anak-anak kaum anshar, dan cucu-cucu kaum anshar.”
Mendengar doa Rasulullah itu, kaum anshar langsung menangis. Air matanya bercucuran hingga membasahi jenggotnya. Sambil terisak mereka berkata,”Kami rido dengan Rasulullah sebagai bagian kami.”
Pertemuan itu menentramkan hati semua orang yang sebelumnya galau karena merasa diperlakukan tidak adil. Setelah masalah pembagian ghanimah selesai, Rasulullah pergi. Pertemuan pun bubar. Dengan perasaan lapang, kaum anshar ke tendanya. (*)
Cerita Menuduh Rasulullah Tidak Adil juga bisa dibaca di buku Kisah Dramatik Hijrah terbitan Kanzun Book.
Penulis/Editor Sugeng Purwanto