Menulis: Nutrisi untuk Jaga Imunitas Diri ditulis oleh Ichwan Arif, guru SMP Muhammadiyah 12 GKB (Spemdalas) Gresik. Penulis buku Merawat Singa Kreatif.
PWMU.CO – Menulis bukan hanya menyusun kata, membuat kalimat, menempatkan tanda baca, atau sekadar menata paragraf demi paragraf.
Menulis bisa mewakili isi dan perasaan. Ide dan gagasan yang kita ciptakan adalah cermin holistik dari semua yang ada dalam diri kita, tak terkecuali membentuk ketahanan diri.
Ketahanan diri di sini adalah nilai-nilai positif sebagai implikasi dari apa yang sudah kita paparkan dan rangkaikan dalam bahasa tulis. Kalimat-kalimat tersebut mampu menjadi stimulasi diri sehingga secara tidak langsung akan memberikan rmafaat bagi si penulis.
Semisal, menulis tentang manfaat puasa bagi kesehatan. Ketika tema itu menjadi garis besar dalam menulis, maka kita akan membuat peta konsep secara tidak langsung, mind map.
Peta itu akan menuntun pada rangkaian pikiran-pikiran, mulai dari pengertian dan manfaat puasa atau efek kesehatannya. Kita pun akan mencari referensi sebagai pendukung dari tulisan. Bisa dari internet, buku, majalah, atau dengan wawancara dengan orang yang memiliki kompetensi di bidangnya, seperti dokter.
Kita terus mencari ‘jembatan keledai’ untuk bisa menyelesaikan isi tulisan sampai tuntas. Data referensi, nara sumber, sampai dengan bentuk komunikasi secara langsung atau tidak langsung dijadikan sebagai salah satu poin penting dalam menjaga kualitas tulisan kita.
Inilah proses panjang menulis—yang di dalamnya memberikan energi positif: aliran ilmu yang mampu menambah ketahanan diri.
Menulis mampu memberikan imun diri. Imun yang mampu memberikan kesehatan pola pikir dan intuisi diri dalam melihat, mengolah dan berkomunikasi. Dalam bahasa lain, menulis mampu menjadi nutrisi pada ketahanan diri kita.
Di bawah ini, penuls akan uraikan manfaat menulis dalam mendukung dan menguatkan ketahanan diri.
Ketahanan Ide Kreatif
Menulis mampu meroketkan ide kreatif. Dalam menulis, kita dihadapkan pada misi menemukan dan mengolahnya. Ide-ide mentah yang bertebaran akan dijaring selanjutkan diolah menjadi bahan baku ide matang.
Tahapan menjadikan ide matang ini adalah proses kreatif yang berkelanjutan sampai tulisan kita tuntas, siap dihidangkan pada pembaca.
Kreativitas semakin meningkat tatkala ide bermunculan saat menulis. Di sinilah kualitas sebuah tulisan bisa terlihat. Ide kreatif menjadi kompas kualitas tulisan yang kita buat.
Menulis tak ubahnya ladang untuk menanam ide kreatif. Nanti ladang itu akan menghasilkan buah berupa imun, ketahanan diri. Semakin banyak menulis, semakin kita memupuk imun yang mampu memberikan nilai-nilai positif.
Orang yang punya ide kreatif nan cemerlang, tidak akan jauh dari pembiasaan menulis. Dari otaknya, ide-ide yang ada tidak dibiarkan berhamburan, bertaburan. Tetapi dia akan tangkap dan cepat diolah.
Andrea Hirata dalam menghasilkan novel Guru Aini, harus melakukan riset selama dua tahun. Di dalam riset tersebut ide kreatifnya terus dijalankan. Bagaimana menentukan ide pokok, permasalahan, konflik, puncak ketegangan, sampai dengan resolusinya.
Alur ide kreatifnya terus mengalir, sampai pada suatu titik, dia berhasil menyuguhkan karyanya yang apik dan enak dibaca.
Pandemi Covid-19 bisa menjadi pemicu ide kreatif dalam menulis. Bukan sekadar membahas bahaya dan cara melawan virus, tapi bagaimana kita berpikir out of the box.
Ketika belajar harus di rumah, bekerja harus di rumah, maka bagaimana cara dan strategi orangtua menjadi guru bagi putra-putrinya di rumah. Apakah mereka sudah menyiapkan pola atau langkah supaya putra-putrinya bisa menikmati belajar di rumah. Atau malah sebaliknya, orangtua merasa kerepotan menjadi ‘guru dadakan’ ini.
Ide kreatif kita akan memicu untuk menciptakan ide yang belum terbayangkan oleh orang lain. Ide kreatif kita akan ‘terus’ bergerak untuk menjadi lebih baik, yang belum terbayangkan orang lain.
Ketahanan Jalinan Komunikasi
Menulis tidak sekadar memasukkan kata atau kalimat semata. Tidak sekadar menentukan ide pokok dalam susunan tiap paragrafnya. Menulis itu ada aturannya.
Orang yang sedang melakukan proses menulis, sama hanya dia sedang mendesain bahasa. Dia sedang menata dan merancang struktur bahasa.
Dalam proses tersebut, si penulis akan menyaring, menentukan, dan menetapkan kata, kalimat, sampai dengan susunan terbaik tulisannya. Tak ubahnya, dia sedang membuat suatu bangunan. Dia pilih pondasinya dengan kata dan kalimat yang baik dan benar sehingga bangunan tulisannya mampu berdiri dengan kukuh.
Di sinilah faedah menulis. Pengetahuan berbahasa akan semakin baik, semakin tajam, semakin berkualitas. Semakin banyak menghasilkan tulisan, pengetahuan tersebut akan mengikutinya.
Ketika kita menulis dengan materi kesehatan, maka secara langsung akan belajar kosa kata, bahasa, idiom, kesehatan pula. Ketika menulis materi politik, kita pun dituntut untuk paham, mengerti dan tahu cara menempatkan bahasa ‘kekuasaan’ yang sesuai dan tepat. Proses belajar inilah yang mampu menguatkan pengetahuan komunikasi kita.
Ketahanan Pola Pikir
Untuk menghasilkan tulisan, kadangkala kita melewati dengan membuat kerangka tulisan. Membuat kerangka adalah salah satu prosedur tahapan proses belajar yang memiliki kekuatan diri.
Membuat kerangka tak ubahnya menjadi rangkaian kita belajar menjadi diri. Mengasah dan membentuk pola pikir kita lebih terorganisir. Pola pikir yang terstruktur.
Dia tahu, mana yang harus didahulukan, sebagai prolog dan mana sebagai epilognya. Mana materi yang dijadikan sebagai penguat data dan mana yang dijadikan sebagai data.
Inilah proses menyiapkan pola pikir yang teratur. Kita terbiasa menyiapkan dan mengatur, mana yang dianggap penting dan mana yang kurang penting.
Pola pikir kita semakin tajam dan kritis. Menangkap ide-ide dan cepat dalam meresponnya. Selanjutnya, intuisi kita yang berjalan dalam memaknai semua kita pikirkan.
Mengangkat tulisan dengan tema PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) maka kerangka yang harus kita dibuat adalah pengertiannya, menentukan bagaimana aturan mainnya, bagaimana teknik pelaksanaan, dampak yang dirasakan masyarakat, sampai dengan sanksi bagi pelanggar.
Inilah proses berpikir secara deduktif. Berpikir dimulai dari yang umum ke khusus. Si penulis akan terus mengasah pola pikir dalam membahas sesuatu yang ingin diuraikan.
Menulis secara berkelanjutan adalah proses merawat pola pikir. Semakin produktif dalam menulis, pola pikir si penulis akan semakin meningkat. Dan imun diri jadi kuat. (*)
Penulis Ichwan Arif. Editor Mohammad Nurfatoni.