PWMU.CO– Imam Malik. Nama lengkapnya Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Amr bin al Haris bin Ghanim bin Husail bin Amr bin al Haris al Ashbihani al Madani. Lahir di Madinah tahun 711 M. Meninggal juga di Madinah tahun 795 M dalam usia 84 tahun.
Kakek moyangnya berasal dari Yaman yang hijrah ke kota Nabi itu. Keluarga ini punya tradisi literasi sangat baik. Mengajari anak-anaknya al-Quran dan hadits. Ayahnya bernama Anas bin Malik mirip dengan nama sahabat Nabi Muhammad. Kebetulan nama yang sama. Keilmuannya juga sama-sama sangat baik.
Setelah belajar dari ibu, ayah dan kakeknya, Imam Malik sempat berguru kepada Imam Abu Hanifah. Ada diceritakan kisah Imam Malik pernah berguru kepada Imam Abu Hanifah. Al Laits bin Sa’ad melihat Imam Malik mengusap keringat dari alis matamu. Kemudian dia bertanya kenapa sampai berkeringat begitu?
”Saya merasa tidak punya ilmu apa-apa ketika bersama Imam Abu Hanifah, sesungguhnya ia benar-benar ahli fikih,” jawab Imam Malik.
Al Laits lantas menyampaikan pujian Imam Malik itu kepada Imam Hanafi. ”Demi Allah, saya belum pernah melihat orang yang lebih cepat memberikan jawaban yang benar dan zuhud serta sempurna melebih Imam Malik,” komentar Imam Hanafi kepada muridnya.
Kemudian kepada ulama Madinah dari kalangan tabiin seperti Rabiah al Rayi bin Abi Abdurahman Furuh al Madani, Ibnu Hurmuz Abu Bakar bin Yazid, Ibnu Syihab al Zuhri, Nafi’ ibn Surajis Abdullah, Jakfar Shodiq bin Muhammad bin Husain bin Ali bin Abu Talib, Muhammad bin al-Munkadir bin al-Hadiri al-Taimy.
Kitab al-Muwaththo
Ilmu yang dikuasai lalu dibukukan sehingga bisa dibaca banyak orang. Kitab yang ditulis antara lain al-Muwaththo. Kitab ini paling populer yang menjadi rujukan ahli hadits. Hadits yang dimuat dalam kitab ini kalau dikelompok terdiri sebanyak 600 hadits musnad, 222 hadits mursal, 613 hadits mauquf, 285 perkataan tabiin, ada ada 61 hadis tanpa sandaran nama yang jelas. Hanya dikatakan telah sampai kepadaku. Atau dari orang kepercayaan.
Karena itu al-Muwaththo bukan hanya memuat hadits Nabi tapi juga memuat atsar sahabat, qaul tabiin, ijma ulama Madinah dan pendapat Imam Malik. Kitab ini ditulis tanpa sistematika dan bab. Bahkan tanpa nomor hadits. Baru pada penulisan berikutnya oleh pengikut madzhab Maliki diberi nomor untuk memudahkan rujukan dan pencarian.
Kitab lainnya al- Muwadanah al- Kubra berisi fatwa-fatwa dan jawaban Imam Maliki atas berbagai persoalan yang dijadikan rujukan Mazhab Maliki.
Kitab lainnya yang disusun seperti Aqdiyah, Nujum, Hisab Madar al- Zaman, Manazil al- Qamar, Tafsir Gharib al- Quran, Ahkam al- Quran.
Imam Malik hidup mengalami masa peralihan kekuasaan Dinasti Umaiyah ke Abbasiyah. Kondisi perpolitikan rakyat dan ulama terbelah dalam keberpihakan kekuasaan. Perang dalil ayat Quran dan hadits pun terjadi.
Kitab Rujukan
Kitab al-Muwaththo dan lainnya menjadi rujukan dalil yang objektif untuk memperbaiki situasi perpecahan politik. Di zaman Abbasiyah ini kemudian terbangun tradisi keilmuan di antara para ulamanya ditandai dengan banyak buku yang ditulis. Meliputi hadits, fiqih, tafsir Quran, dan ilmu lainnya.
Ulama fikih Hijaz menghimpun fatwa-fatwa dari Abdullah bin Umar, Aisyah, Ibnu Abbas dan para tabiin Madinah. Ulama Baghdad dan Basrah di pusat pemerintahan menghimpun fatwa-fatwa Abdullah bin Mas’ud, hukum hasil putusan peradilan, fatwa Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, putusan hukum syariah.
Di zaman ini makin berkembang beragam aliran dan pemikiran filsafat. Ada ulama yang suka debat filsafat dan fikih. Imam Malik menghindari perdebatan yang saling menjatuhkan itu.
Imam Malik awalnya hidup berdagang meneruskan usaha ayahnya. Namun usaha itu bangkrut karena dia fokus mencari ilmu dan mengajar. Sampai diceritakan dia memotong kayu dari sebagian rumahnya untuk dijual ke pasar.
Lantas dia usul kepada pemerintah agar guru mendapat gaji dari pemerintah. Tapi usulan ini diabaikan oleh penguasa. Dia kemudian bertemu Al-Layts bin Sa’ad yang membantu keuangannya. (*)
Editor Sugeng Purwanto