PWMU.CO – Persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat tidak bisa diselesaikan hanya lewat pengajian. Perlu dilakukan tindakan nyata di lapangan. Oleh karena itu, pengajian-pengajian yang diadakan di berbagai forum harus punya dampak perubahan pada masyarakat.
Nadjib Hamid menyampaikan hal itu pada jamaah pengajian Masjid Attaqwa WSI, Desa Sidojangkung, Kecamatan Menganti, Kabupaten Gresik, Ahad (4/9), pekan lalu. Menurut salah satu pimpinan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Provinsi Jatim ini, selain kuantitas peserta yang meningkat, indikator keberhasilan sebuah pengajian bisa dilihat dari kemampuannya memberi kontribusi positif pada masyarakat.
(Baca: Ketika Ketimpangan Sosial Terjadi di Kawasan Elit-Alit, Ini Aksi Nyata yang Dilakukan Muhammadiyah dan Ki Bagus Hadikusumo Pernah Dimarahi KHA Dahlan Gara-Gara Ketinggalan Kereta Dijadikan Alasan Tidak Berdakwah)
“Ayo kita jadikan pengajian sebagai gerakan sosial ekonomi yang luar biasa. Kalau tidak, pengajian kita dari waktu ke waktu hanya akan berhenti di pengajian. Tidak ada sesuatu yang mengubah keadaan,” ujarnya.
Kenapa pengajian-pengajian perlu menjadi gerakan sosial ekonomi? Nadjib punya cerita. Menurutnya, sekarang ini ada fenomena yang mengkhawatirkan, yaitu maraknya pemurtadan model baru. Caranya, dengan mengirim misionaris-misionaris ke kawasan yang tertinggal ekonominya.
Di sana mereka memberi sesuatu dan menanyakan kesan setelah menerima bantuan. “Bapak-Ibu ini menjadi orang Islam sudah berapa tahun sih? Sudah dapat apa selama sekian jadi orang Islam?” kata Nadjib menirukan para misionaris.
(Baca juga: Kisah Calon Pendeta Maria Sugiyarti yang Akhirnya Dapat Hidayah Masuk Islam dan Ragukan Isi Al-Kitab, Gadis Katolik Asal Surabaya Itu Akhirnya Putuskan Masuk Islam)
Pertanyaan itu diajukan saat mereka datang dan memberi bantuan. Setelah itu, tutur Nadjib, mereka akan membuat kesimpulan.“Kalau agama kami, baru sekian hari saja sudah kasih ini kasih itu. Kamu pilih mana? Toh, agamamu juga tidak menjamin kalau masuk surga. Kalau agama saya menjamin,” ujar Nadjib menirukan gaya misionaris ketika memengaruhi keyakinan umat.
“Memang dalam konsep mereka, siapa saja asal sudah ditebus dosanya akan masuk surga. Kalau Islam harus berjuang sendiri, mati-matian,” jelas Nadjib.
Menurut salah satu wakil ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jatim ini, kalau problem-problem sosial kemasyarakatan seperti itu dibiarkan apa adanya tanpa intervensi atau tindakan apapun, maka tidak bisa diprediksi sampai kapan umat Islam itu tetap bisa bertahan.
“Karena itu, kita perlu melakukan sesuatu untuk mengubah lingkungan. Seperti dijelaskan Alquran surat Arra’d ayat 11, Allah tidak akan mengubah suatu kaum jika mereka tidak mengubah diri mereka. Bahwa yang bisa mengubah keadaan itu ya kita. Tentu saja dengan doa dan ijin Allah,” kata dia.
Nadjib tidak asal berbicara. Ia memberi contoh bagaimana Masjid Ummul Mu’minin Surabaya yang ia pimpin mampu memobilisasi dana untuk gerakan sosial. Pertama, menghimpun zakat produktif untuk disalurkan sebagai modal usaha pedagang kecil di pasar. Program ini ternyata berhasil mengentas mereka dari jeratan rentenir, yang dalam meminjamkan uang bisa mengambil bunga setara 120 persen per tahun.
(Baca juga: Masjid Harus Sediakan Wifi, Buku, dan Kopi agar Lebih Menarik dari Warkop dan Tugas Mendidik Anak pada Ayah, Bukan Ibu apalagi Sekolah)
“Alhamdulillah, dari dana zakat yang semula hanya Rp 15 juta, kini modal untuk program ini sudah menjadi Rp 200 juta. Jika dulu yang meminjam baru 20 orang kini sudah 400 orang. Kalau masing-masing peminjam menghidupi 4 orang, bararti kan ada 1600 jiwa yang tertolong,” ungkap Nadjib. Ia menceritakan, jika semula mereka adalah mustahiq (penerima), kini sudah ada yang menjadi muzakki (pezakat).
Kedua, gerakan menyisihkan uang makan 1 kali dalam sehari selama 30 hari di bulan Ramadhan. Nadjib menuturkan, jika di hari-hari biasa umumnya makan 3 kali sehari, maka di dalam bulan Ramadhan bisa menghemat 1 kali jatah makan. Karena saat puasa, hanya makan saat sahur dan berbuka.
“Jatah yang 1 kali makan itu kita simpan. Katakanlah sekali makan Rp 15 ribu. Dikalikan 30 hari berarti bisa menyisihkan Rp 450 ribu. Kalau jamah masjid itu ada 200 maka dalam bulan Ramadhan bisa terkumpul Rp 90 juta,” ungkapnya.
(Baca juga: Inilah Penyebab Menurunnya Prosentase Umat Islam di Indonesia dan Apa Beda Islam Indonesia dan Timur Tengah? Inilah Jawabannya….)
Potensi dana sebesar itu jika disenergikan dengan lembaga zakat atau kas masjid, menurut Nadjib, akan menjadi kekuatan umat Islam untuk menyelesaikan masalah-masalah ekonomi umat. “Tapi untuk bisa seperti ini perlu tekad.”
“Saya paling tak suka kalau ada takmir masjid yang mengumumkan kalau saldo kas masjid sekian ratus juta. Untuk apa saldo sebanyak itu jika jamaahnya menderita. Kenapa kok tidak digunakan untuk memberdayakan jamaahnya supaya yang semula melarat menjadi mampu,” kritiknya.
Dengan mengutip surat Al-anfal ayat 25, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim ini mengingatkan, jika umat Islam tidak melakukan apa-apa atas permasalahan yang terjadi masyarakat, ia khawatir akan siksa Allah. “Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (Nurfatoni)