PWMU.CO – Sociopreneur strategis atasi krisis. Hal itu mengemuka dalam webinar yang digelar Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR), Senin (29/6/2020).
Hal itu disampaikan Wakil Ketua LPCR Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Drs M Safar Nasir MSi dalam webinar bertema “Model Ketangguhan Ekonomi Cabang dan Ranting Muhammadiyah di Era Pandemi Covid-19”.
Menurut Safar Nasir sociopreneur adalah membangun bisnis yang menghasilkan keuntungan untuk keberlanjutan usaha dan karyawan. Tapi menggunakan sebagian keuntungannya untuk menangani masalah sosial sebagai misinya.
“Bahasa sederhananya sociopreneur adalah social entrepreneur atau pengusaha yang berjiwa sosial,” ujar pria yang juga Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta.
Sociopreneur itu, sambungnya, membentuk usaha dengan tujuan memecahkan masalah sosial dan langsung terjun ke komunitas atau berbasis masyarakat.
“Ini sangat strategis karena mereka hadir di tengah komunitas atau masyarakat. Kemudian mengambil bagian dalam ikut memecahkan masalah sosial ekonomi yang sedang dihadapi masyarakat dampak pandemi Covid-19,” ungkapnya.
Misalnya sekarang, lanjutnya, bisa dilihat angka pengangguran cukup tinggi, daya beli masyarakat semakin menurun, banyak usaha usaha atau perusahaan yang kolaps dan UMKM juga terkena dampak yang cukup besar.
“Kami melihat sociopreneur bisa mengambil peran. Kita bisa mengajak hadir untuk menggerakkan perekonomian dalam rangka menyelesaikan masalah sosial ekonomi yang sedang kita hadapi,” pesannya.
Sociopreneur hadir, menurutnya, untuk menutup celah yang tidak dapat apa tidak sempat disentuh oleh pemerintah maupun swasta.
“Oleh karena itu kehadiran sociopreneur di tengah komunitas yang terdampak pandemi sangat dibutuhkan. Mereka punya kemampuan modal, pengalaman, jaringan, knowledge dan skill yang cukup,” paparnya.
Model Ketangguhan Ekonomi Desa
Dia menegaskan sociopreneur perlu menjadi gerakan dan model untuk membangun ketangguhan ekonomi di desa terutama cabang dan ranting Muhammadiyah.
“Sociopreneur bukan filantropi atau kedermawanan sosial yang memberi. Melainkan memberdayakan (empowerment) dan berkelanjutan (sustainable). Bukan juga entrepreneur yang berorientasi profit, melainkan profit untuk misi sosial,” jelasnya.
Skemanya sociopreneur hadir di tengah komunitas warga untuk melihat masalah, potensi, kekuatan, dan peluang yang ada. Maka akan bisa dirumuskan menjadi suatu program dan aksi atau usaha.
“Bisa juga dimulai cabang dan ranting mengusulkan bisnis plan. Kemudian diusulkan ke sociopreneur dan akan kita fasilitasi. Kalau itu dapat berjalan mudah-mudahan bisa membangun ekonomi yang tangguh,” terangnya.
Kira-kira apa potensi atau usaha apa yang potensial di era pandemi ini atau pascapandemi Covid-19? Pertama pentingnya diversifikasi pangan lokal. Ada juga yang membuka lahan untuk ketahanan pangan, tetapi di desa tidak bisa semua seperti itu.
“Penting membangun program diversifikasi pangan lokal. Misal ketela bisa dibuat aneka olahan pangan. Jagung bisa dicampur beras. Beberapa daerah ada sagu. Itu gizinya kan tidak kalah dengan beras, maka kenapa diganti beras. Masih ada juga pisang dan kentang,” urainya.
Sayur-sayuran dan perikanan, sambungnya, di lahan terbatas sekarang sudah bisa. Kalau semua menjadi gerakan atau program maka Insyaallah ketahanan pangan itu bisa dicukupi. Diawali memenuhi kebutuhan keluarga, masyarakat hingga nasional.
“Pascapademi makanan yang sehat organik sangat prospek. Bisa menjadi passion atau gaya hidup sehat. Bukan hanya untuk kebutuhan lokal karena sangat banyak yang membutuhkan,” ungkapnya.
Kedua yang berhubungan dengan kesehatan. Era pandemi menuntut kebutuhan masker hingga APD. Juga hand sanitizer dan jamu tradisional.
“Bisa menjadi peluang untuk memenuhi kebutuhan pasar. Pasarnya bisa lebih luas dengan bisnis online. Yang membutuhkan mulai komunitas lokal dan masyarakat luas hingga ekspor,” jelasnya.
Penulis Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.