PWMU.CO-Rencana membunuh Nabi Muhammad saw dibahas pemuka Quraisy di Darun Nadwah, balai kota setempat. Pertemuan itu dipimpin sebelas orang dari kabilah terkemuka dan dihadiri puluhan orang.
Mereka gusar dengan jumlah pengikut Nabi Muhammad yang kian bertambah dan kini berbondong-bondong pindah ke Yatsrib. Mereka khawatir di negeri itu pengikutnya menyusun kekuatan baru dan kelak menjadi ancaman bagi Mekkah.
”Kondisi kita bisa tidak aman. Kalau sudah kuat mereka bakal menyerang kita. Sekarang waktunya kita bersepakat mengambil tindakan. Harus kita cegah dan hancurkan sebelum terjadi,” ujar seorang tetua.
Ada usulan untuk menangkap dan memenjarakan Nabi Muhammad. Tapi usulan ini dikesampingkan karena gerakan boikot selama tiga tahun yang dulu pernah dilakukan terbukti gagal.
Usulan lain muncul yakni mengusir Nabi Muhammad dari Mekkah. Namun usul ini juga ditentang lainnya. Sebab mengusirnya malah memberikan peluang untuk menyebarkan ajarannya di tempat lain. Kalau pengikutnya banyak bisa menjadi kekuatan yang menyerang Mekkah lagi.
Abu Jahal kemudian buka suara. ”Aku ada usul lain,” katanya.”Kita bunuh saja Muhammad,” tegas dia.
”Haaah…?” semua orang terkejut. ”Siapa yang bersedia melakukan?” tanya mereka. ”Bani Abdi Manaf bakal menuntut darah,” kata yang lainnya.
Menyiasati Hukum Qisos
Dengan tenang Abu Jahal menjelaskan rencana membunuh Nabi. ”Kita pilih setiap kabilah satu pemuda yang tangguh. Dari keluarga bangsawan. Paling baik nasabnya. Kita beri pedang tajam. Lantas mereka mendatangi Muhammad, menebaskan pedangnya masing-masing hingga mati.”
Abu Jahal berhenti sebentar sambil menebarkan pandangan ke semua orang. ”Dengan demikian darah Muhammad tercecer ke semua kabilah. Bani Abdi Manaf tidak sanggup memerangi semua kabilah untuk menuntut balas. Paling-paling mereka menuntut diyat, ganti rugi. Itu mudah bagi kita. Kita bayar saja ganti rugi itu. Selesai dan kita semua aman,” ujar Abu Jahal dengan nada enteng.
Semua orang terkesima mendengar rencana membunuh Nabi dari Abu Jahal itu. Mereka pun langsung sepakat. ”Ini pikiran paling cerdas,” kata yang lainnya. Setelah menyetujui keputusan itu, pertemuan bubar. Setiap kabilah segera memilih dan mengirimkan pemuda jagoannya untuk tugas pembunuhan Nabi itu. Tidak pakai lama mereka langsung melaksanakan eksekusi pada malam hari ini juga.
Sementara di rumahnya, Nabi Muhammad diliputi perasaan waswas. Dia mendengar orang-orang Mekkah berkumpul membicarakan tentang dirinya dan bersiasat mencelakainya. Dia menimbang-nimbang situasi makin sulit, keamanan dirinya setiap waktu terancam. Maka dia memutuskan sudah saatnya keluar dari Mekkah.
Tengah hari itu dengan waspada agar tidak ketahuan orang Quraisy segera Rasulullah menuju rumah Abu Bakar. Kedatangan Rasulullah di siang bolong itu mengagetkan Abu Bakar. Sebab kebiasaan Nabi berkunjung ke rumahnya waktu pagi atau sore. Pasti ada sesuatu yang mendesak dan penting, pikir Abu Bakar.
Rasulullah meminta berbicara dengan Abu Bakar di luar rumah. Tapi Abu Bakar meyakinkan situasi rumahnya aman hanya ada dua putrinya, Aisyah dan Asma’.
Menyiapkan Hijrah
Setelah yakin aman Rasulullah berkata,”Sesungguhnya Allah ta’ala telah mengizinkan aku keluar dari Mekkah.” Kemudian Nabi meminta Abu Bakar menyiapkan kendaraan dan perbekalan untuk menemaninya hijrah.
Abu Bakar sangat terharu. Dia menangis girang karena Nabi memilih dirinya sebagai teman dalam perjalanan hijrah. Abu Bakar menerangkan sudah menyiapkan dua unta dan perbekalan cukup untuk perjalanan ke Yatsrib. Keduanya lalu membahas jalur dan waktu perjalanan yang paling aman. Mereka sepakat membayar Abdullah bin Uraiqith sebagai penunjuk jalan meskipun dia musyrik tapi dapat dipercaya.
Unta dan perbekalan langsung diserahkan kepada Abdullah bin Uraiqith dan dipesan agar siap sedia sewaktu-waktu diperintahkan berangkat. Kemudian Abu Bakar memberi tugas kepada masing-masing anak dan budaknya. Hingga petang semua persiapan sudah beres, Rasulullah pun kembali ke rumahnya. Hari makin malam berselimutkan ketegangan yang terus mencekam. Berita rencana pembunuhan terhadap Nabi makin santer terdengar.
Rasulullah memanggil Ali dan berkata,”Malam ini kamu tidur saja di ranjangku dan pakailah selimut hijau hadrami ini.”
Ali terpaku menatap mata Rasulullah. Nabi pun menangkap kekhawatiran hati sepupunya itu. ”Jangan khawatir. Demi Allah, kamu tetap selamat. Rencana jahat mereka tidak bakal menimpamu,” ujar Rasulullah meyakinkan.
Ali pun patuh. Nabi juga berpesan, malam ini akan meninggalkan rumah. Semua harta dan barang-barang titipan harus dikembalikan kepada pemiliknya. Baru setelah semua urusan selesai, Ali diminta menyusul ke Yatsrib. Sesuai perintah, Ali kemudian menuju tempat tidur Nabi.
Pengepungan Rumah Nabi
Hingga tengah malam Rasulullah tidak tidur. Ketegangan telah mengusir kantuk. Nabi terus terjaga dan waspada. Di luar rumah, samar-samar dalam gelap malam dia melihat belasan pemuda bergerombol. Di tangannya terhunus pedang. Di antara mereka ada sosok yang Nabi sangat mengenalnya. Ya, Abu Jahal. Orang itu sedang menceramahi para pemuda untuk membakar semangat menjalankan tugasnya.
Nabi pun mendengar suara Abu Jahal. ”Muhammad mengatakan, kalau kalian mengikutinya bakal jadi pemimpin, dibangkitkan setelah kematian, dan diberi surga seperti taman Yordan. Jika kalian tidak mengikuti, kalian disembelih, dibangkitkan setelah kematian, dan kalian mendapat neraka dan dibakar olehnya,” kata Abu Jahal.
Lalu dia menegaskan,”Itu semua kebohongan. Dan kalianlah malam ini bertugas mengakhiri kebohongan itu,” sambung Abu Jahal. Dia jelaskan pengepungan rumah Nabi agar tak lolos keluar.
Dia memerintahkan belasan pemuda jagoan itu mendekati rumah Nabi. Mereka mengendap-endap mendekati pintu lalu mencari celah dinding untuk mengintip situasi kamar.
Sementara di dalam rumah, Nabi memikirkan cara meloloskan diri dari kepungan. Kemudian Nabi berdoa meminta perlindungan kepada Allah. Lantas dia melangkah mantap membuka pintu. Diambilnya segenggam tanah. Kemudian ditebarkan ke atas kepala para pemuda jagoan di depan pintu.
Rasulullah berkata lirih seolah menjawab omongannya Abu Jahal tadi. ”Betul, aku memang pernah mengatakan seperti itu. Dan kamu (sambil menunjuk Abu Jahal) salah satu penghuni neraka.”
Nabi kemudian melewati mereka. Herannya mereka sepertinya tidak melihat Nabi dan membiarkan pergi begitu saja meskipun melintas di depan matanya. Nabi cepat-cepat pergi. Setelah itu menghilang dalam kegelapan malam menuju rumah Abu Bakar.
Lolos dari Kepungan
Tak lama berselang, datang seorang Quraisy mendekati para pemuda jagoan yang masih mengepung pintu rumah Nabi. ”Apa yang kalian tunggu di sini?” tanyanya yang menyadarkan para pemuda jagoan itu.
”Kami menunggu Muhammad,” jawab pemuda itu.
”Demi Allah, Muhammad sudah keluar dari rumahnya,” jawab orang itu. ”Dia tebarkan tanah di kepala kalian. Tidakkah kalian menyadari?” katanya lagi.
Para pemuda itu saling berpandangan, heran mendengar penuturan itu. Lalu meraba kepalanya yang ternyata kotor dengan tanah. Dengan rasa tak percaya mereka langsung menerobos pintu rumah dan memasuki kamar. Dalam keremangan lampu minyak yang bersinar lemah dari miskat dinding, di atas ranjang mereka melihat ada seseorang tidur berselimut hijau.
”Orang berselimut ini pasti Muhammad,” kata mereka. Ketika pedang-pedang terhunus diarahkan ke atas ranjang, tiba-tiba tubuh yang berbaring itu bangkit. Selimut tersingkap. Lantas orang itu berdiri di pinggir ranjang. Dalam cahaya lampu yang remang itu, semua pemuda jagoan terkejut. Mereka mengenali sosok orang yang baru bangun dari ranjang itu adalah Ali bukan Muhammad.
Mereka pun mengumpat-umpat. ”Orang tadi berkata benar. Muhammad telah lolos,” kata para pemuda itu buru-buru keluar rumah mengejar jejak Nabi. Tapi mereka bingung ke arah mana Nabi pergi. Dengan perasaan dongkol dan kecewa mereka meninggalkan rumah Nabi. Rencana membunuh Nabi beramai-ramai pun gagal. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto