Koperasi Berkemajuan Hadang Komunisme-Liberalisme Ekonomi kolom ditulis oleh Prima Mari Kristanto, akuntan berkantor di Surabaya, tinggal di Lamongan.
PWMU.CO – Hari Koperasi tanggal 12 Juli 2020 baru saja dilewati bangsa Indonesia. Keberadaan koperasi di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari sosok Mohammad Hatta. Dia adalah proklamator kemerdekaan, wakil presiden, dan pejuang koperasi.
Sebelum Mohammad Hatta, tokoh-tokoh pergerakan nasional Budi Utomo, Sarekat Dagang Islam, dan Sarekat Islam tercatat sebagai penggerak ekonomi pribumi berbasis koperasi.
Sebagian besar koperasi pada masa pra-kemerdekaan mengalami kegagalan karena kuatnya tekanan kaum kapitalis bersama pemerintah kolonial pada seluruh sendi kehidupan sosial, ekonomi dan politik.
Gerakan koperasi baru mendapat perhatian setelah Indonesia merdeka. Semangat koperasi bahkan tertulis di dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 1. “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan.”
Azas kekeluargaan dan kegotong-royongan yang menjadi semangat koperasi sangat sesuai dengan watak bangsa Indonesia.
Sejarah Koperasi
Koperasi atau cooperative lahir dari gerakan ekonomi kaum sosialis untuk menolong kaum pekerja dan kaum marginal lainnya. Menolong dari ketidakadilan ekonomi yang dibentuk oleh golongan kapitalis pada masa revolusi industri abad ke-18 di Eropa.
Tokoh-tokoh koperasi sebagian besar dari tokoh-tokoh sosialis sebagai antitesis gerakan kapitalis. Charles Forier, Louis Blanc, Ferdinand Lasalle dari Perancis, Robert Owen dari Inggris, F.W Raiffeisen dari Jerman dan sebagainya tercatat sebagai pelopor gerakan koperasi di jantung kapitalisme dunia.
Koperasi lebih berorientasi pada pendidikan para anggotanya agar secara bersama-sama mampu mengembangkan organisasi ekonomi yang maju untuk menolong mereka dari tekanan ekonomi kaum kapitalis borjuis.
Gerakan koperasi dapat dikatakan sebagai gerakan kaum sosialis yang “berkemajuan”. Sosialisme yang dianut dan dikembangkan tokoh-tokoh sosialis berkemajuan secara bersungguh-sungguh melakukan pendidikan sosial, ekonomi, dan berorganisasi pada kaum marginal.
Gerakan pendidikan sosialisme mampu membentuk kelompok masyarakat sosialis yang lambat laun secara politik diperhitungkan dalam menyuarakan dan memiliki keberpihakan pada kaum marginal.
Gerakan sosialis yang berkemajuan dengan partai politik dan koperasi selain mampu mengimbangi kaum kapitalis-borjuis. Juga mampu membendung pergerakan kaum komunis. Sebagaimana jamak terjadi pada negara-negara yang berpaham komunis senantiasa diawali dengan gerakan yang mengarah pada revolusi fisik.
Yakni gerakan-gerakan yang mengarah pada revolusi fisik seperti pemogokan kaum pekerja, pembangkangan, penjarahan harta milik kaum kapitalis dan borjuis, bahkan pembunuhan pada orang-orang yang tidak sepaham.
Gerakan revolusi fisik menjadi tren gerakan komunis sebelum menguasai pemerintahan di belahan manapun juga. Bisa dikatakan komunisme bisa lahir dari kapitalisme yang tidak terkontrol sehingga lambat laun melahirkan kemiskinan dan ketidakadilan.
Kapitalisme Lebih Humanis
Kondisi demikian dapat menjadi lahan subur bangkitnya ideologi dan gerakan kaum komunis. Negara-negara Eropa barat yang lebih religius, terpelajar, dan berkemajuan lebih mampu meredam gerakan komunisme dibandingkan negara-negara Eropa timur.
Hadits yang berbunyi, “Kemiskinan dekat dengan kekufuran” terbukti dengan menjamurnya paham komunis-ateis di masyarakat yang terbelakang ekonomimya sebagai efek samping dari kapitalisme yang tidak terkendali.
Gerakan koperasi dan politik kaum sosialis lambat laun mampu mengubah wajah kapitalisme Eropa menjadi lebih humanis. Melalui Undang-Undang Jaminan Sosial, Persaingan Usaha, Community Social Responsibility (CSR) dan lain-lain menjadi benteng bagi masuknya paham komunis dalam masyarakat dan pemerintahan.
Negara-negara Eropa barat yang sukses mengembangkan koperasi mampu mewujudkan welfare state (negara kesejahteraan) yang peduli masyarakat marginal tanpa berubah menjadi negara komunis.
Pada sisi lain paham komunis di Eropa timur memasuki tahun 1990 satu per satu runtuh karena gagal mewujudkan keadilan sosial untuk masyarakatnya.
Koperasi di Indonesia
Koperasi di Indonesia tidak bisa dikatakan buruk, tetapi belum juga bisa dikatakan spektakuler. Dukungan pemerintah pada koperasi sejauh ini cukup serius seperti pendirian Bank Umum Koperasi Indonesia (Bukopin) yang dikhususkan untuk koperasi.
Belum lagi dukungan pemerintah dalam pendirian Koperasi Unit Desa (KUD), Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) dan lain-lain.
Namun demikian koperasi tidak perlu tergantung berlebihan pada pemerintah, mengingat jiwa koperasi adalah kemandirian dan kebersamaan yang tumbuh bersama dari bawah.
Beberapa koperasi berhasil menjadi koperasi yang dapat diandalkan dan dibanggakan anggotanya seperti Kospin Jasa yang berhasil meng-go public-kan anak perusahaan di bidang asuransi syariah.
Lalu Koperasi Pondok Pesantren Sidogiri yang mampu membuka cabang hingga ke negeri jiran Malaysia. Selain kisah keberhasilan banyak juga kisah pilu koperasi seperti yang sedang dialami anggota koperasi Indosurya.
Sebelumnya banyak juga koperasi yang menjalankan praktik money game antara lain Koperasi Pandawa di Depok dan Koperasi Langit Biru di Tangerang. Hal-hal demikian bisa dihindari jika kesadaran masyarakat dalam berkoperasi diperbaiki secara berkelanjutan.
Koperasi perlu dipahami sebagai alat bersama untuk bekerja memperbaiki kesejahteraan, bukan sarana “beternak” uang. Sisa hasil usaha (SHU) seringkali menjadi tujuan dengan merekayasa laporan keuangan agar SHU tampak besar. Praktik demikian beberapa kali penulis temui di lapangan dalam kegiatan audit laporan keuangan.
Akibatnya dari praktik memperbesar SHU menjadikan keuntungan yang dibagi terlalu besar sehingga koperasi kesulitan untuk berkembang menggunakan cadangan modal sendiri. Penguatan manajemen dan pengawasan perlu ditingkatkan terutama dalam penerapan standar akuntansi serta tata kelola organisasi yang baik dan benar.
Rapat anggota yang merupakan forum tertinggi perlu dilakukan sungguh-sungguh sebagai forum pendidikan dan keterbukaan informasi, bukan sekedar formalitas.
Koperasi di Muhammadiyah
Dalam lingkup persyarikatan Muhammadiyah koperasi bukan barang asing atau baru. Sejumlah koperasi berhasil menjadi amal usaha yang dapat diandalkan oleh warga persyarikatan bersama masyarakat umum. Di Lamongan tercatat koperasi pertanian Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Sendangharjo dan koperasi simpan pinjam syariah Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Babat layak dibanggakan.
Gerakan koperasi di PRM dan PCM tersebut mampu mengantarkan keduanya menjadi juara dalam ajang Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR) Expo yang diadakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Gerakan koperasi bisa menjadi alternatif amal usaha andalan di tingkat ranting selain pendidikan, sosial dan kesehatan. Gerakan koperasi dimungkinkan mampu bergerak secara fleksibel bersama pengembangan ranting atau cabang. Caranya dengan menyesuaikan kecenderungan perilaku ekonomi masyarakat bidang pertanian, perkebunan, perdagangan, perikanan, konsumsi dan simpan pinjam.
Pada tingkat wilayah Jawa Timur, sejumlah direktur amal usaha kesehatan menjalankan koperasi sebagai pengikat dan penguat posisi tawar pada supplier obat dan alat-alat kesehatan. Koperasi-koperasi karyawan amal-amal usaha tidak terhitung jumlahnya hampir ada di seluruh amal usaha.
Tantangan Liberalisme Ekonomi
Peluang koperasi untuk tumbuh dan berkembang di Indonesia masih sangat luas. Status negara berkembang menjadikan Indonesia memungkinkan menjadi negara maju dalam segala bidang termasuk dalam bidang ekonomi.
Adapun tantangan besar yang dihadapi ekonomi Indonesia saat ini dan masa depan adalah praktik liberalisme. Jika kapitalisme di negara-negara maju sudah “takluk” dan bersedia mengadopsi prinsip-prinsip sosialisme, di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia kapitalisme seperti sedang memuaskan nafsunya.
Liberalisme menjadikan modal sebagai kekuatan besar dalam menentukan segala keputusan politik, ekonomi, dan sosial. Beban hidup masyarakat semakin meningkat dengan tatakelola ekonomi yang belum jelas keberpihakannya pada hajat hidup orang banyak, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara, pada BUMN, koperasi dan UKM.
Melalui koperasi diharapkan terwujud masyarakat yang terdidik secara ekonomi, sosial dan politik dalam memahami hak serta kewajibannya.Welfare state atau negara kesejahteraan yang bisa terwujud di negara maju, di mana kapitalisme tumbuh dengan aturan yang jelas keberpihakannya pada kaum marginal dapat terwujud di Indonesia.
Masyarakat adil dan makmur serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, Pancasila, UUD 1945 bukan konsep yang salah dari para pendiri bangsa. (*)
Koperasi Berkemajuan Hadang Komunisme-Liberalisme Ekonomi, Editor Mohammad Nurfatoni.