PWMU.CO– Habasyah, Negeri Hijrah pertama kali yang dituju kaum muslimin Mekkah. Negeri ini menurut lidah Rumawi disebut Abesinia, lokasinya di Afrika timur. Sekarang negeri ini bernama Ethiopia.
Jauh sebelum Islam, Habasyah dikenal sebagai kerajaan Kristen yang besar. Wilayah jajahannya hingga ke Yaman, di selatan Jazirah Arab. Abraha yang namanya dicatat sejarah karena menyerang Kakbah dengan pasukan gajahnya adalah orang Abesinia yang menjadi Gubernur Yaman.
Di zaman Nabi, kabar tentang negeri Abesinia sudah populer di kalangan orang Arab. Beberapa penduduk Abesinia ada yang bermukim di kota-kota jazirah Arab baik menjadi pedagang maupun budak. Bilal bin Rabah berasal dari negeri ini. Juga Wahsyi, ahli pelempar tombak yang membunuh Hamzah.
Rasulullah Muhammad saw memilih Habasyah menjadi negeri hijrah karena Raja Najasyi dikenal adil walaupun raja dan penduduknya menganut Nasrani.
”Alangkah baiknya jika kamu dapat berhijrah ke Habasyah karena negeri itu diperintah raja yang adil. Di dalam kekuasaannya tidak boleh seorang pun dianiaya. Karena itu pergilah kamu ke sana sampai Allah memberikan jalan keluar pada kita karena negeri ini cocok bagi kalian,” kata Nabi seperti diceritakan dalam Kisah Dramatik Hijrah yang mengutip Sirah Ibnu Hisyam.
Untuk mencapai negeri Abesinia bukan perjalanan yang mudah karena harus menyeberangi Laut Merah. Jalur yang ditempuh dari Mekkah menuju pelabuhan Jeddah. Di pelabuhan ini mencari kapal untuk menyeberangi laut ke Afrika. Lalu berjalan menuju Axum, ibukota Habasyah.
Kelompok Pertama
Kelompok hijrah mencari suaka politik terjadi tahun kelima masa kenabian atau tahun 615 M. Kelompok pertama sebanyak 14 orang. Mereka antara lain adalah Usman bin Affan dan istrinya, Ruqayah binti Rasulullah saw. Lalu Abu Hudzaifah dengan istrinya, Sahlah binti Suhail bin Amir. Abu Salamah dengan istrinya, Ummu Salamah, Amir bin Rabi’ah bersama istrinya, Lailah binti Abu Hatsmah.
Kemudian Usman bin Madz’un dengan anaknya, Saib bin Usman, Mush’ab bin Umair, Abdullah bin Suhail, Abu Hathib bin Amir, Suhail bin Baidha’. Muhajirin gelombang pertama ini menunjuk Usman bin Madz’un sebagai pemimpinnya.
Mereka berangkat dengan kapal berbeda. Menurut riwayat yang tiba pertama kali ke negeri itu adalah Abu Hathib bin Amir dan keluarganya. Setelah kelompok pertama sukses disusul gelombang berikutnya hingga dalam periode ini mencapai 33 orang.
Tiba di Abesinia, para pengungsi menghadap Najasyi untuk menyampaikan salam dan pesan Nabi Muhammad yang meminta agar melindungi para pengikutnya dari penindasan orang-orang Quraisy. Sahabat-sahabat Nabi diterima dan diberi perlindungan.
Setelah lebih dari tiga bulan, terbetik kabar Umar bin Khaththab masuk Islam diikuti sejumlah orang-orang Quraisy sehingga suasana kota Mekkah dikabarkan lebih lunak. Karena kabar itu sebagian muhajirin yang datang awal berniat pulang. Tapi banyak juga yang memilih bertahan menunggu situasi Mekkah benar-benar aman.
Arus balik kepulangan sebagian muhajirin terjadi. Menjelang masuk kota Mekkah, mereka mendapat kabar ternyata Mekkah belum aman meskipun Umar bin Khaththab masuk Islam. Penindasan dan penyiksaan orang Quraisy masih terjadi.
Muhajirin yang memiliki kerabat bangsawan mengontak keluarganya untuk meminta perlindungan agar masuk Mekkah tanpa gangguan. Tapi muhajirin dari kalangan rakyat jelata tidak berani masuk karena tak punya pelindung. Mereka tertahan di luar Mekkah dan berniat kembali lagi ke Abesinia atau ke negeri lain di Jazirah Arab yang lebih aman.
Tinggal 10 Tahun
Muhajirin yang berniat kembali lagi ke Abesinia ini ternyata diikuti oleh banyak muslimin lainnya yang ingin tinggal di negeri aman. Gelombang pengungsian periode ini terjadi dengan jumlah lebih besar.
Pengungsian terus mengalir hingga seluruhnya mencapai kira-kira 83 orang. Di antaranya adalah Ja’far bin Abu Thalib bersama istrinya, Asma binti Umais. Kemudian Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam, Abu Sabrah bin Abu Ruhm.
Lalu keluarga Amir bin Said bersama istrinya Fatimah binti Shafwan, dan saudaranya, Khalid bin Sa’id dengan istrinya, Umainah binti Khalaf. Kemudian Abdullah bin Jahsy berangkat bersama saudaranya, Ubaidillah bin Jahsy dan istrinya Ramlah binti Abu Sufyan.
Ada juga Abu Musa Al Asy’ari yang nama aslinya adalah Abdullah Zam’ah, Aswad bin Naufal, Amir bin Abu Waqqash, Abdullah bin Mas’ud dan saudaranya, Utbah bin Mas’ud.
Mereka yang datang belakangan ini bergabung dengan muhajirin sebelumnya. Di negeri ini, mereka aman dan bergaul dengan penduduk setempat, dapat menjalankan agamanya dengan tenang, tidak ada lagi caci maki dan penyiksaan seperti di Mekkah.
Lama muhajirin menetap di Abesinia ini tidaklah sama. Ada yang setahun dua tahun lalu rindu kampung maka pulanglah ke Mekkah bergabung kembali dengan Rasulullah menghadapi orang kafir. Ada yang kembali ke Mekkah saat mendengar kabar Rasulullah hijrah ke Madinah sehingga turut menyusul ke sana.
Tapi ada yang menetap hingga sepuluh tahun lamanya sehingga ada anak-anak mereka yang lahir di Habasyah. Jumlah anak-anak yang lahir di pengungsian ini mencapai sepuluh anak terdiri lima anak laki-laki dan lima perempuan. Mereka pulang ke Mekkah bersamaan waktunya dengan selesainya perang Khaibar pada tahun ketujuh Hijriyah. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto