PWMU.CO– Deklarasi KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) berlangsung di Tugu Proklamasi Jakarta, Selasa (18/8/2020). Masyarakat bisa mengikuti langsung acara ini secara online lewat Zoom, Youtube dan Facebook mulai pukul 09.30.
Acara dihadiri para tokoh nasional dan masyarakat. Tampak Din Syamsuddin, MS Kaban, Ichsanuddin Noorsy, Rocky Gerung, Muhammad Said Didu, Refly Harun, Gatot Nurmantyo, Meutia Farida Hatta, Lieus Sungkharisma, Ahmad Yani, Syahganda Nainggolan, dan lainnya.
Deklarasi KAMI dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, pembacaan Tekks Proklamasi, Pembukaan UUD 1945, dan Pancasila.
Setelah itu membacakan delapan tuntutan kepada pemerintah, DPR, dan aparat hukum. Pembacaan bergantian oleh Din Syamsuddin, Gatot Nurmantyo, Said Didu, Refly Harun, Rocky Gerung, dan Muhsin Alatas.
”Menuntut Presiden untuk bertanggung jawab sesuai sumpah dan janji jabatannya serta mendesak lembaga-lembaga negara (MPR, DPR, DPD dan MK) melaksanakan fungsi dan kewenangan konstitusionalnya demi menyelamatkan rakyat, bangsa dan negara Indonesia,” katanya.
KAMI, sambung mereka, mendesak pemerintah dan legislatif untuk mengelola negara sesuai jiwa, semangat Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila.
Selamatkan Rakyat dari Covid-19
KAMI uga menuntut pemerintah bersungguh-sungguh mengatasi pandemi Covid-19 untuk menyelamatkan rakyat. ”Tidak membiarkan rakyat menyelamatkan diri sendiri, sehingga menimbulkan banyak korban,” ujarnya.
Poin lainnya, pemerintah dituntut mengatasi resesi ekonomi untuk menyelamatkan rakyat miskin dan UMKM.
”Pemerintah dan DPR diminta memperbaiki pembentukan hukum yang menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945.”
KAMI menuntut agar menghentikan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) serta praktik oligarki, politik dinasti, dan penyalahgunaan kekuasaan.
Kemudian mendesak pemerintah, DPR, DPD dan MPR tidak memberi peluang bangkitnya komunisme, ideologi anti Pancasila Iainnya, dan separatisme serta menghentikan stigmatisasi kelompok keagamaan dengan isu intoleransi, radikalisme, dan ekstremisme dan upaya memecah belah masyarakat.
”Mendesak pemerintah menegakkan kebijakan ekonomi dan politik luar negeri bebas aktif, dengan tidak condong bertekuk lutut kepada negara tertentu,” tuturnya.
Terakhir, mendesak pemerintah mengusut tuntas pihak yang ingin mengubah Dasar Negara Pancasila.
Bukan Barisan Sakit Hati
Dihubungi terpisah MS Ka’ban mengatakan, KAMI merangkul semua elemen masyarakat yang bertujuan mengontrol kebijakan pemerintah agar tak melenceng dari Pancasila dan UUD 1945.
”Ini bukan barisan orang sakit hati yang kalah dalam Pemilu 2019 karena sudah lewat. Tapi orang yang bersatu untuk mengingatkan pemerintah,” ujarnya.
Dia menyebut, munculnya pasal Trisila dan Ekasila dalam RUU HIP itu menandakan PDIP ingin mengubah tafsir Pancasila yang sudah disahkan dalam Piagam Jakarta 22 Juni 1945 kemudian direvisi pada 18 Agustus 1945.
”Begitu juga peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni itu merupakan kekeliruan sejarah yang harus disuarakan terus menerus agar sadar dan mau merevisi,” tandasnya.
Dia mengatakan, mungkin saja ada yang memandang pesimistis gerakan ini tapi kalau konsisten disuarakan bakal punya pengaruh besar. ”Petisi 50 yang digerakkan Pak Natsir, Ali Sadikin dkk awalnya juga dianggap biasa tapi akhirnya punya pengaruh besar,” tandasnya.
Begitu juga Reformasi 1998, sambungnya, diawali ceramah-ceramah Pak Amien Rais yang kemudian disambut tokoh-tokoh dan gerakan mahasiswa sehingga bisa menumbangkan kekuasaan Orde Baru.
Din Syamsuddin menyatakan, alasan pembentukan KAMI adanya persamaan pikiran dan pandangan bahwa kehidupan dan kenegaraan Indonesia saat ini telah menyimpang dari cita-cita nasional dan dari nilai-nilai dasar yang telah disepakati pendiri bangsa.
KAMI, sambung dia, masih menaruh harapan kepada partai politik dan DPR. Tapi saat ini, para wakil rakyat itu tak mau menyuarakan aspirasi rakyat. ”Inilah yang membuat kami, kita semua turun sendiri untuk menyuarakan suara kita, pikiran kita,” tegasnya. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto