PWMU.CO – Pengusaha itu bukan turunan tetapi didikan. Hal itu disampaikan oleh Pemilik Perusahaan Kosmetika Wardah Nurhayati Subakat.
Nurhayati Subakat menyampaikannya saat menjadi pemateri dalam acara launching dan bedah buku Mohammad Nadjikh Penggerak Saudagar Muhammadiyah via Zoom, Jumat (11/9/2020).
Menurutnya kalau memperhatikan
perjalanan usaha Mohammad Nadjikh ini mirip dengan perjalanan usahanya. Mulai dari kecil kemudian berkembang menjadi besar.
“Saya sering diskusi dengan almarhum Pak Nadjikh. Beliau mengajak bagaimana dan apa yang bisa kita kerjakan bersama-sama untuk Muhammmadiyah,” ungkapnya.
Karakter Pengusaha
Melihat pengalaman selama 35 tahun perjalanan usahanya, Nurhayati Subakat menemukan lima karakter.
“Saya melihat lima karakter ini juga ada di Pak Nadjikh. Pertama ketuhanan. Itu menjadi karakter dasar terutama bagi pengusaha Muslim,” tegasnya.
Kedua, lanjutnya, adalah kepedulian. Pada 4 April 2020 Nurhayati Subakat berada satu forum webinar dengan M Nadjikh. Membahas dampak ekonomi pandemi Covid-19.
“Pak Nadjikh mengusulkan bagaimana kita Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK) PP Muhammadiyah membantu UMKM-UMKM yang terdampak pandemi Covid-19. Jadi kepedulian beliau sangat tinggi,” paparnya.
Ketiga kerendahan hati. Menurutnya meskipun M Nadjikh sudah mempunyai perusahaan besar tetapi sering menyampaikan kepadanya untuk bisa belajar ke Wardah.
“Jadi Pak Nadjikh tetap pingin belajar. Padahal beliau sudah banyak ekspor dan saya lebih banyak di dalam negeri. Katanya saya jago kandang dan beliau jago luar. Jadi bagaimana belajar. Saya ingat sekali. Pesan wa beliau masih saya simpan,” jelasnya.
“Jadi Pak Nadjikh ingin ada pertemuan sharing bersama-sama. Pada 4 Maret 2030 Pak Nadjikh membawa semua putranya dan bertemu saya bersama putra saya semuanya. Malam itu kami berbincang dan sharing bagaimana ke depan bisa saling bekerja sama. Mudah-mudahan anak kami bisa meneruskan perjuangan orangtuanya,” tambahnya.
M Nadjikh, sambungnya, mempunyai ide bagaimana anak-anaknya, juga semua anak-anak Muhammadiyah, saling berkenalan dan bisa membangun jaringan.
“Tahun lalu kami selenggarakan acara Family Bisnis Muhammadiyah di Hotel Sahid Jakarta. Mudah-mudahan bisa terus dijalankan,” harapnya.
Keempat ketangguhan. Menurutnya menjadi pengusaha harus tekun, ulet, dan pantang menyerah
“Kelima inovasi. Perkembangan zaman begitu cepat maka pengusaha harus terus melakukan inovasi agar produknya tetap bisa diterima market,” terangnya.
Hidup Bermakna dan Bermanfaat
Dia menceritakan pengalaman perjalanan usahanya mirip dengan usaha M Nadjikh. Penuh kerja keras. Dia bersyukur banyak kemudahan dari Allah dalam perjalanan itu.
“Mungkin dengan saling peduli ya. Intinya hidup bermakna. Tujuannya sama bagaimana bermanfaat untuk orang lain. Visi kami membikin usaha yang berkembang terus-menerus sehingga bermanfaat bagi orang banyak,” urainya.
“Jadi tujuannya adalah hidup bermakna. Alhamdulillah malah berkembang. Tujuannya bukan mencari uang. Tetapi tujuannya hidup bermakna dan alhamdulillah dapat uang. Kalau saya rasakan uang itu efek samping,” tambahnya.
Jatuh Bangun dan Bangkit
Perjalanan Wardah, sambungnya, beberapa kali jatuh bangun. Tahun 1990 pernah kebakaran dan akhirnya keuangan minus. “Tetapi karena kepedulian terhadap karyawan dan lingkungan sekitar itu yang menyebabkan saya bisa bangkit kembali,” ungkapnya.
Kondisi sekarang, ujarnya, memang tidak mudah. Dengan 12.000 karyawan dan penjualan kosmetik juga menurun karena pandemi Covid-19.
“Alhamdulillah kemarin sudah mulai naik lagi. Tujuannya bagaimana mempertahankan perusahaan ini dan mempertahankan karyawan. Yang kami pikirkan bukan nasib kami. Sebetulnya enakan dijual karena sudah banyak yang menawar triliunan rupiah,” sergahnya.
Tetapi, lanjutnya, perusahaan ini adalah perjuangan. Ini adalah jihad ekonomi. Bagaimana kita bisa berdiri dikaki sendiri.
“Pertolongan Allah mengatasi kondisi jatuh bangun. Pada walnya dengan 2 karyawan alias home industri. Sekarang sudah hampir 12.000 karyawan dengan luas pabrik 20 hektar dan 40 distribution center. Sekarang Wardah sudah menjadi market leader. Jadi sudah nomor satu di Indonesia, bersaing dengan perusahaan multinasional, baik kategori make up ataupun moisturizer,” rincinya.
Dididik sejak Kecil
Membaca buku Sutrisno Bachir, lanjutnya, Muhammadiyah itu didirikan oleh KH Ahmad Dahlan. Beliau itu adalah pengusaha batik. Jadi KH Ahmad Dahlan itu saudagar. Muhammadiyah dulu adalah kumpulan para saudagar.
“Dan saya ingat orangtua saya Ketua Muhammadiyah di Padang Panjang sebuah kota kecil. Dan beliau adalah saudagar. Beliau banyak membangun sekolah-sekolah Muhammadiyah,” kenangnya.
Menurutnya memang tidak mudah men-transfer apa yang kami kerjakan. Ternyata setelah dipelajari suksesnya perusahaan itu kalau punya value. Lima karakter di atas itu ditempakan dari kecil.
“Itu dididik dari kecil. Orangtua Pak Nadjikh bagaimana bekerja keras untuk menghidupi anaknya. Jadi karakter kerja keras itu mulai dari kecil. Ada orang bilang pedagang itu adalah turunan. Sebetulnya bukan turunan tetapi karena didikan,” jelasnya.
“Kalau kita lihat Pak Nadjikh bisa mendidik anak-anaknya. Wardah juga sudah dikembangkan oleh anak-anak saya. Saya mendidik anak-anak saya dan saya dididik oleh orangtua saya. Bagaimana kerja keras, sosial dan peduli dengan orang lain. Karakter itu adalah didikan mulai dari kecil,” sambungnya.
Pelatihan Lima Karakter
Muhammadiyah bukan tempat gersang untuk berbisnis. Jadi masih banyak peluang. Ternyata didikan itu tidak bisa kalau orang sudah besar. Kalau sudah 30 tahun ke atas itu susah dididik.
“Sekarang kan sering ada pelatihan wirausaha. Yang ikut umur 25 tahun ke atas atau setelah lulus. Sebetulnya bukan pelatihan wirausaha yang diperlukan, tetapi pelatihan lima karakter itu mulai dari kecil. Kalau itu sudah dimiliki maka dia bikin usaha apapun insyaallah akan sukses,” tuturnya.
Pengusaha itu bukan turunan tetapi didikan. Inspiratif. (*)
Penulis Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.