PWMU.CO – Kebangkitan Islam di tengah titik kejenuhan kapitalisme disampaikan Dr M Shamsi Ali Lc MA di acara puncak Milad Ke-55 SMA Muhammadiyah 1 (Smamsatu) Gresik, Senin (7/9/20) melalui Zoom Meeting.
Alumnus Universitas International Islamabad Pakistan ini menjelaskan situasi dunia global sekarang ini justru akan menjadi momentum awal untuk terjadinya apa yang disebut watilkal ayyamu nudawiluha bainan naas. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran). (Ali Imran 140)
Hal ini, menurutnya, bisa dilihat dalam fenomena keagamaan. Misalnya, bagaimana Islam yang sedemikian dibenci dan ditakuti tetapi terkadang justru Allah kemudian membalik.
Upaya-upaya menekan dan mempersempit pergerakan Islam, terkadang justru menjadi pintu awal bagi kebangkitan Islam. Maka Islam sedang bangkit di mana-mana. Dan ini adalah salah satu kemungkinan yang akan terjadi dalam dunia global sekarang.
“Konsep kapitalisme misalnya, di dunia Barat, orang semakin jenuh dengan konsep kapitalisme yang sudah menjadi bagian dari agama mereka,” jelas pria yang menguasai bahasa Arab, Inggris, dan Urdu ini.
Konsep kapitalisme, sambungnya, ternyata semakin menjenuhkan. Sekarang manusia mencari solusi. Saya yakin sebagai seorang Muslim yang tinggal di kota New York, kota jantung kapitalisme dunia ini, Islam akan menjadi alternatif pilihan agama di masyarakat.
“Oleh karena itu, segala tantangan selama ini kita jadikan sebagai peluang untuk kita bangkit. Kita umat Islam justru menghadirkan peradaban alternatif. Tapi ini semua kembali kepada bagaimana kita menyikapi dunia global kita sekarang,” ujarnya.
Karakteristik Dunia Global
Pria yang membaca doa dalam upacara peringatan untuk korban 11 September di Stadion Yankee, Bronx, ini mengatakan dunia global kita itu ditandai oleh beberapa hal.
Pertama adalah kecepatan. “Kecepatan yang luar biasa dalam bidang teknologi dan sains apalagi di bidang informasi media sosial. Sekarang ini kita tidak bisa membayangkan, 10 tahun yang lalu bagaimana yang namanya Facebook, Instagram, Twitter dan Zoom ini misalnya. Ini tidak pernah kita bayangkan 10 atau 20 tahun yang lalu,” ujarnya.
Dia memaparkan pergerakan teknologi ini menjadikan dunia semakin cepat. Sementara umat Islam, kalau kita melihat konsep dunia global seperti ini dengan kecepatan itu itu bukan sesuatu yang asing dan baru.
“Apalagi kita yang di Muhammadiyah dengan slogan kita ber-fastabiqul khairat, wafi dzalika falyataafasil mutanafisul dan wasariu ila maghfirotin wa jannatin,” ujar Ketua Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Amerika ini.
Menurutnya, itu semua adalah masalah kecepatan. Al-Quran adalah perintah untuk berbuat cepat. Maka kalau kita tidak cepat dalam arti lihai, sigap dalam menangkap semua peluang yang ada, maka kita hanya akan menjadi korban daripada pergerakan kecepatan itu.
“Oleh karenanya umat Islam mau tidak mau harus menangkap semua pergerakan yang terjadi saat ini. Yang sesungguhnya, spirit semangat, keberagaman kita harus semangat kecepatan,” ujar penulis buku Sons of Abraham: A Candid Convess Conversation about The Issues That Divide and Unite Jews and Muslims ini.
Dia menjelaskan, Rasulullah SAW mengatakan dua nikmat yang kerap kali dilalaikan umat ini. Pertama sehat. Kedua kesempatan atau waktu. Salah satu contoh bagaimana kita selalu kehilangan kesempatan karena kita lambat.
“Kalau pergi haji atau umrah, pasti beli oleh-oleh. Maka beli baju arab, sorban dan sebagainya. Maka sesampai di Surabaya atau Gresik dibuka, kok ternyata made in China,” candanya.
Negara yang kita anggap komunis itu, dia melanjuttkan—yang sejatinya tidak percaya kepada Tuhan—bisa memproduksi semua hal-hal yang diperlukan orang Islam dan dipasarkan di pusat kota Makkah dan Madinah.
“Itulah dunia kecepatan yang sementara kita ini orang Islam malas menangkap peluang peluang itu,” kata dia.
Kekuatan Saringan
Menurut pemlik nama lengkap Dr M Shamsi Ali Lc MA mengungkapkan kita sedang mengalami interconnectedness, relasi antarbangsa, antarkelompok yang sangat luar biasa.
“Kalau tadi saya di introduction di pengenalan tentang saya adalah salah satu tokoh Islam dalam lintas agama, prioritas saya di Amerika adalah membangun dialog antarkomunitas agama. Kebetulan saya di bidang agama,” katanya.
Ketua Yayasan Al-Hikmah di Astoria ini menjelaskan mau tidak mau dunia kita sekarang itu batas-batasnya sudah semakin minim. Hal itu karena keterbukaan informasi dan media. Maka apa yang terjadi di Amerika jangan menyangka di Gresik nggak akan terjadi.
“Anak buka Facebook, mereka itu sedang menimba dari Amerika sedang mengambil dari Eropa,” ujar bapak enam anak ini.
“Itulah interconnected. Kita sekarang berada dalam satu negara yang tidak terpisahkan dengan negara atau bangsa bangsa yang lain. Dalam dunia yang terkena interconnected ini. Generasi muda harus paham tentang kekuatan reservasi, yaitu kekuatan saringan.
Pria yang mendapat gelar PhD dari Southern California University (2003) ini berpesan agar umat Islam tidak meniru budaya asing. “Jangan begitu ada peringatan Halloween di Amerika, di Jakarta menjadi Halloween. Ada peringatan Valentine Day di Amerika diambil juga di Surabaya,” ujarnya.
”Pernahkah kita saring budaya-budaya seperti itu dalam dunia ini? Kalau kita tidak punya saringan, maka akan hanyut dan terwarnai oleh mereka yang lebih kuat dari kita,” tanyanya.
Dunia yang interconnected, lanjutnya, ini harus kita sikapi dengan saringan yang kuat (reservasi) yang kalau tidak kita akan hanyut terbawa mungkin kita akan hancur dengan kehancuran peradaban dunia.
Kompetisi Luar Biasa
Ketua Parade Hari Muslim Tahunan di New York City ini mengungkapkan dunia global ini terjadi kompetisi luar biasa. Misalnya, kompetisi ekonomi antara Amerika dan China. Bahwa dalam segala aspek kehidupan manusia terjadi kompetisi. Itulah memang dunia kita sekarang.
“Sebagai kader Muhammadiyah siapkah kita dengan fastabiqul khairat itu tadi? Siap nggak kita berkompetisi,” tanyanya.
Dia memaparkan karena mau tidak mau hanya ada satu pilihan yaitu mengambil bagian dari kompetisi yang terjadi, atau menjadi korban dari kompetisi yang sedang terjadi saat ini. Tentu kita tidak ingin menjadi korban. Maka, sambungnya, kita harus mengambil bagian yang mewarnai kompetisi yang terjadi.
Fastabiqul khairat, terangnya, tentu tafsirnya akhirat. Tetapi sebelum akhirat, dunia yang harus kita bangun kita bangun terlebih dahulu yaitu khilafah atau khalifah.
“Maka untuk para siswa, persiapkan mentalitas global, wawasan global dan daya potensi global yang kita perlukan. Salah satu di antaranya adalah bahasa,” katanya.
Bahasa, menurutnya, adalah salah satu kekurangan kita. Itulah mengapa sekarang ini karya-karya ulama kita hampir tidak ada yang go internasional. Padahal, lanjutnya, pemikiran-pemikiran ke-Islaman kita sangat luar biasa cemerlang tetapi hanya berbahasa Indonesia.
Kebangkitan Islam di Tengah Titik Jenuh Kapitalisme; Penulis Estu Rahayu. Co-Editor Ichwan Arif. Editor Mohammad Nurfatoni.